Halo!

Dendam Si Anak Haram Chapter 31

Memuat...

“Cringgg...... Tranggg !” Gin-san-kwi Lu Mo Kok dan Kim I Lohan mencelat mundur dengan muka

pucat. Si kipas perak memandang kipasnya yang robek di dua tempat, sedangkan hwesio itu memandang tongkatnya yang telah buntung. Sementara itu, tubuh Kwan Bu berkelebat lenyap, hanya tampak bayangan sinar pedang merah yang berada di tangannya. Dua orang busu itu menghela napas panjang. Belum pernah selama hidup mereka yang berkelana di dunia kang-ouw dan membuat nama besar, mereka bertemu dengan seorang pemuda remaja yang memiliki kepandaian sehebat itu.

Mereka sebagai ahli-ahli silat kelas tinggi maklum bahwa kalau pemuda itu menghendaki, tadi pedang merah darah yang luar biasa itu tentu sudah merobohkan dan menewaskan mereka berdua. Mereka segera lari dari tempat itu untuk membantu para pengawal menghadapi serbuan para kaum pemberontak. Ketika melompat ke atas genteng gedung tikoan, di dalam kegelapan malam yang tersinar cahaya bulan remang-remang, Kwan Bu melihat bayangan-bayangan berkelebatan cepat keluar dari gedung. Ia mengenal bayangan Koai-Kiam-Tojin Ya Keng Cu, Sin-jiu Kim-wan Ya Thian Cu, Ban-eng-kiam Yo Ciat dan belasan orang lain yang rata-rata memiliki gerakkan cepat dan ringan. Dan hatinya lega ketika melihat Bu Keng Liong bersama mereka. Bu Keng Liong melihat pula berkelebatnya Kwan Bu, maka ia cepat berkata.

“Kwan Bu...... kau...... pergi tolong Siang Hwi !” Ternyata pihak pegawal yang jumlahnya banyak

sekali, lebih lima puluh orang, merupakan lawan yang terlalu berat bagi para penyerbu ini, maka setelah berhasil membebaskan Bu Keng Liong, mereka membujuk Bu Taihiap untuk pergi tanpa berhasil membebaskan Siang Hwi yang dikurung dalam tempat tahanan terpisah.

Kwan Bu menyelinap dan melompat turun ke ruangan belakang. Ia melihat betapa para pengawal melakukan pengejaran dan di sana-sini terdapat tubuh orang-orang terluka tewas yang malang melintang. Tadi ia melihat rombongan penyerbu hanya membawa tiga orang terluka, maka kini melihat belasan orang pengawal luka atau tewas, diam-diam ia kagum akan keberanian dan kelihaian para kaum anti kaisar itu. Ketika ia melayang turun, ia melihat seorang terhuyung-huyung. Ia cepat menghampiri dan ternyata orang itu adalah Liu Kong! Pemuda ini berdarah bajunya, teluka pundak dan pangkal lengan, mukanya pucat. Kwan Bu gemas melihat pemuda ini, dan ia tidak tahu pemuda ini terluka oleh pihak penyerbu ataukah pihak pengawal. Namun ia tidak perduli, hanya cepat bertanya.

“Liu Kong, lekas katakan dimana adanya nona Siang Hwi! Ayahnya minta supaya aku menyelamatkannya!” Ketika melihat Kwan Bu muncul tiba-tiba, Liu Kong terkejut. Ia masih tidak suka terhadap Kwan Bu, akan tetapi ia maklum bahwa kiranya hanya pemuda anak haram yang dibencinya inilah yang akan dapat menolong Siang Hwi. Ia menuding ke arah selatan dan berkata suaranya lemah,

“Sumoi, dilarikan Ma Chiang ke sana, aku berusaha menghalangi akan tetapi... tak berhasil......

malahan terluka ” Kwan Bu tidak menanti lebih lama lagi, tubuhnya berkelebat dan lenyap dari

depan Liu Kong. Pemuda ini menarik napas panjang dan merasa kecewa serta menyesal mengapa ia tidak bisa mendapat guru pandai sehingga tidak memiliki kepandaian selihai Kwan Bu.

“Lepaskan aku......! Lepaskaaannn. !” Jerit ini melengking keluar dari mulut Siang Hwi. Tubuhnya

lemas tak mampu meronta karena ia telah ditotok, dan hanya matanya saja yang terbelalak lebar dan mulutnya menjerit-jerit ketika ia diikat pada tiang rumah itu dan sambil tertawa menyeringai Sam-tho-eng Ma Chiang merenggut robek bajunya sehingga tampak baju dalamnya yang tipis. Laki- laki cebol muka hitam pemilik rumah itu berdiri di dekat Ma Chiang sambil memandang dengan mata penuh gairah pula.

“Heh-heh, nona manis. Masih jugakah engkau berkeras kepala tidak mau menuruti kehendakku? Ingatlah, engkau akan kujadikan isteriku, isteri seorang busu dan hidup seperti puteri di istana kaisar! Ayahmupun akan diampuni dan diberi kedudukan! Akan tetapi, kalau engkau tidak suka dan tetap menolak, engkau akan menderita siksaan dari sekarang, mati sekerat demi sekerat dalam keadaan mengerikan!”

“Tidak sudi! Kau muka tikus menjemukan, lebih baik kau bunuh aku!” Teriak Siang Hwi dengan pandang mata penuh kebencian.

“Sam-tho-eng, kenapa banyak membantah? Paksa saja dengan kekerasan, apa sukarnya? Setelah engkau baru aku!” kata si cebol muka hitam sambil mejilat-jilat bibirnya. Ia sudah mengilar melihat dara yang cantik jelita itu, apalagi setelah kini baju luarnya robek dan tampak baju dalamnya yang membayangkan bentuk tubuh menggairahkan.

“Aaahh, Gak boan, aku tidak ingin menggunakan kekerasan, aku ingin dia menyerahkan diri kepadaku dengan sukarela!” bantah Sam-tho-eng Ma Chiang yang sudah tergila-gila kepada Siang Hwi. Biasanya, busu yang mata keranjang ini kala tergila-gila seorang wanita cantik, tidak perduli wanita itu isteri lain orang atau gadis, lalu mempergunakan kekerasan memaksa dan memperkosanya. akan tetapi terhadap Siang Hwi, ia mempunyai keinginan lain. Ia benar-benar jatuh hati kepada gadis ini dan menghendaki agar gadis ini menyerahkan diri bulat-bulat secara suka rela untuk dijadikan isterinya!

“Tidak sudi! Sampai mampus aku tidak sudi! Lebih baik kau bunuh, aku tidak takut mati!” Siang Hwi berteriak-teriak lalu memaki dua orang itu. Sam-tho-eng Ma Chiang marah sekali, akan tetapi ia tetap tidak memperlihatkan kemarahannya, bahkan tersenyum menyeringai dan berkata.

“Bu Siang Hwi, kau benar-benar tidak tahu dicinta orang! Ketahuilah bahwa ayahmu dan kau sudah dicap pemberontak dan tak dapat tiada tentu akan dihukum mati. akan tetapi kalau engkau suka membalas cinta kasihku, suka menjadi isteriku, aku Sam-tho-eng Ma Chiang, busu yang terkenal di kota raja, akan mampu membebaskan kau dan ayahmu, tidak dihukum mati bahkan akan mendapat kedudukan mulia dan terhormat di kota raja. apa kau tidak ingat kepada ayahmu? apa kau tidak ingin menjadi anak berbakti yang menyelamatkan ayahmu dan mungkin ibumu juga? Karena keluarga pemberontak tentu akan dibasmi semua sampai habis.”

“Monyet kau! Kadal tua Bangka tak tahu malu! Kau sudah mau mampus, sudah keriputan, buruk rupa, mukamu seperti kadal buduk, tubuhmu kurus seperti cecak kering, tidak menengok tengkuk! apa kau tidak pernah bercermin? Tua Bangka macam engkau hendak menjadi suamiku? Phuuuhhh, lebih baik aku mati. ayahpun lebih senang mati dari pada mempunyai mantu macammu. Cih, tak bermalu!” Siang Hwi memang pada dasarnya seorang gadis lincah yang pandai bicara dan galak, maka kini dalam keadaan marah ia menerocos dan memaki-maki. Muka Ma Chiang yang ciut seperti muka tikus itu menjadi merah sekali saking marahnya.

“Gak Boan, siapkan mejanya!” bentaknya. Gak Boan, laki-laki cebol muka hitam itu membelalakan matanya dengan ngeri .

“Ah, sayang sekali, perlukah itu...?” Ia meragu. Mata Ma Chiang melotot.

“Lekas lakukan perintahku!” bentaknya dan Gak Boan menggerakkan pundaknya lalu pergi. Gak Boan ini adalah seorang tokoh bajak, bekas tangan kanan Ma Chiang yang dahulunya sebelum menjadi busu adalah seorang kepala bajak sungai Huang-ho yang terkenal. Tak lama kemudian, si cebol ini datang lagi memasuki ruangan itu, lengan kanannya mengempit sebuah meja. Meja yang besar dari kayu tebal, beratnya tidak kurang dari seratus kati. Dapat mengempit meja ini dengan tidak banyak susah seperti orang membawa benda ringan saja, dapat diketahui bahwa orang cebol ini memiliki tenaga yang kuat sekali. Meja itu diletakkan di tengah ruangan.

“Bocah yang tidak tahu disayang, engkau sendiri yang memilih jalan menuju neraka!” demikian Sam- tho-eng Ma Chiang mengomel lalu menghampiri Siang Hwi.

Sekali tangannya bergerak, ia sudah merenggut putus tali yang mengikat Siang Hwi pada tihang itu, lalu mengempit tubuh gadis itu, membawanya ke arah meja yang berdiri di tengah ruangan. Siang Hwi memandang dengan mata melotot penuh kemarahan untuk menyebunyikan rasa ngerinya. Ia tidak tahu dan tidak dapat menduga apa yang hendak dilakukan si muka tikus ini dan karena itulah ia tegang dan ngeri. Dengan gerakan kasar Ma Chiang melempar tubuh Siang Hwi ke atas meja dan mengikat kaki tangan gadis yang lemah itu dengan tali panjang dengan keempat kaki meja. Karena ini keadaan Siang Hwi menyedihkan sekali, tak dapat bergerak, kaki tangannya agak terpentang dan tak dapat digerakkan lagi. apa lagi memang totokan pada tubuhnya masih belum bebas.

“Ambil kurungan itu!” kata pula Ma Chiang kepada Gak Boan. Wajah yang hitam itu menjadi makin hitam sepasang matanya melotot penuh ketegangan. Akan tetapi Gak Boan tidak berani membantah bekas pemimpinnya dan pergi dari situ. Tak lama kemudian ia sudah kembali dan membawa sebuah kurungan yang di dalamnya terdapat dua ekor tikus besar sebesar kucing! Tikus itu liar dan meronta- ronta di dalam kurungan minta keluar, mencicit dengan mata merah dan beringas. Sudah lima hari tikus-tikus ini tidak diberi makan, karenanya selain juga kelaparan juga amat liar dan ganas. Melihat tikus-tikus dalam kurungan ini, tersedak napas Siang Hwi. Gadis ini memandang dengan mata terbelalak, dadanya berombak, mukanya pucat dan ia merasa ngeri sekali.

Dukungan & Donasi

Bantu kami terus update dengan memberi dukungan melalui:

BCA 7891767327
Trakteer
Post a Comment