Halo!

Bu Kek Siansu Chapter 18

Memuat...

Hal inilah yang mendukakan hatinya. Dia menganggap bahwa dirinya menjadi penghalang Bagi suaminya dan hal inilah yang paling merusak hatinya. Maka dapat dibayangkan betapa gembira hatinya melihat suaminya pulang! Ketika ibu dan anak ini tiba dipantai, ternyata pasukan kehormatan telah berbaris dan siap menyambut pulangnya pangeran yang dihormati itu. Tentu saja Liu Bwee dan Swat Hong mendapat tempat kehormatan paling depan dan ketika akhirnya perahu itu menempel dipantai dan Han Ti Ong melompat keluar sambil tersenyum lebar, Swat Hong menjadi orang pertama yang berlari menyambut.

"Ayah...!!" "Ha-ha, Hong-ji, kau makin cantik saja!"

Han Ti Ong menerima puterinya itu dan mengangkat-nya tinggi-tinggi, lalu melemparkan tubuh anaknya keudara. Sambil tertawa-tawa Swat Hong melayang turun dan langsung menyerang ayahnya dengan jurus Kek-seng-jip-hai (Bintang Terompet Meluncur ke Laut) seperti yang dilakukanya kepada ibuya tadi.

"Ha-ha-ha, bagus juga!"

Ayahnya tertawa, menyambar kedua lengan yang mencengkram ubun-ubunnya, lalu memondong puterinya, dan mencium dahinya. Sambil memondong puterinya Han Ti Ong menghampiri istrinya yang sudah maju menyambutnya, memandang penuh kemesraan dan berkata halus, Harap kau baik-baik saja selama aku pergi."

Liu Bwee memandang suaminya, tersenyum akan tetapi di balik senyum itu tampak oleh Han Ti Ong ada sesuatu yang menggelisahkan hati istrinya, apalagi ketika mendengar suara istrinya lirih.

"Ayahanda raja sedang menderita sakit parah."

Han Ti Ong mengangguk.

Ucapan yang pendek itu sudah mencakup semua isi hati istrinya. Dia sudah mengenal hati istrinya yang tercinta itu dan tahu dia bahwa menjelang kematian ayahnya, ada hal-hal yang menggelisahkan istrinya. Tentu saja tentang warisan tahta kerajaan dan istrinya yang datang dari keluarga berdarah "rendah"

Itu tentu saja mengkhawatirkan bahwa keturunan istrinya itu akan menjadikan persoalan bagi pengangkatan raja! Maka dia memandang isterinya dengan sinar mata menghibur, kemudian seperti teringat dia berkata,

"Ahh, hampir aku lupa. Aku datang bersama seorang muridku, namanya Sing Liong akan tetapi di daratan besar sana dia dikenal sebagai Sin-tong."

"Hai, seorang sin-tong (anak ajaib)? Hemm, ingin aku tahu sampai di mana keajaibannya!"

"Hong-ji, jangan!"

Ibunya menegur, akan tetapi anak itu meloncat ke depan dan pada saat itu, Sin Liong sudah turun dari atas perahu. Baru saja dia berjalan menghampiri gurunya, tiba-tiba ada bayangan berkelebat dan tahu-tahu seorang gadis cilik dengan gerakan seperti seekor burung garuda menyambar telah menyerangnya dari depan, sebuah kaki kecil telah menghantam dadanya.

"Bukk!!"

Tanpa dapat ditanyakan lagi, Sin Liong roboh terjengkang, dadanya terasa nyeri dan napasnya sesak. Akan tetapi dia bangkit berdiri, mengebutkan pakaianya yang menjadi kotor, meman-dang anak perempuan yang lebih muda daripada dia itu, menggeleng kepala dan berkata tenang,

"Sungguh sayang sekali, seorang anak-anak yang masih bersih dikotori kebiasaan buruk mempergunakan kekerasan untuk memukul orang tanpa sebab."

"Aihhh..."

Swat Hong tertegun, lalu menoleh kepada ayahnya yang terdengar tertawa keras,

"Ayah, dia tidak bisa apa-apa, mengapa disebut Sin-tong? Serangan biasa saja membuatnya roboh terjengkang!"

"Ha-ha-ha, kaulihat dia roboh, akan tetapi apakah kau tidak lihat sesuatu yang ajaib? Dia tidak marah malah menyayangkan dirimu, bukankah itu ajaib?"

"Anak yang luar biasa dia..."

Terdengar Liu Bwee berkata lirih dan kini Swan Hong juga memandang Sin Liong. Akan tetapi dia masih merasa tidak puas dan berkata,

"Dia tidak marah karena takut dan pengecut, Ayah!"

"He, Sin Liong, apakah engkau takut kepada Swat Hong ini?"

Han Ti Ong berteriak kepada Sin Liong. Anak ini menggeleng kepala.

"Suhu mengerti bahwa teecu tidak takut terhadap apa pun dan siapa pun."

Swat Hong membusungkan dadanya yang masih gepeng itu, menegakan kepalanya dan menantang,

"Bocah sombong ,kalau kau tidak takut, hayo kaulawan aku!"

Dia sudah siap memasang kuda-kuda. Sin Liong menggeleng kepalanya.

"Adik yang baik, aku tidak akan menggunakan kepandaian apapun juga untuk melakukan kekerasan terhadap orang lain, apalagi terhadap seorang anak-anak seperti engkau."

Gadis cilik itu sudah menerjang maju, dipandang oleh Sin Liong dengan sikap tenang saja, berkedip pun tidak menghadapi serangan anak perempuan itu. Tiba-tiba tubuh Swat Hong terhuyung ke belakang dan ternyata lengannya sudah ditangkap oleh ibunya dan ditarik ke belakang.

"Swat Hong, kau terlalu sekali! Seharusnya kau minta maaf kepada Suhengmu itu!"

Swat Hong menoleh, melihat ayahnya tersenyum, melihat pandang mata semua orang dari prajurit sampai perwira penuh kagum terhadap Sin Liong.

Barulah dia ingat bahwa dia telah melanggar pelajaran pertama dari ayahnya, bahkan dari semua penghuni pulau bahwa ilmu silat pulau Es tidak boleh semba-rangan dikeluarkan untuk menyerang orang tanpa alasan! Dan dia telah menyerang Sin Liong tanpa sebab apa-apa, padahal Sin Lion adalah murid ayahnya atau suhengnya (kakak seperguruan). Biarpun dia berwatak keras dan tidak mengenal takut, akan tetapi sifatnya yang gembira dan mudah berubah membuat Swat Hong dapat mengusir semua rasa penasaran dan sambil tersenyum dan muka ramah dia menjura ke arah Sin Liong sambil berkata,

"Suheng, harap maafkan aku yang kurang ajar tehadap murid Ayah."

Sin Liong terkejut. Kiranya bocah ini puteri suhunya! Dia pun menjura dan berkata,

"Tidak ada yang perlu dimaafkan, Sumoi. Kepandaianmu memang hebat, tentu saja aku bukan tandinganmu."

"Hi-hik, wah, dia baik sekali, Ayah!"

Swat Hong lalu meloncat menghampiri Sin Liong, menggandeng tangan-nya dan diajak lari ke pinggir di mana dia menghujani Sin Liong dengan pertanyaan-pertanyaan.

"Siapakah nama lengkapmu, Suheng? Dari mana kau datang? Bagaimana kau dapat menjadi murid Ayah? Apa saja yang sudah diajarkannya kepadamu? Mengapa pula kau disebut Sin-tong?"

Payah juga Sin Liong menghadapi hujan pertanyaan dari anak perempuan yang baru saja menyerangnya seperti seekor burung garuda akan tetapi yang kini sudah bersikap demikian ramah dan baik terhadapnya ini. Akan tetapi baru saja dia memperkenalkan namanya, yaitu Kwan Sin Liong dan belum sempat menjawab pertanyaan yang lain, perhatiannya, juga Swat Hong dan semua orang yang berada disitu tertarik oleh keributan yang terjadi ketika Kwat Lin turun dari atas perahu. Begitu Kwat Lin turun dari perahu, wanita yang masih belum sadar betul dari gangguan ingatannya karena malapetaka hebat yang menimpa dirinya, menjadi perhatian semua orang.

Wanita ini memang berwajah manis dan gagah, apalagi ketika turun dari perahu itu rambutnya yang awut-awutan berkibar tertuip angin, pakaiannya yang terlalu longgar itu membuat dia kelihatan makin aneh dan penuh rahasia. Kwat Lin turun dengan sikap tenang, akan tetapi matanya bergerak liar menyapu semua orang yang memandangnya, kemudian mata itu berhenti memandang kepada Liu Bwee yang telah melangkah menghampirinya.

"Dia ini siapakah?"

Liu Bwee bertanya tanpa mengalihkan pandang matanya dari wajah pucat itu sambil didalam hatinya menduga-duga dan menanti jawaban yang diharapkan dari suaminya karena pertanya-an itu sesungguhnya diajukan kepada suaminya. Akan tetapi sebelum Han Ti Ong menjawab, tiba-tiba Kwat Lin, wanita itu membentak,

"Manusia-manusia busuk! Kubunuh engkau!"

Dan dia sudah meloncat ke depan dan menyerang Liu Bwee dengan pukulan yang dahsyat.

"He, Twanio! jangan begitu...!!"

Sin Liong berteriak mencegah, namun terlambat karena Kwat Lin sudah menyerang dengan cepatnya. Sedangkan para penghuni Pulau Es, termasuk Swat Hong dan Pangeran Han Ti Ong sendiri, hanya memandang dengan tenang-tenang saja!

"Wuuuutttt... plak-plak...!"

Tubuh Kwat Lin terpelanting ketika pukulannya tertangkis oleh Liu Bwee dan wanita ini sudah menampar pundaknya sebagai serangan balasan. Hal ini membuat Kwat Lin yang memang belum sadar benar itu makin marah. Dengan nekat dia melompat bangun dan menerjang lagi, Pangeran Han Ti Ong sudah mendahuluinya menotok pundaknya sambil berkata,

"Tenanglah, Nona,"

Kwat Lin kembali roboh, akan tetapi tubuhnya disambar oleh Han Ti Ong. Ternyata dia telah ditotok lemas. Dengan lambaian tangan, Pangeran itu memanggil empat orang wanita pelayan yang kelihatan tangkas-tangkas.

"Dia sedang sakit ingatannya tidak sewajarnya."

Dukungan & Donasi

Bantu kami terus update dengan memberi dukungan melalui:

BCA 7891767327
Trakteer
Post a Comment