Dendam Si Anak Haram Chapter 24

NIC

“Mohon thai-ya sudi memaafkan hamba yang hanya membikin ribut dan membikin repot saja.” Bu Keng Liong menyapu keadaan di situ dengan pandang matanya. Ia melihat puterinya berdiri dengan muka pucat, bahkan ada dua titik air mata di pipi anaknya itu. Liu Kong membungkuk untuk mengambil pedangnya, demikian pula Kwee Cin. Jelas bahwa telah terjadi pertandingan dan mungkin tiga orang muridnya ini telah mengeroyok Kwan Bu dan tentu saja mereka telah menderita kekalahan. Teringat akan sikap Liu Kong di pesta siang tadi, ia menduga bahwa tentu Kwan Bu menerima penghinaan. Ia menjadi marah dan membentak,

“Liu Kong! Kwee Cin! Apa yang kalian lakukan di sini?”

“Suhu, teecu tadi melihat Kwan Bu berada di sini dengan sumoi dan. !”

“Anak haram ini kurang ajar terhadap sumoi, suhu!” sambung Liu Kong dengan suara marah. Bu Keng Liong terkejut. Di dalam hatinya ia tidak percaya. Kwan Bu yang begini rendah hati berani kurang ajar? Tidak mungkin.

“Suhu, dia berani memangku sumoi!” kata pula Liu Kong. Makin kagetlah Bu Keng Liong. Ah, sampai begitu jauh? Ataukah puterinya itu telah menjatuhkan hatinya, telah jatuh cinta kepada Kwan Bu? Kalau memang demikian, tidak aneh. Kwan Bu lihai sekali dan tampan, gagah mengagumkan. Sayang anak haram, seperti yang dikatakan isterinya. Ia menoleh ke arah puterinya yang berdiri menundukkan muka dan memandang kepada Kwan Bu yang juga menundukkan muka, di dalam hatinya dia agak lega bahwa laporan Liu Kong hanya pada taraf mengaku dan memeluk. Agaknya Liu kong dan Kwee Cin tidak melihat ketika ia menciumnya tadi!

“Kwan Bu, aku percaya bahwa engkau adalah seorang laki-laki jantan yang tidak akan mengingkari perbuatan sendiri. Apakah yang terjadi antara engkau dan Siang Hwi?” Kaki gadis itu sudah menggigil. Ia amat dimanja ayahnya, terutama ibunya, akan tetapi ia juga amat takut kepada ayahnya yang amat keras. Kalau ayahnya tahu ia minta bantuan Kwan Bu dalam memperkuat sinkangnya, hal ini saja sudah akan membuat ayahnya marah. Apa lagi...... dia harus mengakui bahwa tadi ia tertidur di atas pangkuan Kwan Bu. kesalahan Kwan Bu hanya bahwa di dalam tidurnya, pemuda itu telah menciumnya!

“Mohon beribu maaf thai-ya. Tanpa sengaja hamba berjumpa dengan siocia di sini dan...... dan......

hamba membantunya memperkuat sinkangnya dengan cara Hoan-khi-khai-hiat kemudian. ” Siang

Hwi yang amat khawatir kalau-kalau pemuda itu menceritakan semuanya sehingga ia tertidur di atas pangkuan Kwan Bu dan takut kalau ayahnya akan marah, ditambah rasa malu karena tadi terlihat oleh Kwee Cin dan Liu Kong, cepat-cepat memotong.

“Dia bohong, ayah!” Bu Keng Liong mengerutkan kening, memandang bergantian kepada Kwan Bu dan Siang Hwi, kemudian pandang matanya berhenti menatap wajah puterinya penuh selidik. Khawatir kalau-kalau didahului oleh Kwan Bu, Siang Hwi segera berkata, kini suaranya lantang karena ia sudah berhasil menekan perasaan hatinya yang terguncang.

“Dia sengaja mencari aku untuk bertanya tentang riwayat ibunya, ayah. Kemudian ia membujukku katanya ia dapat membantuku memperkuat sinkang dengan menyalurkan hawa sakti dari tubuhnya. Aku percaya dan aku lalu disuruh duduk bersila di sini, dia bersila di belakangku. Mula-mula memang ia menyalurkan hawa saktinya melalui punggung, dan memang harus diakui bahwa aku menerima bantuannya menerobos semua jalan darah yang masih tertutup. Akan tetapi......... tiba-tiba ia merangkul dan memelukku dari belakang pada saat itu muncul Liu-suheng!”

Mendengar ini, Kwee Cin sendiri yang biasanya merasa suka kepada Kwan Bu bahkan peristiwa siang tadi membuatnya merasa kagum sekali, kini mengerutkan kening dan memandang dengan mata marah dan menyesal. Marah karena Siang Hwi adalah sumoinya yang ia cintai sepenuh hati, dan menyesal mengapa seorang pemuda gagah seperti Kwan Bu itu setelah memiliki kepandaian tinggi menjadi berubah dan suka mengganggu wanita! Adapun Liu Kong yang memang benci kepada Kwan Bu, kini menjadi merah mukanya. Liu Kong memang membenci Kwan Bu karena munculnya Kwan Bu siang tadi benar-benar membuat ia kehilangan muka. Pemuda ini memiliki sifat yang berani dan tidak takut mati di samping merasa bahwa ia adalah murid pertama Bu Taihiap maka tentu saja merupakan seorang pendekar muda yang sudah tinggi sekali tingkatnya.

la tahu bahwa siang tadi Kwan Bu telah menolongnya dari bahaya maut, akan tetapi berbareng menyeretnya ke dalam lumpur, jelas tampak oleh banyak orang betapa Liu Kong tidak berdaya dan betapa hebat sepak terjang Kwan Bu, betapa kalau tidak ada anak haram itu dia sudah akan tertawan musuh! Semua ini sudah membuat hatinya tidak senang, apalagi sekarang ia melihat betapa Kwan Bu berani main gila dan hendak berbuat tidak sopan kepada Siang Hwi, sumoi yang dicintainya. Rasa iri hati dan cemburu menambah besar kebenciannya dan kalau di situ tidak ada suhunya, tentu ia sudah menerjang lagi mati-matian biarpun ia maklum bahwa ia bukanlah lawan Kwan Bu yang amat lihai itu. Keterangan Siang Hwi itu membuat Bu Keng Liong memutar tubuh memandang Kwan Bu dengan kening berkerut.

Sebaliknya, Kwan Bu tersenyum, senyum pahit. Ia maklum mengapa Siang Hwi membohong seperti itu. Namun ia tidak marah. Ia tahu bahwa bukan semata-mata Siang Hwi membohong untuk memfitnahnya. Tidak sama sekali. Ia tahu bahwa gadis itu takut dan ingin membersihkan dirinya dalam peristiwa adegan di atas rumput yang dipergoki oleh Liu Kong dan Kwee Cin tadi. Betapapun juga, Siang Hwi tidak menceritakan ayahnya tentang ciumannya tadi. Ia memang sudah merasa berdosa, karena itu ia bersedia menerima tanggung jawab dan akibatnya. Karena tadi telah mencuri ciuman, yang ia anggap suatu dosa yang besar, suatu penghinaan hebat, maka kini ia tidak merasa sakit hati mendengar tuduhan Siang Hwi yang sebenarnya merupakan fitnah ini.

“Kwan Bu, bagaimana keteranganmu tentang ini?” setelah keadaan hening sampai lama menyambut penuturan Siang Hwi tadi, akhirnya Bu Keng Liong bertanya, suaranya halus namun tegas dan dingin. Kwan Bu menundukkan mukanya menghela napas panjang lalu berkata,

“Semua yang dikatakan siocia, benar belaka, thai-ya. Memang hamba bersalah dan tidak perlu hamba sembunyikan lagi. Hamba siap menerima hukuman dari thai-ya dan siocia, dan terus terang saja hamba nyatakan di sini bahwa hamba jatuh cinta kepada siocia, agaknya sejak dahulu. Hamba tahu bahwa tidak selayaknya dan adalah sebuah dosa besar bagi seorang pelayan untuk mencintai nona majikannya. Hamba tadi membantu siocia dalam memperkuat sinkang dan. dan terjadilah

apa yang siocia ceritakan. Hamba siap menanti hukuman!” Setelah berkata demikian, Kwan Bu berlutut di depan Bu Keng Liong. Pendekar ini mengelus-elus jenggotnya. Ucapan Kwan Bu menusuk perasaan keadilannya. Berdosakah seorang pelayan mencinta nona majikannya? Tentu saja tidak, akan tetapi dosa Kwan Bu bukan terletak dalam hal mencinta Siang Hwi, melainkan berani berbuat kurang ajar, memeluk di luar kehendak gadis itu. Namun, mengingat akan jasa-jasa Kwan Bu, pula karena peristiwa memalukan itu tidak diketahui orang lain, tidak perlu dibicarakan pula.

“Bangunlah, Kwan Bu. Engkau tahu telah melakukan perbuatan yang tidak patut, dan kau sudah mengaku serta menyesali perbuatan sendiri. Hal itu cukuplah, tidak ada hukuman yang lebih tepat dan berhasil dari pada hukuman yang timbul akibat perbuatannya, merupakan penyesalan yang akan menjadi obat sehingga perbuatan buruk itu takkan terulang lagi. Betapapun juga, engkau tentu mengerti bahwa besok pagi kau harus membawa ibumu pergi dari sini.”

Posting Komentar