Halo!

Cinta Bernoda Darah Chapter 20

Memuat...

"Suhu dan Ciok-twako duduklah dan lanjutkan minum arak. Hidungku mencium bau harum wanita, tak boleh dilewatkan begitu saja. Suhu, bolehkah?"

"Ho-ho-hah, kalau kau melihat dua orang gadis itu tentu kau akan membanjir air liurmu. Aku sudah tua, tidak butuh hal itu lagi. Pergilah"

Tiba-tiba sesosok bayangan hitam yang jangkung melompat keluar dari ruangan itu, melesat ke arah pintu. Akan tetapi sia-sia Bu Sin dan Sian Eng sudah melompat sambil memutar tubuh ke atas genteng lagi. Bukan main heran dan khawatimya ketika mereka tidak melihat adanya Lin Lin yang tadi berjongkok di atas genteng. Ke mana adik mereka itu? Namun mereka tidak sempat membingungkan ke mana perginya Lin Lin karena pada saat itu, bayangan laki-laki jangkung yang keluar dari ruangan tadi sudah melesat naik ke atas genteng dan tahu-tahu di depan mereka telah berdiri seorang laki-laki muda yang berpakaian pesolek, bertubuh jangkung dan berhidung panjang. Muka yang tampan, namun membayangkan kekejaman. Laki-laki ini tersenyum mengejek melihat Bu Sin dan Sian Eng mencabut pedang. Akan tetapi sepasang matanya bersinar-sinar ketika ia memandang wajah Sian Eng dan senyumannya melebar.

"Melihat wajah temanmu, nyawamu kuampuni. Lekas pergi dari sini dan tinggalkan temanmu ini untuk menemaniku semalam ini,"

Kata laki-laki jangkung yang bukan lain adalah Suma Boan itu kepada Bu Sin. Dapat dibayangkan betapa marahnya Bu Sin dan Sia Eng mendengar kata-kata yang amat menghina ini. Akan tetapi karena berada di atas rumah orang dan mereka merasa telah melanggar aturan, maka ia mempertahankan kesabarannya dan berkata.

"Harap kau suka menahan mulutmu yang lancang. Lebih baik lepaskan adik perempuanku dan kami akan pergi dari tempat ini. Kami bukan maling, hanya tadi kami mengikuti seorang laki-laki berjenggot panjang yang telah merampas barang orang. Nah, kalau kau tuan rumah maafkan kami dan kembalikan adikku."

Mendengar disebutnya laki-laki berjenggot merampas barang, seketika lenyaplah sikap main-main Suma Boan. Ia tidak peduli lagi akan ucapan tentang adik kedua orang ini.

"Bagus, kalian mata-mata"

Sekaligus ia menerjang maju dengan serangan yang dahsyat sekali.

Bu Sin dan Sian Eng cepat mengelak sambil melompat mundur dan memutar pedang, akan tetapi pada saat itu dari jendela yang terbuka menyambar angin pukulan yang hebat, yang sekaligus mendorong mereka roboh di atas genteng. Terdengar suara It-gan Kai-ong tertawa bergelak. Kiranya kakek inilah yang mendorongkan tangannya mengirim pukulan jarak jauh dari jendela ke atas genteng. Melihat betapa dua orang muda gemblengan seperti Bu Sin dan Sian Eng dapat roboh dengan sekali terkena dorongan angin pukulan, dapat dibayangkan betapa saktinya raja pengemis itu. Bu Sin dan Sian Eng kaget bukan main. Tubuh mereka tak dapat dicegah lagi terlempar ke bawah genteng dan biarpun mereka dapat mempergunakan gin-kang untuk mengatur keseimbangan badan dan mencegah terbanting, namun sedikitnya mereka tentu akan luka-luka kalau saja tidak ada dua orang yang menyambar tubuh mereka. Ketika mereka memandang, kiranya yang menolong mereka itu adalah suami isteri yang dikeroyok di rumah makan pagi tadi.

"Adikku masih di atas.."

Sian Eng berkata.

"Sssttt.."

Wanita yang tadi menyambar tubuhnya menarik tangan Bu Sin dan Sian Eng berlindung dalam gelap.

Mereka memandang ke atas dan apa yang tampak di atas membuat Bu Sin dan Sian Eng seketika pucat, hati mereka berdebar penuh kengerian. Apa yang tampak oleh mereka? Bukan hanya Suma Boan yang kini berdiri di atas genteng, melainkan ada bayangan ke dua, bayangan mahluk yang mengerikan sekali, bukan manusia bukan binatang melainkan tengkorak memakai pakaian hitam. Muka tengkorak putih dengan sepasang lubang mata hitam besar dan gigi berjajar kacau itu benar-benar amat menyeramkan tertimpa sinar lampu yang menyinar dari pinggir gedung, dari atas diterangi bintang-bintang di langit. Agaknya suma Boan juga kaget melihat mahluk ini, terdengar ia berseru keras,

"Suhu.. Hek-giam-lo di sini"

Akan tetapi tiba-tiba ia terjengkang di atas genteng dan bayangan muka tengkorak itu berkelebat lenyap dari situ. Sebuah bayangan lain yang gerakannya seperti setan menyambar dari bawah, disusul bentakan It-gan Kai-ong.

"Hek-giam-lo mayat busuk, jangan lari kau"

Suma Boan tidak terluka hebat. Dia merangkak bangun dan berdiri lagi di atas genteng, meraba bajunya dan dengan suara marah ia berseru.

"Celaka.."

Hek-giam-lo keparat, surat itu diambilnya.."

"Bagaimana, Kongcu? Apa yang terjadi..?"

Bayangan si jenggot panjang yang naik ke atas genteng.

"Celaka, kita tertipu"

Kata Suma Boan.

"Tadinya dua orang bocah itu menuduh kita menangkap adiknya, ketika mereka dijatuhkan Suhu, eh, tahu-tahu muncul Hek-giam-lo. Ia tidak berkata apa-apa aku didorong roboh dan ketika Suhu muncul ia melarikan diri, kini dikejar Suhu. Akan tetapi surat itu tidak ada lagi di dalam saku bajuku. Lihat, bajuku robek, siapa lagi yang mampu merampasnya secara begini kalau bukan Hek-giam-lo?"

"Wah, sial betul. Tapi, tak usah khawatir, Kongcu. Kalau Ong-ya sudah mengejarnya, masa tidak akan dapat merampasnya kembali?"

"Belum tentu.. belum tentu.."

Suma Boan menggeleng kepalanya.

"dia lihai sekali. Heran aku, siapakah dua orang bocah tadi? Apakah kaki tangan orang Khitan?"

Sambil bersunggut-sunggut dan menyumpah-nyumpah Suma Boan melompat turun diikuti oleh si jenggot panjang, Ciok Kam, masuk ke dalam gedung. Sebentar saja para pelayan menyambutnya, keadaan menjadi ribut karena orang-orang mendengar tentang penyerbuan musuh di atas genteng. Akan tetapi, Suma Boan membentak,

"Tidak ada apa-apa, mundur semua"

Pelayan-pelayan itu, kecuali selirnya yang melayani minum, mundur ketakutan, kembali ke tempat masing-masing. Suami isteri bersama Bu Sin dan Sian Eng yang bersembunyi melihat semua itu. Bu Sin dan adiknya amat bingung memikirkan Lin Lin, akan tetapi laki-laki itu berkata.

"Adikmu tidak berada di dalam gedung. Tadi kami melihat dia dibawa lari Seng-jin. Lebih baik kalian lekas pergi dari sini, amat berbahaya di sini. Kami berterima kasih bahwa kalian sudah menaruh perhatian akan urusan kami. Biarpun kalian anak-anak keluarga Kam, tidak percuma kalian menjadi orang-orang dari wilayah Hou-han. Nah, kita berpisah di sini."

"Nanti dulu.."

Bu Sin mencegah.

"Siapakah Seng-jin yang membawa adik kami? Dan siapa kalian ini? Urusan apakah yang menimbulkan semua keributan ini?"

Wanita itu yang menjawab kini, tersenyum duka,

"Dituturkan tidak ada gunanya, juga tidak ada waktu. Kau takkan mengerti, orang muda. Tentang adikmu, dia tadi dibawa Kim-lun Seng-jin, seorang sakti yang aneh. Percuma kau mencarinya, tak mungkin mengikuti jejak seorang seperti Kim-lun Seng-jin. Tentang kami.. hemmm, cukup kau ketahui bahwa kami adalah orang-orang Hou-han dan bekerja untuk Kerajaan Hou-han. Selamat tinggal, jangan lama-lama berada di sini, pergi cepat. Berbahaya"

Setelah berkata demikian, suami isteri itu berkelebat dan menghilang di dalam gelap. Bu Sin dan Sian Eng saling pandang, mereka bingung sekali memikirkan tentang diri Lin Lin. Akan tetapi mereka pun tahu bahwa kepandaian mereka masih jauh daripada cukup untuk dapat mencari Lin Lin yang katanya dibawa lari Kim-lun Seng-jin. Sedangkan menghadapi si jenggot panjang dan orang muda jangkung di dalam gedung ini saja sudah terlalu berat bagi mereka, apalagi It-gan Kai-ong ada di situ. Tidak ada jalan lain bagi Bu Sin dan adiknya kecuali segera menyelinap pergi dari tempat itu, lari keluar menyelinap-nyelinap di dalam kegelapan malam. Dengan hati pepat dan gelisah mereka kembali ke kamar rumah penginapan dan alangkah heran akan tetapi juga lega hati mereka ketika mereka melihat tulisan Lin Lin di atas meja, tulisan dalam sebuah kertas berlipat yang singkat saja.

Sin-ko dan Eng-cici,

Terpaksa aku pergi dulu berpisah dengan kalian. Kakek gundul yang menolongku memaksa aku ikut dia sendiri saja. Akan tetapi dia baik dan bilang bahwa dia dapat membawaku ke tempat pembunuh orang tua kita.

Sampai jumpa pula,

Lin Lin

Bu Sin menarik napas panjang, lega hatinya. Tentu yang dimaksudkan di dalam surat, yang disebut oleh Lin Lin "kakek gundul"

Itu adalah Kim-lun Seng-jin yang tadi diceritakan oleh suami isteri dari Hou-han. Ia tersenyum geli. Kakek gundul yang bernama Kim-lun Seng-jin boleh saja disebut aneh, akan tetapi kakek itu akan "ketemu batunya"

Kalau melakukan perjalanan bersama Lin Lin. Adik angkatnya ini kadang-kadang mempunyai perangai yang luar biasa sekali, sukar dikendalikan, aneh dan tentu kakek gundul itu akan menjadi banyak pusing olehnya.

"Dia diberi petunjuk orang sakti akan jejak musuh besar kita, baik sekali. Mudah-mudahan dia berhasil dan selamat,"

Katanya sambil merobek-robek surat itu.

"Kita sendiri bagaimana, Sin-ko? Ke mana kita harus mencari atau mengikuti Lin Lin?"

"Dia sendiri saja kalau sudah minggat mana kita mampu mengejarnya, apalagi sekarang bersama seorang sakti. Kita tidak perlu mencarinya, kita melanjutkan perjalanan ke kota raja. Agaknya akan lebih baik kalau kita mencari Kakak Bu Song lebih dulu, karena sebagai seorang yang lama tinggal di kota raja, tentu dia mempunyai banyak pengalaman dan akan dapat memberi petunjuk kepada kita."

Demikianlah, pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali Bu Sin dan Sian Eng sudah meninggalkan kota An-sui, menuju ke kota raja.

Apakah yang terjadi dengan Lin Lin? Gadis remaja ini mengalami hal yang amat luar biasa. Seperti kita ketahui, ketika Bu Sin dan Sian Eng mengintai ke dalam ruangan gedung itu dengan cara menggantungkan kaki dengan kepala di bawah, Lin Lin berjongkok di atas genteng sambil melihat kedua saudaranya itu. Kaget ia ketika melihat Bu Sin dan Sian Eng berloncatan ke atas kemudian kedua orang itu roboh ke bawah genteng. Akan tetapi, selagi ia kebingungan dan khawatir, tiba-tiba serangkum angin pukulan yang dilontarkan oleh It-gan Kai-ong menyerangnya, membuat dia terlempar dan tentu ia pun akan terguling roboh ke bawah kalau saja tidak terjadi hal yang amat aneh.

Ia tidak tahu mengapa dan bagaimana, akan tetapi tubuhnya yang sudah terjengkang itu tiba-tiba dapat terapung ke atas, lalu tubuhnya itu seperti dibawa angin terbang melalui genteng, cepat bukan main. Tentu saja ia takut sekali dan berusaha memulihkan keseimbangan tubuhnya agar kalau jatuh ke bawah tidak terbanting, namun ia sama sekali tak dapat menggerakkan kaki tangannya dan ia "terbang"

Dengan tubuh telentang. Kalau ia tidak mengalami sendiri, tentu ia tidak akan mau percaya bahkan pada saat itu ia mengira bahwa ia sedang mimpi. Entah berapa lama ia berada dalam keadaan melayang ini, namun ia merasa bahwa ia diterbangkan tubuhnya dan ketika kedua kakinya menginjak tanah, ia telah berada di luar kota An-sui.

"Heh-heh-heh, untung kau tidak menjadi korban It-gan Kai-ong,"

Dukungan & Donasi

Bantu kami terus update dengan memberi dukungan melalui:

BCA 7891767327
Trakteer
Post a Comment