Istana Pulau Es Chapter 34

NIC

Khu Tek San mengangguk-angguk dan berkata,

"Biarpun demikian, berarti engkau adalah puteri Raja Khitan. Maya! Dan karena itu, engkau tidak boleh bersikap kurang ajar terhadap Kam-susiok. Dia adalah adik misan Raja Khitan! Selain itu, kalau tidak ada Kam-susiok ini, apakah, kaukira kita dapat selamat?"

"Cukuplah, Khu-ciangkun. Di sebelah depan ada rombongan orang, sebaiknya kita melanjutkan perjalanan dan menyusul rombongan itu. Aku ingin tahu siapakah mereka yang lewat di daerah sunyi ini,"

Kata Han Ki.

"Baiklah, Susiok."

Khu Tek San lalu mengajak Maya mengejar Han Ki yang sudah membalapkan kudanya. Maya menurut dengan mulut cemberut.

Entah mengapa, dia merasa tidak senang kepada Han Ki semenjak pemuda itu muncul dengan gaya yang dianggapnya sombong dan angkuh, yang dianggapnya tidak menaruh perhatian sama sekali terhadap dirinya! Pandang mata pemuda itu menyapu lewat begitu saja seolah-olah dia hanyalah sebuah patung yang tiada harganya untuk dipandang dengan perhatian. Pemuda itu sama sekali tidak memperhatikannya! Pemuda itu sombong dan dia membencinya! Khu Tek San diam-diam merasa kagum sekali ketika tak lama kemudian melihat bahwa benar-benar terdapat serombongan orang di sebelah depan. Ia kagum akan ketajaman mata dan telinga pemuda yang menjadi susioknya itu. Hal ini saja menebalkan dugaannya bahwa pemuda ini tentu memiliki kepandaian yang luar biasa tingginya!

Mereka bertiga menahan kuda ketika melewati rombongan itu. Melihat pakaian dan bendera yang terpasang di atas sebuah kereta, tahulah Khu-ciangkun dan Han Ki bahwa rombongan itu adalah serombongan piauwsu yang mengawal barang-barang dalam kereta itu. Mereka terdiri dari tujuh orang yang bersikap gagah dan bendera yang berkibar di atas kereta dihias lukisan sebatang golok dengan sulaman benang perak, di bawah golok ditulisi huruf "Gin-to Piauw-kiok" (Perusahaan Pengawal Golok Perak). Melihat datangnya tiga orang penungang kuda, tujuh orang piauwsu itu dengan sikap tenang dan waspada sudah menjaga kereta dan mata mereka memandang ke arah Khu Tek San penuh selidik. Panglima she Khu ini sudah mendengar akan kegagahan para piauwsu "Golok Perak", maka ia cepat menjura dan berkata,

"Cu-wi Piauwsu hendak mengantar barang ke manakah?"

Kecurigaan tujuh orang itu berkurang ketika mereka menyaksikan sikap Khu Tek San yang ramah dan sopan, juga Khu-ciangkun tampak gagah perkasa, sedangkan Kam Han Ki biarpun membawa pedang di punggungnya namun kelihatan halus sikapnya, halus dan tampan, tidak patut menjadi anggauta perampok, apalagi Maya, gadis cilik itu. Pemimpin mereka, seorang yang dahinya lebar, membalas penghormatan Khu Tek San sambil berkata,

"Kami tujuh orang piauwsu dari Gin-to Piauw-kiok hendak pergi ke kota raja, mengantar barang-barang sumbangan untuk istana Kaisar. Tidak tahu siapakah Sam-wi yang terhormat dan hendak, pergi ke manakah?"

Khu Tak San maklum bahwa orang itu sengaja mempergunakan nama "Istana kaisar"

Untuk menggertak kalau-kalau ada niat jahat hendak merampok kereta, maka ia tersanyum dan berkata,

"Harap Cu-wi tidak usah khawatir. Aku orang she Khu bukanlah perampok, maka tidaklah perlu Cu-wi menyebut nama istana Kaisar. Ha-ha-ha!"

Akan tetapi pemimpin piauwsu itu cepat berkata dengan suara tegas.

"Kami harap Khu-sicu tidak mentertawakan kami karena sesungguhnyalah bahwa yang kami kawal adalah barang-barang sumbangan dari para pedagang dan pembesar daerah kami untuk Kaisar."

Tertariklah hati Khu Tek San. Ia adalah seorang panglima dan bahkan, seorang yang mempunyai kedudukan cukup penting di kota raja, sebagai pembantu Menteri Kam, maka cepat dia bertanya.

"Maafkan kalau tadi aku salah duga. Akan tetapi ada terjadi urusan apakah dikota raja maka para pedagang dan pembesar mengirim sumbangan kepada Kaisar?"

"Aihhh! Agaknya Sam wi telah lama meninggalkan selatan!"

Pimpinan piauwsui itu berseru heran.

"Kota raja telah ramai dan dalam keadaan pesta pora karena Kaisar akan merayakan permikahan seorang di antara puteri puteri istana. Siapakah yang tidak mendengar bahwa Kaisar akan menghadiahkan puteri tercantik, kembangnya istana, Puteri Song Hong Kwi kepada Raja Yucen"

"Ouhhh....!"

"Susiok....! Kau..... kau.... kenapakah....."

Tiba-tiba Tek San meloncat turun dari kudanya dan menangkap kendali kuda yang diduduki Han Ki karena tiba tiba saja pemuda itu duduk miring di atas kudanya dan kudanya hendak lari karena kendalinya tidak dikuasai Han Ki.

"Ahhh...., tidak apa-apa...."

Han Ki berkata, ia sudah dapat menguasai kembali hatinya yang terguncang hebat mendengar keterangan piauwsu itu. Akan tetapi wajahnya menjadi pucat sekali dan dahinya berkeringat.

"Mari.... kita melanjutkan perjalanan secepatnya!"

Khu Tek San masih merasa heran menyaksikan pemuda itu yang tiba tiba menjadi pucat dan muram wajahnya. Akan tetapi dia tidak berani bertanya dan mendengar ajakan Han Kit dia berkata,

"Rombongan piauwsu ini mengawal barang barang sumbangan untuk istana. Sudah menjadi kewajiban kita untuk membantu mereka menyelamatkan barang barang ini sampai ke istana. Sebaliknya kita melakukan perjalanan bersama mereka."

Alasan itu kuat sekall dan Han Ki yang tidak ingin terbuka rahasia hatinya, mengangguk.

Tujuh orang piauwsu itu girang sekali ketika rmendengar pengakuaan Khu Tek San bahwa dia adalah seorang Panglima Sung dan hendak memperkuat pengawalan atas barang barang yang hendak disumbangkan kepada Kaisar. Maka berangkatlah rombongan yang kini terdiri dari sepuluh orang itu. Di sepanjang perjalanan, Maya mendapat kenyataan betapa terjadi perubahan besar sekali atas diri Han Ki. Dia membenci pemuda yang dianggapnya sombong itu, akan tetapi entah mengapap dia selalu memperhatikan Han Ki. Tanpa disadarinya, dia selalu memandang dan memperhatikan pemuda yang "dibencinya"

Itu sehingga delapan orang teman seperjalan dan yang lain seolah olah tidak tampak lagi olehnya! Karena selalu menaruh perhatian secara diam diam inilah yang membuat Maya dapat mellhat perubahan hebat atas diri Han Ki.

Pemuda itu kelihatan murung sekali dan seperti bunga melayu dan mengering kekurangan air. Pemuda itu tidak lagi mau bercakap-cakap, selalu menjauhkan diri di waktu mereka beristirahat, duduk menjauh lalu termenung dengan alis berkerut. Bahkan Han Ki jarang sekali mau makan kalau tidak didesak desak olehh Tek San yang juga merasa heran dan khawatir akan keadaan pemuda itu yang selalu mengelak kalau ditanya. Di waktu malam Maya melihat betapa Han Ki tidak permah tidur, duduk melamun menggigit kuku jari tangan atau menggigiti sebatang rumput yang dicabutnya dari dekat kaki. Bahkan sering kali Maya mendengar dia menarik napas panjang dan mengeluh lirih, keluhan yang mengandung rintihan seolah olah pemuda itu merasa berduka sekali, rasa duka yang ditahan tahan dan hendak disembunyikan dari orang lain.

Kadang kadang Maya melihat pemuda itu mengusapkan punggung tangannya ke depan mata sehingga ia dapat menduga bahwa pemuda itu telah menangis sungguhpun tak permah ia dapat melihat air matanya.Memang amat berat penanggungan yang diderita di hati Han Ki. Ketika mendengar penuturan piauwsu tentang hendak dinikahkannya Puteri Sung Hong Kwi, seolah olah ada petir menyambar kepalanya, langsung memasuki jantung Menghanguskan hati dan menghancurkan perasaannya. Hong Kwi, kekasihnya itu, akan dikawinkan dengan Raja Yucen! Membayangkan wanita satu satunya di dunia ini yang dicintanya sepenuh hati dan nyawanya menjadi isteri orang lain membuat Han Ki merasa tertusuk perasaannya dan ia seolah olah kehilangan gairah hidup. Kalau saja Hong Kwi adalah seorang gadis biasa, tentu dia tidak akan segelisah itu.

Posting Komentar