Cinta Bernoda Darah Chapter 32

NIC

"Ha-ha-ha, ada satu saja orang macam aku sudah terlalu repot bagimu, apalagi ada sepuluh orang"

Pemuda itu berkelakar, akan tetapi ia harus cepat-cepat menggerakkan pedangnya menangkis karena dengan gerakan seperti seekor burung walet, gadis itu sudah menerjangnya.

"Trang-trang-tranggggg.."

Tiga kali pedang mereka saling beradu, menimbulkan bunga api yang muncrat ke sana-sini. Keduanya cepat menarik pedang masing-masing dan lega hati mereka ketika mendapat kenyataan bahwa pedang mereka tidak rusak oleh pertemuan keras lawan keras tadi. Masing-masing kagum dan juga kaget. Apalagi Lin Lin. Tadi ia sudah mengerahkan tenaga Khong-in-ban-kin, dan ia maklum bahwa tenaga yang terdapat dalam ilmu ini luar biasa besarnya. Tadi ia gunakan sedikit saja untuk menghadapi dua orang hwesio, sekali babat saja cambuk-cambuk itu putus semua.

Sekarang ia pergunakan tenaga ilmu ini dalam mengadu pedang, sedangkan di tangannya adalah pedang pusaka pula, mengapa pedang lawannya tidak menjadi rusak dan tidak terpental? Ini hanya menjadi bukti bahwa pemuda pesek ini selain memiliki pedang yang ampuh juga memiliki kepandaian tinggi, dapat melawan terjangan tenaga Khong-in-ban-kin. Apakah kakek gundul pelontos Kim-lun Seng-jin yang membohonginya dan membual tentang kelihaian Khong-in-ban-kin? Kakek itu bilang bahwa jarang ada lawan yang akan dapat mengimbangi kecepatan dan kekuatan tenaga dalamnya kalau ia mengerahkan Khong-in-ban-kin, akan tetapi sekarang, baru saja bertemu dengan seorang pemuda pesek, ilmunya itu seakan-akan tiada artinya lagi.

Di lain pihak, Si Pemuda juga kaget dan tercengang di samping kekagumannya yang menjadi-jadi. Tadinya ia mengira bahwa dara lincah itu hanya memiliki gerakan yang amat cepat dan ilmu pedang yang tinggi saja, maka dengan mudah dapat mengalahkan dua orang hwesio kurang ajar tadi. Siapa kira, dalam pertemuan pedang tadi ia mendapat kenyataan bahwa dalam hal tenaga, gadis itu tidak usah mengaku kalah terhadapnya, juga pedang di tangannya itu adalah pedang ampuh yang dapat menahan pusakanya sendiri. Padahal pusakanya ini adalah pedang Goat-kong-kiam (Pedang Sinar Bulan) yang jarang bandingannya, pedang pusaka pemberian suhunya.

"Wah karena pedangmu ampuh kau jadi sombong, ya? Awas lehermu"

Lin Lin membentak dan segera gadis ini mainkan Khong-in-liu-san untuk menerjang lawannya. Hebat terjangannya ini, pedangnya berubah menjadi sinar kuning bergulung-gulung, makin lama makin tebal merupakan segunduk awan bergerak perlahan mengurung diri pemuda itu dari segala jurusan.

Pemuda itu mengeluarkan seruan tertahan. Benar-benar tak disangkanya gadis ini sedemikian lihainya. Ia pun lalu bersilat dengan pedangnya, ilmu silat yang aneh, gerakan-gerakannya lucu dengan tubuh megal-megol seperti seorang pelawak beraksi di atas panggung wayang. Hampir saja Lin Lin tak dapat menahan ketawanya menyaksikan gerakan aneh dan lucu ini. Akan tetapi ia pun terheran-heran karena ke manapun juga pedangnya menyambar, selalu dapat dielakkan atau ditangkis oleh pemuda yang gerak-geriknya aneh ini. Ia sama sekali tidak tahu bahwa pemuda itu banyak mengalah, hanya mempertahankan diri daripada serangan-serangannya yang dahsyat, tidak berusaha membalas sungguh-sungguh. Memang pemuda itu tidak ingin merobohkan Lin Lin, kekagumannya terhadap gadis itu membuat ia mengalah dan hanya ingin menguji kepandaian orang

"Hebat.., hebat.. kiam-hoat yang luar biasa"

Berkali-kali pemuda itu memuji. Akan tetapi, makin dipuji makin marahlah Lin Lin karena pujian itu ia anggap sebagai ejekan. Mana bisa ilmu pedangnya dipuji kalau sama sekali tidak mampu mendesak lawan?

"Balaslah! Seranglah! Kau kira aku takut? Kalau kau bisa mengalahkan aku, baru kau laki-laki sejati"

Ia menantang. Ia berbesar hati karena ia memiliki ilmu Khong-in-ban-kin dan dengan ilmu ini ia dapat menggunakan gin-kang yang sempurna sehingga ia tidak khawatir akan termakan pedang lawan. Seperempat jam sudah mereka bertanding. Kuda tunggangan pemuda itu menjadi gelisah, berkali-kali meringkik ketakutan. Pemuda itu gemas juga. Gadis ini amat menarik hatinya, dan ia tidak tega untuk merobohkan atau mengalahkannya. Akan tetapi kalau tidak "diberi rasa", tentu tidak tahu akan kelihaiannya, demikian ia pikir, bangkit harga dirinya sebagai seorang laki-laki.

"Baiklah, Nona, lihat pedangku"

Ia memutar pedangnya cepat sekali dan mengerahkan tenaga untuk mendesak dan menindih gulungan sinar pedang lawan.

Memang hebat pemuda ini. Amat kuat tenaga desakan hawa dan sinar pedangnya, mengejutkan hati Lin Lin. Namun cepat gadis ini menggunakan Khong-in-ban-kin, tubuhnya begitu seakan-akan bayangan, dengan lincahnya ia menyelinap di antara sinar pedang. Sungguhpun harus ia akui bahwa semua serangannya sekarang gagal dan buyar, tidak ada kesempatan lagi, namun ia tetap dapat mempertahankan diri daripada desakan lawan. Makin keras pemuda itu menekan, makin lincah gerakan Lin Lin sehingga pemuda itu selain kaget juga heran dan bingung. Tahulah ia sekarang bahwa dara lincah ini adalah murid seorang sakti, karena hanya beberapa orang saja di dunia kang-ouw, boleh dihitung dengan jari jumlahnya, yang akan dapat menghindarkan diri daripada tekanan pedangnya seperti ini. Pada saat itu, terdengar bentakan keras,

"Susiok (Paman Guru), inilah iblis betina liar itu"

"Hemmm, hemmm, agaknya mengandalkan kecantikannya. Lihat pinceng menangkapnya"

"Mari kita berlumba, Sute, aku pun timbul kegembiraan hendak menangkap gadis liar ini"

Sambung suara ke dua.

"Hee, Sicu, harap mundur. Biarkan pinceng berdua main-main dengan budak ini"

Pemuda itu dan Lin Lin biarpun masih saling gempur, otomatis kini mengendurkan gerakan dan melirik.

Kiranya yang datang adalah dua orang hwesio muda yang tadi, yang berdiri agak jauh, akan tetapi kini mereka datang bersama dua orang hwesio setengah tua yang bertubuh tinggi besar dan keduanya memegang sebatang tongkat hwesio yang panjang dan terbuat daripada baja. Kedua orang hwesio ini sombong sekali lagaknya dan agaknya mereka memandang rendah kepada pemuda itu dan Lin Lin. Tanpa memberi kesempatan lagi, dua orang hwesio setengah tua itu menerjang maju dari kanan kiri mengeroyok Lin Lin. Benar-benar tak tahu malu, pikir Lin Lin, suaranya saja hendak berlumba untuk menangkapnya, kiranya mereka itu hanya ingin mengeroyok mengandalkan senjata yang panjang dan berat. Mana ada orang yang hendak "menangkap"

Menggunakan tongkat yang begitu panjang dan berat?

Akan tetapi ketika ia mengayun pedang dengan putaran lebar, sekaligus menangkis dua batang tongkat itu, terdengar suara keras, bunga api berpijar dan Lin Lin merasa betapa telapak tangannya tergetar. Ia kaget dan diam-diam ia mengeluh. Kiranya di samping kesombongan mereka, dua orang hwesio ini memiliki tenaga lwee-kang yang hebat. Cepat ia menggerakkan tubuh dan dengan mengandalkan kelincahannya, kini ia menghadapi dua orang pengeroyoknya, lupa bahwa lawan lamanya, pemuda itu, kini berdiri menonton dan tidak menyerangnya lagi.

"Tahan senjata. Melihat gerakan, Ji-wi Suhu adalah hwesio-hwesio Siauw-lim. Betulkah?"

Dua orang hwesio setengah tua itu melompat mundur, menahan tongkat mereka lalu memandang pemuda itu. Lin Lin tidak peduli, akan tetapi ia pun tidak sudi menyerang orang yang menarik senjatanya, maka dengan pedang melintang di depan dada, ia hanya memandang, sikapnya gagah.

"Kami memang betul hwesio-hwesio Siauw-lim. Kau siapakah, Sicu, dan apa yang hendak kau katakan kepada kami?"

"Siauw-lim-pai adalah partai persilatan yang selalu menjunjung kebenaran dan keadilan, yang selalu bersih dan terkenal sebagai pusat orang-orang beribadat yang berilmu tinggi. Akan tetapi mengapa Ji-wi Suhu datang-datang menyerang seorang wanita?"

"Gadis liar ini menghina murid-murid keponakan kami"

"Hemmm, pemutarbalikan fakta yang menjijikkan"

Adalah dua orang hwesio itulah yang kurang ajar, mengeluarkan kata-kata yang tidak sopan terhadap wanita terhormat. Ji-wi Suhu akan membersihkan nama partai kalau sekarang juga memberi hukuman kepada murid-murid sendiri, daripada menyerang orang yang tidak berdosa."

"Orang muda, kau siapakah, berani bicara lancang, memberi kuliah kepada kami?"

Pemuda itu tersenyum.

"Aku she Lie bernama Bok Liong, orang biasa saja. Akan tetapi aku mengenal baik Cheng Han Losuhu, dan pedangku Goat-kong-kiam ini selalu menghendaki kebenaran dibela oleh orang-orang gagah."

Cheng Han Hwesio adalah ketua Siauw-lim-pai, maka mendengar disebutnya nama ini, kedua orang hwesio itu menjadi kaget sekali.

Mereka khawatir kalau-kalau pemuda ini akan mengadu, dan memang akhir-akhir ini banyak sekali anak buah para hwesio yang tersesat, mabuk oleh kesenangan duniawi dan mempergunakan kesempatan selagi negara kacau dan ketua dari pusat tidak sempat melakukan pengawasan, mereka mengumbar nafsu jahatnya. Terutama sekali yang menimbulkan keadaan memalukan dan buruk ini adalah para penjahat dan pelarian yang menyembunyikan diri dengan jalan mencukur rambutnya dan memakai jubah pendeta, tinggal bersembunyi di kelenteng-kelenteng. Merekalah yang menjadi "guru"

Dan menyeret para hwesio muda yang belum teguh batinnya dan masih lemah imannya ke jalan sesat. Dua orang hwesio ini hanya merupakan kepala dari sebuah kelenteng kecil, sudah terlalu lama berkecimpung di dalam keduniaan, maka hanya pada lahirnya saja seperti pendeta, namun batinnya sudah menjadi penjahat-penjahat hamba nafsu buruk.

"Keparat, kau benar kurang ajar"

Kau kira kami takut padamu? Sute, kau hajar dia ini, biar pinceng menangkap Nona liar. Kalau tidak diberi hajaran, tidak akan kapok orang-orang muda kepala batu ini"

Dua orang hwesio Siauw-lim-pai itu terlalu memandang rendah orang muda. Mereka mengandalkan kepandaian yang tinggi dan senjata tongkat yang berat, pula, memang ilmu tongkat atau ilmu toya dari Siauw-lim-pai amat terkenal kuat. Namun, pemuda itu adalah murid orang sakti, juga Lin Lin telah menerima gemblengan dari seorang sakti yang tingkatnya sejajar dengan ketua Siauw-lim-pai di pusat sendiri. Maka kalau mau dibuat perbandingan, tingkat dua orang hwesio itu masih jauh di bawah.

"Aku tidak ingin kau bantu"

Seru Lin Lin sambil menggerakkan pedang menghadapi serangan seorang hwesio.

"Siapa membantumu, Nona? Aku pun diserang oleh hwesio palsu ini"

Jawab pemuda yang bernama Lie Bok Liong itu sambil menggerakkan pedang pula menandingi lawannya. Pertempuran seru terjadi, terpecah menjadi dua.

"Nona, adu ilmu antara kita boleh ditentukan sekarang. Siapa yang lebih dulu mengalahkan lawan, dia yang lebih unggul antara kita"

Pemuda itu berseru.

"Baik, seorang laki-laki tidak melanggar janjinya"

Seru Lin Lin girang. Gadis ini sebentar saja dapat melihat kelemahan lawan dan ia yakin akan dapat merobohkannya dalam waktu cepat, maka usul pemuda itu diterimanya dengan girang.

Melihat tongkat itu menyodok ke arah dadanya, Lin Lin sengaja berlaku lambat, membiarkan lawan lengah dan kegirangan. Beberapa senti meter sebelum ujung tongkat mengenai dadanya, tiba-tiba ia miringkan tubuhnya menggunakan jurus Pek-wan-hian-ko (Lutung Putih Berikan Buah) dari ilmu silat ayahnya, tangan kirinya menangkis dengan jari-jari terbuka, dan pedangnya bergerak cepat ke depan. Inilah gerakan dari Khong-in-liu-san, yang tidak terduga dan amat cepat datangnya. Hwesio lawannya itu menjerit kesakitan, tongkatnya terlepas dan pangkal lengannya terobek pedang sampai kelihatan tulangnya. Sambil tersenyum manis tapi penuh ejekan, Lin Lin membalikkan tubuh memandang ke arah pemuda pesek itu, siap untuk mengejek dan berbangga akan kemenangannya. Akan tetapi tiba-tiba wajahnya berubah merah sekali. Apa yang dilihatnya? Pemuda itu ternyata sudah lebih dulu merobohkan lawannya, hwesio lawan pemuda itu sudah rebah dengan pundak berdarah.

"Nona, kita berhasil dalam waktu yang sama. Hayo kita berlumba merobohkan dua orang hwesio ceriwis itu"

Posting Komentar