Bu Kek Siansu Chapter 19

NIC

Ucapan ini ditujukan kepada istrinya yang memandang marah. mendengar ini, Liu Bwee mengangguk-angguk dan kemarahannya di wajahnya berubah menjadi iba.

"Bawa dia ke kamar tamu dan rawat dia baik-baik,"

Kata Liu Bwee kepada empat orang pelayan itu yang segera menggotong tubuh Kwat Lin pergi dari situ.

Barulah Pangeran Han Ti Ong kini mempedulikan sambutan resmi dari para pangeran dan pasukan penghormatan. Tadi dia seolah-olah menganggap mereka semua itu seperti patung belaka. Dengan megah Pangeran itu lalu langsung diantar ke kamar ayahnya Sang Raja yang sedang sakit dan yang telah lama menanti kedatangan puteranya ini sedangkan Sin Liong langsung diajak oleh Swat Hong ke bagian istana di mana dia dan ibunya tinggal, yaitu di bagian kiri istana besar. Tepat seperti telah diduga oleh semua penghuni Pulau Es, tiga hari kemudian setelah pulangnya Pangeran Han Ti Ong, raja tua meninggal dunia setelah sempat menyaksikan Han Ti Ong dinobatkan menjadi penggantinya, merajai Pulau Es dalam upacara yang amat sederhana.

Dapat dibayangkan betapa tidak puas dan penasaran rasa hati para pangeran yang membenci Han Ti Ong karena usaha mereka memanaskan hati mendiang ayah mereka tentang keadaan Han Ti Ong tidak dipedulikan oleh raja tua itu. Dan untuk memberontak secara terang-terangan, tentu saja mereka tidak berani karena di dalam pulau itu, pada waktu itu Han Ti Ong merupakan orang yang paling sakti. Maka, mereka itu hanya diam saja biarpun tidak pernah lengah barang seharipun untuk mencari peluang dan kesempatan yang baik untuk menjatuhkan Han Ti Ong, atau lebih tepat lagi, menjatuhkan Lui Bwee yang mereka anggap sebagai biang keladi dari "penyelewengan"

Han Ti Ong dari kebiasaan keluarga raja di Pulau Es! Setengah bulan kemudian, berkat perawatan yang baik dari Liu Bwee dan para pelayan, juga dengan pengobatan tusuk jarum oleh Raja Han Ti Ong sendiri, ditambah obat-obatan berupa daun-daun yang dicari para anak buah Pulau Es atas petunjuk Sin Liong.

Gangguan ingatan yang diderita oleh The Kwat Lin menjadi sembuh. Pada suatu pagi, wanita yang bernasib malang ini duduk seorang diri di dalam taman istana, taman yang bukan berisi bunga bungan hidup, melainkan terisi ukir-ukiran bunga dari batu-batu beraneka warna, dihias salju dan patung patung kayu. Sudah berhari-hari, dia duduk di taman ini dan didiamkan saja karena menurut Raja Han Ti Ong, wanita malang ini harus dibiarkan pulih kembali ingatannya dan tidak boleh diganggu. Namun, diam-diam dia sendiri melakukan pengawasan karena entah bagaimana, makin lama dia menjadi tertarik dan tahu bahwa dia jatuh hati kepada gadis ini!

Tiba-tiba Kwat Lin melompat bangun karena mendengar gerakan di belakangnya. Sebagai seorang hali silat kelas tinggi, sedikit suara saja cukup membuat dia siap waspada. Ketika dia membalik, dia melihat Han Ti Ong yang berdiri di situ sambil memandangnya dengan senyum ramah. The Kwat Lin yang kini sudah sembuh sama sekali, memandang penuh keheranan lalu menegur,

"Siapakah engkau? Dan mengapa aku bisa berada di tempat aneh ini?"

Melihat sikap gadis ini dan mendengar pertanyaan-pertanyaan itu, legalah hati Raja Han Ti Ong. Sikap dan kata-kata itu sudah cukup membuktikan bahwa Kwat Lin telah sembuh sama sekali, telah kembali kepada keadaan sebelum mengalami tekanan batin hebat, maka tentu saja tidak mengenalnya dan tidak mengerti mengapa dan bagaimana bisa berada di pulau itu.

"Nona, girang hatiku mendapat kenyataan bahwa Nona telah sembuh dari lupa ingatan yang Nona derita belasan hari ini."

"Lupa ingatan? Sekaranglah aku kehilangan ingatan karena aku tidak mengenal engkau dan tidak tahu mengapa dan bagaimana aku bisa berada di tempat ini."

"Memang begitulah. Tadinya Nona lupa ingat-an, dan baru sekarang Nona sadar sehingga Nona lupa lagi apa yang Nona telah alami selama belasan hari ini. Sungguh aku ikut merasa berduka dan terharu akan nasib Ca-sha Sin-siap yang amat malang..."

Tba-tiba wajah itu menjadi merah sekali dan kemudian berubah pucat,

"Kau... kau tahu apa yang terjadi kepada kami...?"

Raja Han Ti Ong tersenyum dan memandang wajah yang mengguncangkan hatinya itu dengan senyum mesra.

"Tentu saja, Nona. Aku dan muridkulah yang mengubur jenazah dua belas orang suhengmu, dan aku dan muridku pula yang menolongmu membawa kesini kemudian mengobatimu sehingga sembuh hari ini. Aku adalah Raja Han Ti Ong, raja pulau ini dan kau berada di Pulau Es."

Mata yang indah ini terbelalak.

"Apa...? Di... di Pulau Es... dan aku telah mendengar nama besar Pangeran Han Ti Ong..."

"Sekarang telah menjadi Raja Han Ti Ong, raja sebuah pulau kecil tak berarti, Nona, dan aku belum mengetahui namamu karena selama ini kau tidak menyebut namamu."

Kwat Lin menjatuhkan diri berlutut dan menahan isaknya.

"Saya menghaturkan banyak terima kasih atas pertolongan Paduka, dan maafkan kalau saya tidak mengenal penolong saya. Saya bernama The Kwat Lin, orang termuda Cap-sha Sin-hiap, dan... kalau paduka menaruh kasihan kepada saya, saya ingin segera pergi dari sini... sekarang juga...."

"Nona The, aku adalah seorang yang tidak bisa menyimpan rahasia hati. ketahuilah, semenjak pertama kali melihatmu dan melihat penderitaanmu, timbul rasa iba dan sayang di dalam hatiku. Karena itu, kalau kiranya engkau suka aku akan merasa berbahagia sekali kalau Nona mau tinggal didalam istanaku ini, sebagai seorang istriku, istri ke dua."

Kwat Lin terkejut sekali. Dia telah berhutang budi kepada raja ini, dan sekarang raja ini secara demikian terus terang menyatakan cintanya dan ingin mengambil dia sebagai isteri! Dia menjadi isteri raja? Dia yang telah dinodai oleh Pat-jiu Kai-ong?

"Tidak! Maaf... saya... saya harus pergi sekarang juga. Hanya satu tujuan hidup saya, dan Paduka tentu tahu... yaitu untuk membunuh iblis Pat-jiu Kai-ong."

Han Ti Ong mengangguk-angguk.

"Aku mengerti dan aku sudah menduga bahwa seorang dara perkasa seperti engkau tentu saja tidak akan mau menerima tawaranku dan tidak mungkin aku mengharapkan seorang dara seperti Nona akan jatuh cinta begitu saja kepadaku. Akan tetapi aku pun tidak terlalu mengharapkan yang ajaib. Aku jatuh cinta kepadamu, Nona, dan adanya aku berani meminangnya secara terang-terangan, karena aku yakin Nona akan menerimanya berdasarkan cita-cita tunggal Nona itulah. Bagaimana mungkin Nona akan membalas dendam kepada Pat-jiu Kai-ong, sedangkan Cap-sha Sin-hiap saja tidak mampu mengalahkannya. Akan tetapi kalau engkau menjadi istriku, hemmm... soal membalas dendam kepada Pat-jiu Kai-ong sama mudahnya dengan membalikan telapak tangan."

Ucapan ini berkesan mendalam, memang buat Kwat Lin termangu-mangu. Dia bukan gadis lagi dan tidak mungkin dia menjadi istri orang, dan baginya setelah berhasil membalas dendam, hanya kematianlah yang akan mengakhiri noda yang dideritanya. Akan tetapi, menjadi istri kedua Raja Han Ti Ong yang sakti, lain lagi halnya, apa pula kalau orang sakti itu sendiri sudah tahu akan keadaanya.

"Apakah... apakah Paduka akan mengajarkan ilmu kesaktian kepada saya? tanyanya dan kini dia mengangkat muka, memandang raja itu, diam-diam harus mengakui bahwa laki-laki ini gagah dan tampan, sungguhpun usianya tentu tidak kurang dari empat puluh tahun.

"Terserah kepadamu. kalau engkau suka memenuhi hasrat hatiku yang ingin memperistrimu. Kalau kau menghendaki, dalam waktu pendek saja aku dapat menangkap musuhmu itu dan menyeretnya kedepan kakimu. Atau, engkau boleh mempelajari ilmu dan aku berani tanggung bahwa selama setahun saja engkau akan mengalahkan musuhmu itu."

"Be... benarkah itu?"

"Nona The Kwat Lin. Han Ti Ong bukan orang biasa membohong, pula aku tidak ingin mendapatkan dirimu dengan jalan membohong. Aku telah bicara terus terang dan andaikata engkau menolak sekalipun, aku tidak akan memaksamu. Sekarang juga, kalau engkau menolak, akan kusediakan perahu untukmu. Nah, engkau yang memutuskan."

Tentu saja timbul keraguan hebat didalam hati Kwat Lin. Dia mengerti betapa lihainya Pat-jiu Kai-ong. Tentu saja dapat pergi ke Bu-tong-pai dan melaporkan malapetaka yang menimpa Cap-sha Sinhiap itu kepada gurunya, ketua Bu-tong-pai, Kui Bhok Sianjin. Akan tetapi, gurunya sudah tua sekali, dan belum tentu gurunya mau mencampuri urusan dunia, biarpun murid-muridnya terbunuh. Mengandalkan para saudara seperguruan, agaknya akan sukar mengalahkan Pat-jiu Kai-ong, dan terutama sekali yang memperberat hatinya, kalau dia pergi ke Bu-tong-pai, tentu semua orang akan tahu tentang malapetaka yang menimpa dirinya, bahwa dia telah diperkosa oleh Pat-jiu Kai-ong. Ke mana dia akan menaruh mukanya kalau semua orang mengetahuinya akan hal itu?

Sebaliknya, kalau dia berada di Pulau Es, selain tak seorang pun akan tahu tentang hal yang memalukan itu, juga dia akan mempunyai kesempatan besar untuk melakukan balas dendam itu! Akan tetapi, benarkah pria di depannya ini akan mampu mengajarnya sehingga dalam waktu setahun dia akan lebih pandai dari Pat-jiu Kai-ong? Dia tidak akan puas kalau tidak dapat membunuh jembel iblis itu dengan tangannya sediri. Biarpun dia sudah banyak mendengar nama besar Pangeran dari Pulau Es yang kini menjadi raja itu, namun bagaimana dia dapat membuktikan kesaktianya? Apakah orang ini lebih lihai dari gurunya dan terutama sekali, lebih lihai dari Pat-jiu Kai-ong? Perlahan-lahan Kwat Lin bangkit berdiri dan sejenak memandang kepada Han Ti Ong yang juga sedang memandangnya. Keduanya berpandangan dan akhirnya Kwat Lin berkata,

"Saya ingin sekali dapat membalas dendam dengan tangan saya sendiri. Akan tetapi, bagaimanakah saya dapat yakin bahwa dalam setahun saya dapat belajar di sini dan menangkan iblis itu?"

Han Ti Ong tersenyum dan mengeluarkan sebatang pedang dari balik jubahnya.

"Inilah pedang yang kutemukan ketika aku dan muridku menolongmu."

Kwat Lin menerima pedang itu dan air matanya turun bertitik akan tetapi segera dihapusnya. Itulah Angbwe- kiam pedang dari twa-suhengnya!

"Engkau meragu, baiklah. Kaupergunakan pedangmu dan kauserang aku untuk menguji apakah aku dapat melatihmu selama setahun sehingga kau lebih lihai daripada Pat-jiu Kai-ong."

Kwat Lin menimang-nimang pedang Ang-bwe-kiam di tangannya. Pat-jiu Kai-ong telah dikeroyok oleh dia dan dua belas orang suhengnya. Mereka telah mainkan Ngo-heng-kiam, bahkan telah membentuk barisan Sin-kiam-tin ketika mengeroyok kakek iblis itu namun akhirnya mereka semua kalah, sungguhpun sejenak kakek itu terdesak. kini, kalau hanya dia seorang diri menyerang raja ini, mana bisa dipakai ukuran apakah dia lebih lihai dari Pat-jiu Kai-ong?

"Nona, jangan ragu-ragu. Percayalah, kalau engkau benar rajin belajar, dalam waktu setahun engkau pasti akan dapat mengalahkan dia. Hiat-ciang Hoat-sut dan Pat-mo-tung-hoat dari kakek itu sebetulnya kosong saja,"

Kata raja itu, seolah-olah dapat membaca isi hati Kwat-lin. Dara itu terkejut, kemudian mengambil keputusan untuk menguji orang ini sebelum dia menyerahkan dirinya yang sudah ternoda itu menjadi istrinya sebagai penebus latihan ilmu untuk membalas dendam.

"Baiklah, saya akan menguji kepandaian Paduka, harap Paduka bersiap dan mengeluarkan senjata."

"Ha-ha-ha, Pat-jiu Kai-ong membutuhkan tongkatnya dan pukulan beracunya untuk mengalahkan Cap-sha Sin-hiap, akan tetapi aku cukup menggunakan ini."

Dia meraih kebawah dan tanganya sudah memben-tuk batu karang sedemikian rupa sehingga batu karang itu berbentuk panjang seperti pedang!

Posting Komentar