Halo!

Jodoh Rajawali Chapter 09

Memuat...

"Kau bosan hidup!"

Wanita cantik yang berjuluk Nona Ikan Emas itu membentak, pedangnya berkelebatan dan dalam gebrakan pertama, sepasang pedangnya telah menyambar-nyambar dan menjadi dua gulungan sinar yang menyilaukan mata. Gerakan nona ini cepat sekali dan agaknya dia memiliki ginkang yang amat hebat, sehingga dia menjadi lawan yang sama cepatnya dengan kakek kecil itu.

Akan tetapi, Khiu-pangcu tertawa mengejek dan begitu dia menggerakkan cambuknya, terdengar suara bersuitan menyakitkan telinga, diselingi ledakan-ledakan kecil dan setiap ledakan itu mengakibatkan mengepulnya sedikit asap putih, tanda bahwa gerakan cambuk itu memang kuat sekali. Kim-hi Nio-cu menyerang ganas, sepasang pedangnya merupakan sepasang cengkeraman maut yang mengintai nyawa, akan tetapi dua gulungan sinar pedang itu selalu terbendung dan terpental kalau bertemu dengan lingkaran hitam dari cambuk di tangan Khiu-pangcu, bahkan sering kali terdengar ledakan-ledakan kecil di atas kepala si Nona Ikan Emas, membuat wanita itu kadang-kadang menjerit kaget dan disusul suara tertawa mengejek dari Khiu-pangcu. Tiba-tiba Kim-hi Nio-cu mengeluarkan suara bersuit dan munculiah lima orang wanita anak buahnya yang semua memegang pedang di tangan.

Akan tetapi, kini Hoa-gu-ji tertawa dan menghadang dengan dayungnya yang panjang, dan begitu lima orang wanita itu maju menyerbu, dayungnya diputar dan lima orang wanita itu tertahan gerakannya tidak dapat membantu Kim-hi Nio-cu yang terpaksa melayani sambaran-sambaran cambuk yang amat lihai dari Khui-pangcu itu. Tak lama kemudian, ketika Kim-hi Nio-cu sudah terdesak hebat, demikian pula lima orang anak buahnya, terdengar suitan dari jauh dan munculiah seorang wanita lain yang usianya juga tiga puluh tahunan, yang cantik tidak kalah dengan Kim-hi Nio-cu, bahkan kulitnya lebih putih sehingga pakaian hitam itu membuat wajahnya putih halus seperti salju. wanita ini bersenjatakan sebatang golok kecil lebar yang mengeluarkan sinar gemerlapan. Inilah kepala dari Pasukan Tanah.

"Adik Liong-li, bantulah aku!"

Teriak kepala Pasukan Air dengan girang. Tanpa diminta untuk kedua kalinya, wanita cantik yang disebut Liong-li itu segera menerjang maju dengan goloknya membantu Kim-hi Nio-cu mengeroyok Khiu-pangcu sambil berkata,

"Kiranya Khiu-pangcu, Si tua bangka keparat!"

"He-he-he, cantik.... cantik....! Gunung Cemara sarang bidadari, sebetulnya menjadi sumber kenikmatan dan kesenangan, sayang malah menjadi sumber kejahatan dan kekacauan! He-he-he!"

Khiu-pangcu masih sempat tertawa ketika dia mengelak dari sambaran sinar kilat dari golok di tangan Liong-li.

Pertempuran menjadi makin hebat, akan tetapi ternyata bahwa tingkat kepandaian dua orang wanita itu masih kalah jauh dibandingkan dengan tingkat kepandaian Khiu-pangcu. Lewat lima puluh jurus, sinar hitam dari cambuknya mengurung dan menghimpit, membuat dua orang wanita itu mandi keringat dan tak lama kemudian, Khiu-pangcu berhasil merobohkan mereka dengan totokantotokannya yang lihai. Juga Si Tinggi Kurus Hoa-gu-ji berhasil merobohkan lima orang pengeroyoknya yang cepat meloncat ke air, menyelam dan lenyap.

"He-he-he, percayakah kalian sekarang?"

Khiu-pangcu tertawa mengejek, menyimpan sabuknya dan memandang dua orang wanita yang roboh terlentang dan tak dapat bergerak karena tubuhnya lumpuh, hanya mata mereka memandang dengan mendelik marah kepada kakek kecil itu.

"Seharusnya kalian mengajak semua saudara kalian ke sini baru bisa agak seimbang melawan aku. Nah, sekarang katakan, di mana adanya harta rampokkan milik keluarga Jenderal Kao itu? Katakan sebenarnya, kalau tidak kalian akan kubunuh, kemudian akan kutantang ketua kalian biar peristiwa dua tahun yang lalu terulang kembali. Sayang, ketika itu muncul Pendekar Siluman Kecil sehingga pertempuran terhenti dan nyawa Perkumpulan Hek-eng-pang selamat."

"Bedebah tua bangka! Siapa takut mati? Mau bunuh lekas bunuh, akan ada teman-teman kami yang membalaskan kematian kami, yang akan melumatkan perkumpulanmu dan meratakan sarang kalian dengan bumi. Hayo, bunuhlah!"

Kim-hi Nio-cu menantang.

"Tua bangka gila, namaku bukan Liong-li kalau aku takut mampus!"

Kepala Pasukan Tanah juga menantang dengan pandang mata menghina. Khiu-pangcu menggaruk-garuk kepalanya.

"Wah, wah, hebat sekali. Hoa-guji, kalau anak buah kita tidak setabah mereka ini, sungguh kita harus merasa malu."

"Ji-pangcu (Ketua Ke Dua), boleh jadi mereka tidak takut mati, akan tetapi apakah Pangcu lupa bahwa ada sesuatu yang lebih ditakuti wanita daripada maut?"

Hoa-gu-ji berkata sambil tertawa menyeringai, memperlihatkan gigi yang sudah keropok dan kuning dekil.

"Hah? Ohhh.... he-he-hea....kau memang cerdik!"

Khiu-pangcu berkata dan sambil tertawa-tawa dia lalu berjongkok mendekati tubuh Kim-hi Niocu, menggunakan kedua tangan menggerayangi tubuh wanita cantik itu sambil mulai melepas-lepaskan pakaiannya. Sedangkan Hoa-gu-ji dengan lagak menjemukan juga menggerayangi tubuh Liong-li dan melepaskan kancing-kancing baju wanita cantik itu. Kim-hi Nio-cu dan Liong-li menjerit.

"Tua bangka! Apa yang kau lakukan ini? Lepaskan aku!"

Kim-hi Nio-cu berteriak.

"Keparat tak tahu malu, lepaskan aku!"

Liong-li juga menjerit-jerit, akan tetapi karena tak dapat bergerak, maka dia hanya terbelalak penuh kengerian.

"He-he-he, hendak kulihat, kau lebih suka dicemarkan atau berterus terang!"

Khiu-pangcu mengejek dan sudah mulai menanggalkan pakaian luar Kim-hi Nio-cu sehingga mulai nampaklah bentuk tubuhnya yang padat membayang di balik pakaian dalamnya yang tipis, dan nampak pula kulitnya yang putih halus dan menggairahkan itu.

"Jangan....! Kami.... akan berterus terang....!"

Akhirnya Kim-hi Nio-cu berteriak dengan suara lemah, tanda bahwa dia tidak mempunyai semangat untuk melawan lagi. Menghadapi kematian dia masih tabah, akan tetapi kalau harus dihina lebih dulu oleh kakek yang menjijikkan ini, benar-benar hebat dan dia tidak sanggup menghadapinya.

"Akan tetapi kau harus berjanji demi kedudukanmu bahwa kalau kami mengaku terus terang, kau tidak akan mencemarkan kehormatan kami."

Khiu-pangcu bangkit berdiri.

"He-he-he.... siapa sih yang masih haus akan tubuh perempuan muda? Aku sudah muak!"

"Tapi.... dia.... dia ini....!"

Liong-li menjerit. Hoa-gu-ji yang agaknya sudah bangkit berahinya itu mulai meraba celana dalam berwarna hitam yang amat kontras dengan paha yang putih mulus dari Liong-li.

"Hoa-gu-ji, kau benar-benar seperti kerbau! Hayo mundur!"

Khiu-pangcu membentak dan kakek tinggi kurus itu tersentak kaget, lalu bangkit dan mundur dengan muka merah menarik napas menahan nafsu berahinya yang berkobar dan jelas dia amat kecewa.

"Nah, ceritakanlah!"

Khiu-pangcu menghardik kepada Kim-hi Nio-cu.

"Harap.... bebaskan dulu kami.... bicara begini tidak enak...."

"Huhhh, dasar perempuan. Cerewet amat!"

Khiu-pangcu mengomel, akan tetapi tetap saja tangannya bergerak dua kali dan dua orang wanita muda cantik itu dapat bergerak, lalu cepat-cepat mereka memakai kembali pakaian luar mereka yang sudah ditanggalkan oleh dua orang kakek itu. Setelah, itu, barulah Kim-hi Nio-cu bercerita dengan suara lirih, karena sesungguhnya dia terpaksa mengalah.

"Kami belum mendapatkan harta Jenderal Kao. Kami bertemu dan bentrok dengan pesukan asing yang lihai, bahkan adik kami kepala Pasukan Kayu telah tewas ketika bertanding dengan pemimpin pasukan asing itu. Karena kami belum mendapatkan harta itu, maka kami mengejar Jenderal Kao dan dua orang puteranya yang kau tawan itu untuk menanyakan di mana adanya harta benda mereka yang tadinya mereka bawa dalam rombongan mereka dari kota raja."

"Aih, begitukah? Kalau begitu kita semua telah dipermainkan oleh keluarga Kao itu!"

Khiu-pangcu berkata marah.

"Hoa-gu-ji, seret mereka keluar dari perahu dan bawa ke sini!"

Hoa-gu-ji yang masih kecewa itu kini dengan kasar menyeret tubuh Kok Tiong dan Kok Han keluar dari perahu dan melemparkan tubuh mereka yang terbelenggu itu ke atas tanah di depan kaki Khiu-pangcu. Dua orang muda itu menggulingkan tubuh agar terlentang dan dapat melihat orang-orang yang menawannya. Mereka melihat dua orang wanita cantik itu dan menduga-duga siapa adanya mereka.

"Hayo katakan yang sebenarnya, di mana kalian menyembunyikan harta Ayah kalian yang tadinya kalian bawa dalam rombongan itu! Kalau tidak, jangan mengatakan Khiu-pangcu berlaku kejam, kalian tentu akan kusiksa di sini!"

Khiupangcu membentak marah karena dia merasa dipermainkan. Kok Han memandang dengan mata melotot.

"Sudah kukatakan padamu, terserah kamu percaya atau tidak!"

Pemuda ini membentak juga.

"Mau siksa, mau bunuh, siapa sih yang takut?"

Kok Tiong cepat berkata,

"Pangcu, kami adalah putera-putera seorang besar dan keluarga kami semenjak puluhan tahun terkenal sebagai keluarga pahlawan yang pantang untuk membohong, apalagi memberatkan harta benda! Sudah kami katakan bahwa kami tidak tahu siapa yang merampas harta kami, siapa pula yang menculik keluarga kami."

"Hemmm, agaknya kalian perlu diberi rasa sedikit. Bocah-bocah keras kepala, biarpun kalian putera-putera bekas Jenderal Kao Liang, akan tetapi agaknya kalian belum mengenal siapa aku, ya? Dan kalian belum mendengar tentang senjata rahasiaku Touw-kut-tok-ciam (Jarum Beracun Penembus Tulang)! Apakah kalian mau merasakannya?"

"Khiu-pangcu, kami kira mereka ini tidak berbohong. Perlu apa menggunakan jarum beracunmu yang mengerikan itu?"

Tiba-tiba Kim-hi Nio-cu mencela kakek itu.

"Ha-ha-he-he, agaknya kau sayang melihat ketampanan mereka, ya? Hoh ho, biar kalian juga melihat betapa hebatnya jarum Touw-kut-tok-ciam dari Khiu-pangcu, agar lain kali kalian bocah-bocah tidak berani kurang ajar melawan aku!"

Akan tetapi tiba-tiba kakek ini tidak melanjutkan tangannya yang hendak merogoh saku mengeluarkan jarum beracunnya,

Karena pada saat itu terdengar suara orang bersenandung, Ialu lewatlah seorang pemuda berpakaian abu-abu di tempat itu. Dua orang putera Jenderal Kao yang terlentang melihat pemuda ini dan hampir saja mereka mengira bahwa yang lewat itu adalah Suma-kongcu yang mereka cari-cari, karena suara itu hampir sama dengan suara senandung yang mereka dengar di atas tebing kemarin dulu. Akan tetapi orang ini pakaiannya abu-abu, tidak putih-putih, dan ketika mereka berdua memandang wajah itu, mereka tahu bahwa orang ini bukanlah Suma Kian Lee atau Suma Kian Bu yang pernah mereka lihat dan mereka kenal. Pemuda berpakaian abu-abu itu menghentikan senandungnya dan bahkan berhenti melangkah, lalu menghampiri mereka dengan wajah heran.

"Eh, ada terjadi apakah di sini? Mengapa kalian berdua tiduran di tanah yang kotor? Eh, bukankah kalian ini putera-putera Jenderal Kao Liang?"

Pemuda itu lalu menoleh dan memandang bergantian kepada dua orang wanita Garuda Hitam dan kepada Khiu-pangcu dan Hoa-gu-ji, kemudian dia mengerutkan alisnya dan menegur.

"Heiii, kenapa kalian menawan dua orang putera Jenderal Kao Liang ini? Ehem, tentu kalian mengincar harta benda mereka, bukan? Tolol, mereka itu adalah keluarga yang gagah perkasa dan bersih, harta benda mereka bukanlah hasil korupsi. Sama sekali bukan, melainkan harta yang bersih, hasil dari jerih payah dan keringat mereka sendiri. Ho-ho, kalian memang tolol, karena kalian sudah terlambat semua, harta itu telah berada pada Suma-kongcu."

"Eh, bocah lancang, kau tahu apa?"

Dukungan & Donasi

Bantu kami terus update dengan memberi dukungan melalui:

BCA 7891767327
Trakteer
Post a Comment