Halo!

Istana Pulau Es Chapter 27

Memuat...

"Apakah engkau Bibi Kam Kwi Lan yang berjuluk Mutiara Hitam?"

Maya bertanya kepada Mutiara Hitam sambil memandang penuh kagum. Mutiara Hitam yang masih menodong Raja Yucen, juga terheran-heran menyaksikan bocah perempuan yang memiliki gerakan demikian ringannya, mengalahkan kedua orang muridnya.

"Siapa engkau? Dan siapakah orang gagah di bawah itu?"

Tek San juga melompat ke atas batu besar lalu menjura dengan hormat.

"Teecu Khu Tek San murid Suhu Kam Liong memberi hormat kepada Sukouw (Bibi Guru) dan Paman Guru berdua dan berterima kasih atas pertolongan Ji-wi."

"Ahhh....!"

Mutiara Hitam tercengang dan juga girang mendengar bahwa laki-laki perkasa yang tadi berusaha menolong murid-muridnya adalah murid kakaknya sendiri! "Dan bocah ini....?"

"Dia adalah keponakan Sukouw sendiri, Puteri Maya....!"

"Aihhh....!"

Seruan Mutiara Hitam ini mengandung isak tertahan dan tangan kanannya meraih kepala Maya dan dipeluknya anak itu sejenak, sedangkan tangan kirinya masih "menelikung"

Raja Yucen.

"Heeiii! Mutiara Hitam, lepaskan kami! Bukankah kami sudah membebaskan Khu-ciangkun dan tiga orang bocah itu?"

"Nanti dulu, Sri Baginda. Kami belum aman. Anakku, Maya, marilah engkau ikut bersama bibimu."

Akan tetapi Maya berpendirian lain. Begitu bertemu dengan dua orang murid bibinya, dia merasa tidak suka. Mereka itu berwatak angkuh! Dan dia sudah merasa kagum dan suka sekali kepada Khu Tek San, maka ia menggeleng kepala dan berkata,

"Terima kasih, Bibi. Akan tetapi aku ingin pergi bersama Khu-ciangkun!"

Mutiara Hitam menghela napas panjang. Dia adalah seorang wanita gagah perkasa yang tidak suka cerewet. Sekali mengambil keputusan tidak dirobah lagi, dan sekali mendengar keputusan keponakannya, tidak banyak berbantah lagi. Hatinya masih tetap keras dan angkuh.

"Baiklah, Maya. Engkau ikut dengan Khu-ciangkun dan menghadap Pek-humu (Uwamu) Kam Liong pun sama saja. Nah, Khu-ciangkun, pergilah dulu bawa Maya ke selatan. Kami yang tanggung bahwa orang-orang Yucen tidak akan mengganggu perjalanan kalian."

Khu Tek San memberi hormat, kemudian menggandeng tangan Maya sambil berkata,

"Marilah kita pergi!"

Keduanya melompat turun dari batu besar itu dan berlari pergi. Tidak ada seorang pun yang berani menghalang. Akan tetapi Khu Tek San yang mencari-cari dengan matanya, tidak melihat adanya pemuda muka kuda yang tadi muncul bersama Raja Yucen, pemuda yang menurut Maya bernama Siangkoan Lee dan yang membunuh kurirnya. Setelah menanti agak lama sehingga ia merasa yakin betul bahwa Khu Tek San dan Maya sudah pergi jauh, Mutiara Hitam melepaskan dengan Raja Yucen, juga suaminya melepaskan pundak kedua orang panglima tinggi yang sama sekali tak mampu bergerak ketika dicengkeramannya tadi. Mutiara Hitam menjura kepada raja itu dan berkata,

"Harap Sri Baginda maafkan kami. Kalau menurutkan nafsu hati, agaknya Paduka sudah kami bunuh mengingat akan tewasnya kakakku Raja Khitan di tangan kalian...."

"Ahhhh, tuduhan keji itu!"

Raja Yucen membentak marah.

"Raja Khitan dan kami pada saat terakhir berjuang bahu-membahu menghadapi gelombang serbuan bangsa Mongol sampai Raja Khitan gugur! Bukan kami yang membunuhnya!"

Mutiara Hitam dan suaminya saling pandang, kemudian Mutiara Hitam berkata,

"Siapapun yang membunuhnya, kakakku ini gugur dalam perang maka saya pun tidak akan menyalahkan siapa-siapa. Akan tetapi, kami tidak menanam permusuhan dengan siapa juga, dengan Raja Yucen pun tidak, maka harap saja Sri Baginda tidak melanjutkan sikap memusuhi kami dan memerintahkan kepada anak buah Paduka agar kelak tidak lagi mengganggu kami! Raja itu bersungut-sungut.

"Musuh kami hanya negara lain, bukan perorangan. Apa untungnya bermusuhan dengan Mutiara Hitam? Asal engkau tidak mengganggu keamanan di wilayah kami, perlu apa kami memusuhimu?"

"Bagus, dengan demikian kita sudah saling mengerti. Nah, selamat tinggal, Sri baginda dan maaf sekali lagi!"

Mutiara Hitam menyambar tangan Yan Hwa sedangkan suaminya menggandeng tangan Ji Kun, kemudian mereka berkelebat lenyap ditelan kegelapan malam.

"Sialan!"

Raja Yucen membanting-banting kaki.

"Turunkan aku....! Goblok kalian semua begini banyak orang tak berguna menghadapi dua orang saja! Aku harus menegur Raja Sung! Tidak patut memata-matai kerajaan sahabat sendiri! Apa-apaan ini? Kalau tidak ada penyelesaian yang memuaskan, kugempur wilayah Sung!"

Raja itu mencak-mencak dan marah-marah.

Karena sudah bertemu dengan keponakannya, Puteri Maya, maka Mutiara Hitam dan suami serta murid-murid tidak melanjutkan perjalanan ke Go-bi-san dan mereka lalu kembali ke puncak Gunung Yin-san di mana terdapat sebuah guha besar yang pernah mereka pergunakan sebagai tempat tinggal. Melihat betapa pergolakan dan perang antara suku-suku di utara masih terjadi di mana-mana. Mutiara Hitam ingin mengasingkan diri saja di Yin-san agar dia dan murid-muridnya tidak terlibat. Akan tetapi, dapat dibayangkan betapa kaget dan marah hati Mutiara Hitam ketika ia dan suaminya bersama dua orang muridnya tiba di depan guha di puncak Yin-san, dan melihat seorang kakek dan nenek hidung mancung telah menempati guha itu dan kini menyambut kedatangan mereka dengan senyum mengejek.

"Kalian siapakah? Mau apa di sini?"

Mutiara Hitam membentak sambil memandang tajam. Karena sekali pandang saja ia dapat mengenal laki-laki dan perempuan itu sebagai bangsa India atau Nepal, maka dia menegur dalam bahasa India. Kakek tinggi kurus berkulit hitam arang itu tertawa.

"Ha-ha-ha, selamat datang, Mutiara Hitam! Beberapa tahun yang lalu, pernah kita saling jumpa di pondok guru kami!"

Tang Hauw Lam menepuk dahinya, memandang kepada isterinya dan berseru,

"Wah-wah-wah, bukankah kalian ini murid tukang membuat senjata yang berkaki pincang itu? Kalian murid-murid pertapa Naragita di Himalaya, bukan?"

Mutiara Hitam teringat dan dia bertukar pandang dengan suaminya, mata mereka sejenak berseri dan Mutiara Hitam berkata,

"Aihh, kebetulan sekali!"

"Heh-heh-heh!"

Nenek India yang bernama Nila Dewi terkekeh.

"Memang kebetulan bagi kami akan tetapi tidak kebetulan bagimu, Mutiara Hitam!"

Mutiara Hitam mengerutkan alisnya, wajahnya berubah dingin dan dia berkata,

"Kami sudah mengenal guru kalian, akan tetapi tidak tahu siapa nama kalian?"

"Aku Nila Dewi dan dia ini Mahendra,"

Jawab Si Nenek India.

"Maksud kedatangan kalian?"

Melihat sikap dingin penuh ancaman dari Mutiara Hitam ini, kakek India itu lalu berkata,

"Wah, kami melihat sepak terjangmu ketika engkau membuat Raja Yucen tidak berdaya, Mutiara Hitam. Kami kagum bukan main! Makin tua Mutiara Hitam makin hebat saja, benarbenar seperti mutiara tulen, makin tua makin mengkilap!"

"Mahendra, tidak perlu banyak menjilat. Katakan saja terus terang, mau apa kalian datang dan agaknya mengambil tempat kami?"

Mahendra tertawa, akan tetapi ketawanya ini agak dipaksakan, untuk menutupi rasa gentarnya terhadap wanita sakti itu.

"Mutiara Hitam, di depan Raja Yucen, suamimu mengatakan bahwa kehilangan murid mudah mencari gantinya. Memang benarkah begitu. Banyak sekali calon-calon murid baik di dunia ini, akan tetapi selain jarang ada pengganti raja, juga jarang bisa mendapatkan tempat tinggal begini nyaman dan enak seperti guha di puncak ini!"

Mutiara Hitam mengerutkan sepasang alisnya lalu digerak-gerakkan. Tidak suka ia mendengar ucapan plintat-plintut direntang panjang itu.

"Mahendra, jangan seperti penjual obat, katakan kehendak kalian!"

"Mutiara Hitam, kami mencontoh perbuatanmu terhadap Raja Yucen. Kami mendahului kalian menduduki tempat ini dan hanya akan kami kembalikan kepadamu kalau kalian suka menukar tempat ini dengan...."

Dua orang India itu tertawa-tawa dan memandang kepada Can Ji Kun dan Ok Yan Hwa!

"Tukar apa? Hayo katakan jangan banyak tingkah!"

Mutiara Hitam membentak.

"Di tukar dengan dua orang muridmu. Bukankah suamimu bilang bahwa kehilangan murid mudah dicari gantinya dan...."

"Wah-wah-wah, Mahendra benar-benar pandai membadut dan pandai bicara sekarang! Eh, Hitam Jangkung! Kau katakan, kalau kami tidak mau memberikan murid-murid kami, lalu bagaimana?"

Tang Hauw Lam bertanya sambil tertawa.

"Kami pun tidak memberikan tempat ini!"

Jawab Mahendra dan bernama Nila Dewi dia lalu siap menjaga di depan guha. Mutiara Hitam dan suaminya pernah mendengar akan praktek-praktek keji yang dilakukan orang-orang segolongan pertapa Himalaya yang bernama Naragita itu, yaitu penghayatan ilmu hitam yang membutuhkan pengorbanan darah dan jiwa anak-anak yang bertulang baik seperti dua orang murid mereka itu. Akan tetapi Mutiara Hitam dan suaminya masih bersabar dan setelah saling pandang dan bermufakat dalam sinar mata mereka, Mutiara Hitam lalu berkata,

"Nila Dewi dan Mahendra, orang-orang macam kita tidak menyelesaikan urusan dengan kata-kata, melainkan dengan perbuatan. Nah, coba kalian kalahkan kami. Kalau kami kalah, biarlah kami tidak akan merintangi murid-murid kami kalian bawa."

"Bagus! Ini namanya ucapan orang gagah! Mutiara Hitam, kami makin kagum saja kepadamu,"

Kata Mahendra.

Dukungan & Donasi

Bantu kami terus update dengan memberi dukungan melalui:

BCA 7891767327
Trakteer
Post a Comment