Jodoh Rajawali Chapter 07

NIC

"Itulah yang amat membingungkan, Ayah. Menghilangnya kepala pengawal, dan mayatnya pun tidak kita lihat, lalu disusul pertempuran di luar hutan antara orang-orang yang tidak kita kenal, yang kabur semua ketika kita dekati. Kemudian bentrokan antara tiga kekuatan di dalam celah itu, antara pasukan kita, wanita-wanita berlencana dan bercacah lukisan garuda serta orang-orangnya Hok-ciangkun. Mereka itu mati semua, tiga rombongan yang saling bertempur itu, akan tetapi keluarga kita dapat melarikan diri. Agaknya tidak mungkin pula kalau dibawa oleh sisa orang-orangnya Hok-ciangkun, karena kalau benar dugaan kita, Hok-ciangkun tentu bertugas untuk membasmi dan membunuh keluarga kita. Dan kalau harus diculik dulu, tentu terlalu merepotkan. Pula, kalau dibunuh di tempat itu, malah menimbulkan kesan seolah-olah dibasmi penyamun. Lalu ke mana mereka itu? Siapa yang menculik mereka, kalau memang benar diculik? Dan mengapa pula? Benar-benar saya menjadi bingung, Ayah."

"Agaknya oleh orang-orang yang bercacah lukisan garuda di tangannya itu. Kita belum tahu jumlah dan kekuatan mereka, belum mengenal pula siapa mereka,"

Kata Kok Han.

"Kurasa tidak mungkin, Han-te. Seperti kau lihat, Suma-kongcu yang lihai itu masih ada. Kalau dia, seperti kurasa begitu, ditugaskan oleh Kaisar untuk membantu pasukan Hok-ciangkun, melihat keluarga kita dibawa oleh wanita-wanita garuda itu, tentu dia akan turun tangan, tak mungkin dia diam saja tugas Hok-ciangkun digagalkan oleh wanita-wanita garuda itu. Kaulihat juga, dialah satu-satunya orang yang masih hidup di tempat tadi. Agaknya rombongan para wanita garuda itu dibunuhnya pula semua."

"Tapi, kalau benar begitu ke mana perginya ibu dan lain-lain? Kenapa dia tidak membunuh kita juga setelah dia melihat kita bertiga tadi? Aihhh, bingung aku setelah mendengar dugaan-dugaanmu Koko.!"

"Sudahlah,"

Jenderal Kao menyela.

"Tidak peduli itu semua, yang penting, kita harus dapat membekuk pemuda gila itu dan semuanya akan menjadi terang. Mari kita kejar dan cari dia!"

Kembali tiga orang yang sedang dicekam kegelisahan karena kehilangan keluarga itu melanjutkan (Lanjut ke pencarian mereka, keluar dari dusun menuju ke selatan. Mereka tiba di tepi sebatang sungai yang cukup besar yang menjadl cabang Sungai Huang-ho. Terhalang oleh sungai ini, Jenderal Kao termangu-mangu. Benarkah pengejaran mereka? Apakah Suma-kongcu lewat ke sini? Selagi dia bingung dan tidak tahu harus melanjutkan pengejaran ke mana, tiba-tiba mereka melihat sebuah perahu meluncur di tengah sungai dan dengan cepatnya perahu itu meluncur ke pinggir, ke arah di mana mereka berdiri.

Seorang bertubuh tinggi kurus mendayung perahu itu dan benar-benar luar biasa tenaganya karena kekuatan mendayungnya mampu melawan arus sungai yang cukup kencang di bagian yang menikung itu. Perahu itu bercat hitam, di ujungnya berkibar sebuah bendera kecil hitam pula. Dengan tangkas, orang tinggi kurus itu melemparkan sehelai tali yang dengan tepatnya mengait akar pohon di tepi sungai, kemudian, dalam jarak yang masih ada empat tombak jauhnya, sekali menggerakkan kakinya orang tinggi kurus itu telah meloncat ke darat. Jenderal Kao Liang terkejut dan diam-diam dia memuji. Ginkang yang luar biasa! Akan tetapi, sebelum Si Tinggi Kurus itu mengeluarkan suara, dan dia sedang memandang kepada Jenderal Kao bertiga sambil menyeringai, dari dalam perahu terdengar suara yang tinggi nyaring melengking,

"Inikah ikan-ikan itu, Hoa-gu? Mana yang lain-lain? Kelihatan ikan-ikan ini sudah kehilangan sisik-sisik dan sirip-siripnya, untuk apa lagi? Tidak ada gunanya. Mungkin kita sudah didahului nelayan-nelayan lain!"

Ucapan, itu seolah-olah percakapan nelayan,

Akan tetapi Jenderal Kao Liang yang memliiki banyak pengalaman itu maklum bahwa maksudnya bukan demikian. Pembicara itu menganggap mereka bertiga seperti ikan-ikan yang sudah kehilangan sisiknya, ar-tinya orang-orang yang sudah tidak mempunyai apa-apa yang berharga. Dan sebutan terhadap Si Tinggi Kurus itu pun aneh. Hoa-gu, berarti Kerbau Belang dan Si Tinggi Kurus itu kulit muka dan lehernya belang-belang, agaknya menderita penyakit panu yang sudah menahun dan sudah tak dapat disembuhkan lagi. Akan tetapi, biasanya orang-orang yang menggunakan julukan aneh-aneh memiliki kepandaian yang aneh pula, apalagi tadi Si Tinggi Kurus sudah mendemonstrasikan ginkang yang hebat. Maka dia berhatihati dan memberi isyarat kepada dua orang puteranya agar berhati-hati.

"Hemmm, tidak salah lagi, agaknya wanita itu yang sudah mendahului kita, Khiu-pangcu!"

Kata Si Tinggi Kurus sambil menoleh ke arah perahu. Jenderal Kao makin waspada. Orang di dalam perahu itu dipanggil pangcu, tentu seorang ketua dari perkumpulan golongan hitam.

"Ahhh, itu salahku sendiri, Hoa-guji! Kenapa kau tidak becus mengalahkan perempuan itu kemarin. Tapi lebih baik kau tanyakan mereka, kemana larinya wanita-wanita itu, agar kita dapat mengejar dan mencegat mereka sebelum mereka kembali ke sarang mereka!"

Tiba-tiba ada bayangan berkelebat. Jenderal Kao Liang menjadi kaget ketika tahu-tahu bayangan yang mencelat dari dalam perahu itu telah berdiri di depannya dan ternyata orangnya tidak seberapa, hanya seorang kakek tua yang bertubuh pendek kecil dan kelihatan lemah. Agaknya dengan sekali tamparan tangannya yang kuat, tubuh si kecil tua itu akan remuk! Akan tetapi tentu saja Jenderal Kao tidak setolol itu dan dia tahu bahwa si kecil ini malah lebih berbahaya daripada Si Tinggi Kurus! Jenderal Kao pura-pura tidak mengerti akan arti percakapan mereka tadi, maka dia mengangkat tangan memberi hormat sambil berkata,

"Harap maafkan, kami ingin sekali bertanya kepada Ji-wi, apakah Ji-wi ada melihat seorang pemuda berpakaian putih lewat di sini? Kami sedang mencarinya."

Kakek kecil itu tertawa dan melangkah maju.

"He-he, kami tidak melihat orang lain di sini, dan bukankah engkau ini Jenderal Kao Liang yang sudah ditendang keluar dari kota raja? He-hehe!"

Kata-kata dan sikap kakek ini menghina sekali. Kok Han sudah melangkah maju hendak mendamprat, akan tetapi ayahnya melarangnya dan Jenderal Kao Liang dengan tenang menjawab,

"Aku adalah Kao Liang, tepat seperti dugaanmu, sobat. Siapakah engkau, kudengar kau disebut pangcu. Engkau ketua dari perkumpulan apakah?"

"He-he, aku orang she Khiu hanya ketua yang ke dua, mewakili Twako (Kakak) untuk mengambil hartamu yang kau bawa dari kota raja. He-he, jenderal bekas, lekas kau katakan, di mana hartamu itu dan siapa yang membawanya?"

"Iblis hina dan busuk!"

Kok Han tak dapat menahan kemarahannya lagi mendengar ayahnya dihina seperti itu dan dia sudah menerjang ke depan dengan pedangnya, menusuk kakek kecil itu dengan jurus maut Tit-ci-thian-lam (Menuding ke Arah Selatan), pedangnya langsung meluncur ke, arah ulu hati kakek itu dengan kecepatan kilat sehingga nampak sinar berkelebat menyilaukan mata.

"He-he, bocah, kau boleh juga!"

Kakek kecil itu terkekeh, miringkan tubuhnya dan jari tangannya menyentil.

"Tringgggg....!"

"Ahhhhh!"

Kao Kok Han berseru kaget dan cepat dia meloncat ke belakang mengikuti ke mana pedangnya terpental karena pedang yang kena disentil oleh kuku jari tangan kakek itu hampir saja terlepas dari pegangannya.

"Iblis tua bangka!"

Teriak Kok Tiong yang menjadi marah dan orang muda ini pun telah menyerang dengan pedangnya dengan hebat. Namun dengan mudahnya kakek kecil itu mengelak, kemudian kakinya yang pendek kecil itu mengelak, hampir saja mencium lambung Kok Tiong kalau saja dari samping Jenderal Kao Liang tidak cepat menangkis dengan tangan kirinya.

"Dukkkkk!"

Jenderal Kao Liang merasa betapa lengannya yang bertemu dengan kaki itu merasa nyeri dan kesemutan, maka dia terkejut sekali, maklum bahwa kakek itu benar-benar amat lihai.

"He-he-he! Kiranya bekas Jenderal Kao masih belum kehilangan kepandaiannya! Akan tetapi seorang jenderal tanpa pasukan, mau bisa apakah?"

Kakek kecil itu mengejek dan kini Jenderal Kao Liang menjadi marah sekali.

"Engkau tentu seorang pangcu dari golongan perampok busuk!"

Teriaknya.

"Biarpun aku tidak memegang jabatan apa-apa, sudah menjadi kewajibanku untuk membebaskan rakyat dari gangguanmu!"

Jenderal itu sudah meloloskan pedangnya yang panjang, kemudian tanpa banyak cakap lagi dia menerjang dengan gerakan yang amat kuat dan cepat. Kakek kecil ini pun tidak berani memandang rendah, cepat dia rnengelak dan balas menyerang, akan tetapi dia masih saja terkekeh dan menghadapi jenderal tua ini dengan tangan kosong belaka. Kok Tiong dan Kok Han menerjang maju, akan tetapi mereka dihadang oleh kakek tinggi kurus yang sudah memegang sebatang dayung. Melihat ini, dua orang muda itu cepat memutar pedang mereka danmenyerang. Si Tinggi Kurus memutar dayungnya pula menangkis.

"Cringgggg! Tranggggg....!"

Bunga api berpijar dan dua orang muda itu maklum bahwa selain kakek tinggi kurus ini bertenaga besar, juga dayungnya itu ternyata bukan dayung kayu seperti biasa, melainkan dayung baja yang amat kuat pula. Terjadilah pertempuran hebat dan seru di tepi sungai itu. Jenderal Kao Liang memang seorang yang memilikl tenaga besar sekali, akan tetapi ilmu silatnya biarpun cukup tinggi, masih tldak selihai ilmu perangnya. Dia memutar pedangnya dengan cepat dan kuat sampai terdengar suara berdesingan dan pedang itu lenyap bentuknya, berubah menjadi sinar yang bergulung-gulung.

Akan tetapi ternyata kakek kecil itu memiliki ginkang yang luar biasa, tubuhnya berkelebatan, kadang-kadang seperti lenyap dari pandang mata Jenderal Kao sehingga membuat jenderal tua ini terkejut dan juga bingung. Betapapun juga, kakek kecil yang memandang rendah dan bersikap sombong itu, yang menghadapi Jenderal Kao Liang dengan tangan kosong belaka, juga tidak mudah merobohkan Sang Jenderal yang tubuhnya terlindung oleh sinar pedangnya. Lima puluh jurus telah lewat dan Jenderal Kao Liang masih terus menyerang lawannya dengan kemarahan yang berkobar-kobar. Dia maklum bahwa lawannya ini sedikit banyak tahu akan semua peristiwa yang menimpa keluarganya, maka ingin dia merobohkan lawan ini, kalau bisa tidak sampai membunuhnya agar dia dapat memaksanya mengaku. Akan tetapi, tubuh lawan ini terlalu cepat bergerak.

"He-he-he, jenderal yang tidak terpakai! Kau masih berani melawan terus?"

Posting Komentar