Halo!

Cinta Bernoda Darah Chapter 19

Memuat...

Jawab kakaknya.

"Peduli apa kalau dia mau mencuri apa pun juga? Apa sangkut pautnya dengan kita, Koko? Biarpun aku kagum kepada suami isteri yang gagah itu, akan tetapi kita tidak mengenalnya dan tidak tahu apa yang menyebabkan mereka tadi bertempur, tidak mengenal pula siapa lawan-lawannya."

"Kau benar, Lin-moi. Akan tetapi ada satu hal yang membuat aku tertarik dan terpaksa berpihak kepada mereka. Mereka itu adalah orang-orang dari wilayah Hou-han, seperti juga kita. Siapa tahu kalau-kalau benda yang dicuri si jenggot tadi amat penting bagi Kerajaan Hou-han?"

"Sin-ko, kau berpihak kepada Kerajaan Hou-han? Tak ingat bahwa Ayah telah melarikan diri dari kerajaan itu karena kelaliman rajanya?"

"Waktu itu belum menjadi kerajaan, adikku. Ayah seorang setia dan tidak suka akan pemberontakan. Akan tetapi sekarang telah menjadi wilayah Hou-han, aku tidak membela apa-apa, akan tetapi sedikitnya tentu berpihak kepada wilayah sendiri, bukan?

"Adik Lin, kalau takut, malam ini tidak usah ikut, tinggal saja di kamar, biar aku dan Sin-ko sendiri yang pergi menyelidik,"

Kata Sian Eng yang tidak senang melihat kerewelan Lin Lin. Lin Lin tidak marah, malah tertawa,

"Cici, kalau ada apa-apa terjadi kapadamu, siapa yang akan menolong kalau aku tidak ikut? Tentu saja aku ikut."

"Kalau begitu tak perlu banyak rewel."

"Kita mengaso dulu sore ini, siapa tahu malam nanti kita harus menggunakan banyak tenaga,"

Kata Bu Sin.

"Aku akan pesan makanan di luar rumah penginapan."

Tak lama Bu Sin keluar, ketika masuk lagi wajahnya berubah.

"Mereka juga sudah berada di kota ini."

"Siapa?"

Tanya Lin Lin.

"Siapa lagi, suami isteri itu."

Mendengar ini, Lin Lin tertarik dan mereka menjadi tegang. Apakah sepasang suami isteri itu sudah tahu ke mana perginya orang berjenggot tadi? Apakah mereka sudah tahu bahwa orang itu mengambil sesuatu dari mereka?

"Hebat, cepat benar mereka dapat mengejar ke sini. Agaknya mereka menang dalam pertempuran tadi,"

Kata Lin Lin.

"Apakah mereka sudah tahu tempat si jenggot itu?"

"Kurasa mereka tentu tahu. Mereka itu bukan orang biasa, melainkan orang-orang kang-ouw yang ulung. Akan ramai malam nanti, kita menjadi penonton saja sambil menambah pengalaman,"

Kata Bu Sin, dan mereka bertiga pergi ke dalam kamar mengaso.

Penghuni rumah gedung itu adalah keluarga Pangeran Suma Kong, sedangakan Pangeran Suma Kong ini adalah pangeran Kerajaan Sung yang masih merupakan keluarga dekat dengan kaisar. Akan tetapi karena ia pernah melakukan korup besar-besaran dan ketahuan kaisar, ia lalu diberhentikan daripada jabatan, akan tetapi mengingat bahwa ia masih keluarga, kaisar tidak menjatuhkan hukuman, hanya membebaskan daripada tugas. Pangeran Suma Kong lalu mengundurkan diri dari kota raja, tinggal di kota An-sui, hidup sebagai bangsawan "pensiunan"

Yang kaya, memiliki gedung besar dan sawahnya di luar kota An-sui amat luas. Tentu saja diam-diam Pangeran Suma Kong menaruh dendam kepada Kerajaan Sung, akan tetapi karena ia sudah tua dan merasa tidak berdaya, ia menghibur diri dengan pelbagai kesenangan, tidak mau mempedulikan lagi tentang urusan kerajaan.

Namun tidak demikian dengan puteranya yang bernama Suma Boan. Puteranya ini bukanlah seorang lemah. Diam-diam dia mempelajari ilmu silat dari orang sakti yaitu bukan lain adalah Si Raja Pengemis It-gan Kai-ong. Malah diam-diam Suma Boan menghimpun kekuatan, bersekutu dengan Kerajaan Wu-yue di selatan. Karena It-gan Kai-ong sendiri adalah seorang tokoh selatan yang membantu Kerajaan Wu-yue, maka dengan mudah Suma Boan mendapatkan pengaruh di kerajaan itu dan diam-diam mengadakan persekutuan untuk bersama-sama cari kesempatan baik dan kalau tiba waktunya menggulingkan pemerintahan Kerajaan Sung. Suma Boan sudah berusia tiga puluhan tahun lebih, belum menikah, namun terhadap wanita ia terkenal jahat dan mata keranjang. Selirnya banyak, di dalam gedung itu saja ada tujuh orang, belum terhitung selir yang di luar gedung.

Banyaknya selir itu masih tidak mengurangi kenakalannya untuk mengganggu setiap orang wanita cantik yang menarik hatinya, tidak peduli wanita itu masih gadis, janda maupun masih menjadi isteri orang lain. Dia beruang, ilmu silatnya tinggi, maka tiada orang berani menentangnya. Di An-sui ia terkenal sebagai jagoan, bahkan namanya terkenal sampai di kota raja. Di dunia kang-ouw, ia bukan seorang yang tidak dikenal pula, dengan julukannya yang amat tekebur, Lui-kong-sian (Dewa Geledek). Suma Boan hanya mempunyai seorang saudara kandung, yaitu adik perempuannya yang bernama Suma Ceng, berusia dua puluh tujuh tahun. Suma Ceng sudah lama menikah dengan seorang pangeran dan kini tinggal di kota raja.

Para pelayan di dalam gedung itu maklum betapa jauh bedanya watak Suma Ceng yang sudah pindah ikut suaminya di kota raja itu dengan Suma Boan. Suma Ceng seorang wanita yang halus tutur sapanya, lemah lembut dan baik budi pekertinya, ramah dan suka menolong terhadap para pelayan. Sebaliknya, semua pelayan kuncup hatinya dan tunduk ketakutan bila berhadapan dengan Suma Boan. Malam hari itu, di ruangan sebelah dalam dari gedung keluarga Suma, terdengar suara ketawa gembira. Beberapa orang pelayan wanita yang muda dan cantik sibuk melayani tiga orang yang sedang makan minum menghadapi meja besar. Mereka ini bukan lain adalah Suma Boan sendiri, It-gan Kai-ong yang menjadi gurunya, dan seorang laki-laki berjenggot panjang yang pagi tadi dibayangi oleh Bu Sin bertiga.

"Ciok-twako, kali ini benar-benar kau telah berjasa besar. Biarlah kuberi selamat dengan secawan arak"

Terdengar Suma Boan berkata sambil tertawa dan mengangkat cawan araknya. Si jenggot panjang yang bernama Ciok Kam itu tertawa merendah, mengangkat cawan araknya sambil berkata,

"Kongcu terlalu memuji. Hanya secara kebetulan saja saya mendapatkan surat itu, bukan sekali-kali karena jasa saya, melainkan mengandalkan rejeki semata-mata dan kemurahan hati Ong-ya yang telah menurunkan beberapa ilmu pukulan kepada saya. Karena itu, penghormatan saya kembalikan kepada Kongcu dan terutama kepada Ong-ya"

Si jenggot panjang menggerakkan cawan ke arah It-gan Kai-ong sambil membungkuk.

"Ha-ha-ho-hoh, Ciok Kam patut menjadi pembantu kita. Surat yang dirampasnya amat penting dan agaknya kau akan dapat mempergunakannya dengan baik muridku. Untuk keuntungan ini mari kita minum sepuasnya"

Mereka menenggak habis isi cawan dan cepat-cepat seorang pelayan wanita yang cantik, yaitu seorang di antara para selir Suma Boan yang amat dipercayanya sehingga diperkenankan menghadiri pertemuan ini, mengangkat guci dan mengisi cawan-cawan kosong itu.

"Jangan khawatir, Suhu. Surat yang menyatakan hubungan persekutuan antara Kerajaan Hou-han dan Nan-cao ini tentu akan teecu bawa ke kota raja. Tentu Kaisar akan girang dan berterima kasih sekali kepada teecu dan saat yang baik itu akan teecu pergunakan untuk mencari kedudukan. Biarkan Hou-han dan Nan-cao ribut dengan Sung, biarkan anjing-anjing berebut tulang, kelak kita tinggal memukul mereka. Bukankah begitu, Suhu?"

"Ha-ha, kau lebih tahu akan hal itu. Aku orang tua mana becus memikirkan tentang negara? Kalau ada lawan yang tak sanggup kau hadapi, nah, serahkan kepadaku. Itulah bagianku. Ha-ha-ha"

"Siapakah orangnya di dunia ini yang dapat melawan Suhu? Agaknya orang itu harus dilahirkan lebih dulu. Bukankah begitu, Ciok-twako?"

"Betul-betul, kepandaian Ong-ya seperti malaikat langit, mengandalkan bantuan Ong-ya, tidak ada cita-cita yang takkan dapat tercapai,"

Jawab si jenggot panjang bernama Ciok Kam. Sementara itu, tiga bayangan berkelebat cepat sekali di atas genteng rumah besar itu. Mereka ini bukan lain adalah Bu Sin, Sian Eng dan Lin Lin. Sambil mengerahkan gin-kang, mereka dengan hati-hati sekali berloncatan di atas genteng. Di ruangan tengah mereka mendengar suara orang bercakap-cakap sambil tertawa.

"Lin-moi, kau menjaga di sini, aku dan Cicimu mengintai,"

Kata Bu Sin. Kakak beradik itu lalu menggunakan gerak tipu In-liong-hoan-sin (Naga Awan Membalikkan Tubuh), tanpa mengeluarkan suara keduanya sudah berjungkir balik dengan kedua kaki tergantung pada ujung tembok genteng, tubuh bergantung kepala di bawah seperti dua ekor kelelawar. Lin Lin berjongkok di atas genteng, memandang kagum kepada dua orang kakaknya itu. Adapun Bu Sin dan Sian Eng dalam keadaan bergantung membalik itu melihat bayangan orang dari jendela, bayangan tiga orang laki-laki yang duduk sambil minum arak dan tertawa-tawa.

"Ha-ha-ha, tikus-tikus kecil macam itu perlu apa diributkan? Kalau tidak ingat akan sepotong uang perak, sudah lama mereka menjadi bangkai."

Suara ini membuat Bu Sin dan Sian Eng kaget setengah mati. Kiranya itu adalah suara It-gan Kai-ong. Dan mereka malah datang ke tempat itu, benar-benar seperti ular mendekati penggebuk.

Dukungan & Donasi

Bantu kami terus update dengan memberi dukungan melalui:

BCA 7891767327
Trakteer
Post a Comment