Halo!

Dendam Si Anak Haram Chapter 29

Memuat...

“Eh, Bhe Kwan Bu, setelah ucapanmu yang membela Bu Keng Liong tadi, kini apakah kehendakmu datang ke sini?” Ciam Taijin menghadapi Kwan Bu dan bertanya, matanya memandang penuh perhatian. Sikap, kegagahan, dan keberanian pemuda ini amat menarik hatinya, ia sangsi apakah bocah ini memiliki kepandaian yang berarti, sungguh pun terbukti ia dapat masuk taman itu tanpa diketahui para penjaga.

“Taijin, hamba percaya akan keadilan paduka membebaskan Bu Keng Liong dan puterinya, Bu Siang Hwi. Dengan memberi kebebasan kepada ayah dan anak itu, maka seluruh dunia kang-ouw akan makin kagum pada paduka dan akan menganggap paduka sebagai pembesar yang benar-benar adil dan awas, tidak menghukum orang-orang yang tidak berdosa.” Sam-tho-eng Ma Chiang yang tergila- gila pada Siang Hwi, tentu saja menjadi khawatir kalau-kalau atasannya itu akan terbujuk dan benar- benar membebaskan gadis yang denok itu. Ia tahu akan watak Ciam Taijin yang suka akan orang- orang gagah, maka ia cepat-cepat menghardik.

“Eh, bocah yang masih ingusan! Engkau benar-benar sudah bosan hidup, ya? Kau anggap siapakah engkau ini, berani sekali menjual lagak di depan kami? siapa namamu tadi? Bhe Kwan Bu, bekas pelayan keluarga Bu dan... bocah haram pula? Apa kau tidak tahu siapa aku? Hayo lekas minggat dari sini. Sebelum dengan sekali pukul kepalamu akan kuhancurkan!” Kwan Bu tersenyum dengan tenang.

“Engkau seorang busu kerajaan, hal itu mudah saja dikenal. Kalau semua busu kerajaan seperti ini sikapnya, tidaklah aneh bahwa nama kerajaan menjadi makin suram. Busu termasuk seorang perajurit, betapa pun tinggi pangkatnya. Dan kewajiban seorang perajurit adalah membela Negara dan melindungi rakyat, terutama melindungi rakyat. Apa artinya kerajaan tanpa rakyat? Akan tetapi engkau malah memperlihatkan sikap galak dan sewenang-wenang bagaimana rakyat dapat menyukai perajurit macam ini?” Sam-tho-eng Ma Chiang marah dan tubuhnya sudah bergerak hendak menyerang, akan tetapi kembali terdengar suara Ciam Taijin.

“Ma-busu, jangan terburu nafsu. Mundurlah!” Dan seperti Liu Kong tadi, Ma Chiang menahan diri dan mundur, hanya matanya yang melotot ke arah Kwan Bu. Ciam Taijin tertarik sekali mendengarkan kata-kata pemuda itu. Sungguh merupakan ucapan yang sangat berani, akan tetapi tak dapat disangkal kebenarannya. Ia sendiri sudah merasakan dan mengerti apa yang menyebabkan pemberontakan-pemberontakan yaitu karena rakyat merasa tidak puas dengan tingkah laku para petugas negara, terutama sekali para perajuritnya yang selalu menonjolkan kekuasaan dan kekuatan, bukan untuk melindungi rakyat bahkan menindas dengan perbuatan sewenang-wenang.

“Orang muda she Bhe. Engkau terlalu berani. Agaknya engkau mempunyai andalan sehingga engkau seberani ini. Bu Keng Liong kami tangkap karena ia telah berani bersekutu dengan orang-orang anti kaisar, bahkan ia berani pula untuk melawan aturan kaisar ketika para busu datang ke rumahnya. Bagaimana engkau dapat yakin bahwa dia bukan mengandung hati memberontak terhadap kerajaan?”

“Hamba yakin, Taijin. Hamba yakin bahwa Bu Taihiap sama sekali bukan sekutu para tokoh anti kaisar, bahkan hamba sendiri menjadi saksi betapa ketika merayakan hari she-jitnya, Bu Taihiap sekeluarganya hampir bertanding mati-matian, mempertaruhkan nyawa untuk membela dan melindungi manusia tidak kenal budi Liu Kong ini. Memang harus hamba akui bahwa Bu Taihiap

orangnya keras hati dan tidak mengenal takut, karena itu mungkin saja kalau ia bentrok dengan utusan paduka, apalagi kalau busu yang galak dan sewenang-wenang!” Sampai di sini Kwan Bu, melirik ke arah sam-tho-eng Ma Chiang yang makin melotot marah,

“Sekali lagi hamba mohon paduka sukalah membebaskan Bu Taihiap dan puterinya. Bu Siang Hwi. Di samping kenyataan bahwa dia tidak berdosa dan bahwa hukuman atasnya berarti sewenang-wenang dan akan membikin kaget dan marah dunia kang-ouw, juga harap paduka ketahui bahwa Bu Taihiap adalah seorang tokoh Bu-tong-pai. Kalau saja Bu-tong-pai menjadi sakit hati dan mendendam karena ini, bukankah berarti merugikan kerajaan dan menambah musuh yang tak boleh dipandang ringan?” Tiba-tiba Kim I Lohan berkata,

“Omitohud...... kalau Bu-tong-pai berpihak kepada musuh, pinceng tidak takut menghadapinya!” Hwesio ini adalah seorang tokoh dari Siauw-lim-pai yang telah “menyeberang” dan menghambakan diri kepada kaisar, dan memang antara golongannya dan golongan Bu-tong-pai tak pernah ada kecocokan. Namun pandangan Ciam Taijin berbeda. Pembesar yang cerdik ini dapat mengerti kebenaran yang terkandung dalam ucapan Kwan Bu.

“Losuhu, dalam hal ini tidak ada hal takut atau tidak takut. Akan tetapi dalam ucapan pemuda ini ada benarnya.”

“He, Bhe Kwan Bu, ucapanmu menarik hatiku dan agaknya cukup patut untuk direnungkan. Akan tetapi ketahuilah Bu Keng Liong tertawan setelah terjadi pertandingan antara dia dan para busu, pembantuku. Karena ia ditawan dan dikalahkan dengan kepandaian, maka untuk membebaskannya, harus ditempuh jalan yang sama. Kalau kau memiliki andalan dan mengalahkan kepandaian para busu yang menawannya, barulah aku tidak akan kehilangan muka kalau menuruti permintaanmu. Beranikah engkau mencoba kepandaian para busu kami?” Kwan Bu menjura,

“Hamba datang dengan tekad untuk menolong bekas majikan hamba yang tidak berdosa. Kalau memang syarat yang paduka ajukan seperti itu, tentu saja hamba tidak akan menolak.”

“Bagus! Taijin, serahkan bocah sombong ini kepada hamba!” kata Sam-tho-eng Ma Chiang yang sejak tadi sudah marah dan benci kepada Kwan Bu sambil meloncat maju. Ciam Taijin tersenyum, lalu melangkah mundur ke bawah pohon dalam taman untuk menonton pertandingan dan memberi tempat yang luas, kemudian ia mengangguk. “Engkau boleh mengujinya, Ma-busu.” Lai-tikoan dengan jantung berdebar ikut mundur bersama Ciam Taijin, juga Liu Kong yang memandang dengan penuh kebencian kepada Kwan Bu, mundur pula.

Dua orang busu lain menonton dan penuh perhatian. Pemuda yang berani bersikap seperti itu tentulah memiliki kepandaian yang berarti, sungguh pun sebagai bekas bujang keluarga Bu, mereka memandang rendah dan menyangsikan apakah pemuda ini memiliki ilmu kepandaian yang melebihi kepandaian murid-murid Bu Taihiap. Dengan muka menyeringai dan hati girang Ma Chiang menghampiri Kwan Bu, sikapnya mengancam. Ia bertolak pinggang, mukanya yang seperti tikus itu nampak lebih runcing ke depan, dada yang tipis itu dibusungkan sehingga kelihatan seperti batang bambu bengkong, kumisnya yang jarang dan dapat dihitung jumlahnya itu bergerak-gerak seperti tikus makan tulang ketika ia mengejek.

“Heh, bocah ingusan yang sombong melewati takaran! Engkau ini hanyalah seorang bujang rendah, malah seorang anak haram yang hina, berani sekali kau berlagak di depanku. Tahukah siapa aku? Sam-tho-eng Ma Chiang kau tahu. Kalau tidak melihat sikapmu yang terlalu amat sangat kurang ajar, aku Sam-tho-eng Ma Chiang merasa malu sekali kalau harus melawan bocah ingusan macam engkau. Hayo katakan siapa gurumu yang begitu tidak becus mengajar adat kepadamu, heh?” Kwan Bu memandang sejenak, kemudian tersenyum.

“Ah, kiranya Sam-tho-eng Ma Chiang, busu yang amat terkenal dari kota raja. Tadinya kusangka bahwa seorang busu berkedudukan tinggi tentu seorang yang tahu akan peraturan dan sopan santun, siapa sangka engkau begini sombong memandang rendah orang lain. lni adalah salahnya julukanmu itulah dan ku usulkan agar engkau mengganti julukanmu itu. Ma-busu.”

“Hahh? Apa maksudmu, setan cilik?”

“Julukanmu itu Garuda Kepala Tiga. Nah, di mana di dunia ini ada garuda yang berkepala tiga, maka engkau menjadi puyeng terlalu banyak otak malah menjadi tidak genah, dan tiga buah kepala itu terlalu berat juga membuat kau sombong setengah mati. Lebih baik kau ganti julukanmu itu dengan Garuda Berkepala Angin!”

“Keparat kau bocah lancang mulut. Mampuslah!” Serangan Sam-tho-eng Ma Chiang hebat sekali. Ketika tangan menyambar ke arah kepala Kwan Bu, terdengar angin yang berdesir, tanda bahwa lweekangnya sudah kuat sekali. Dan pukulan tangan kiri itu sesungguhnya hanya pancingan karena yang benar-benar bekerja adalah jari-jari tangan kanannya yang mencengkeram ke arah perut Kwan Bu! Ternyata si muka tikus ini tidak mendapatkan julukannya dengan percuma karena memang memiliki ilmu kepandaian tinggi. Kwan Bu mundur dengan tenang untuk menghindarkan diri. Ia hanya melangkah mundur setindak sambil mendoyongkan tubuh ke belakang, lalu cepat kedua tangannya bergerak, yang kiri menyambut tangan kanan lawan dengan totokan dekat siku, yang kanan menyambut hantaman tangan lawan dengan pukulan tangan miring ke arah pergelangan!

“Heeiiittt!” Si muka tikus tentu saja tidak mau ditotok lengannya atau dipatahkan pergelangannya, dan diam-diam ia terkejut melihat cara pemuda itu menghadapi serangan balasan yang otomatis ini. Ma chiang melakukan gerakan melingkar dan dari samping kiri ia menubruk, kini sambil mengerahkan seluruh tenaga dan membentak keras,

Kedua tangannya membuat gerakan seperti cakar, mencengkeram ke arah pundak dan dada. Hebat bukan main serangan ini, gerakan tangannya melingkar dan amat kuat, seluruh jari tangan sudah berobah merah! Melihat ini, maklumlah Kwan Bu bahwa lawannya memiliki keistimewaan ilmu cengkeram cakar garuda dan bahwa jari-jari tangan itu sudah digembleng secara hebat sehingga amat kuat, sama dengan baja. Akan tetapi ia sudah tahu bagaiman caranya menghadapi lawan seperti ini, maka iapun dapat miringkan tubuh untuk mencari posisi, dan saat kedua tangan lawan menyambar dibarengi angin bersiut dan bau yang amis, ia cepat menggerakkan kedua tangan dari samping, dengan tangan miring ia menghantam ke arah kedua tangan lawan dengan pengerahan ginkang yang disalurkan pada ujung-ujung jarinya.

“Prattt......!” Dua puluh jari tangan saling bertemu dan hebatnya... si muka tikus itu meloncat mundur dan meringis kesakitan. Matanya yang kecil itu dipincingkan, mulutnya menyeringai, tertawa bukan menangis pun tidak, bibirnya bergerak-gerak dan kumis jarang itu bergerak-gerak pula. Terdengar tenggorokannya keluar suara,

“Aa-ad... ad... add...!” agaknya saking sakit rasa kedua tangannya sampai kiut miut rasanya menusuk jantung, ia ingin sekali berteriak-teriak dan mengaduh-aduh, akan tetapi karena malu, ia menahannya.

Dukungan & Donasi

Bantu kami terus update dengan memberi dukungan melalui:

BCA 7891767327
Trakteer
Post a Comment