Suling Emas Chapter 14

NIC

Ucapan Lu Sian tadi benar-benar menikam jantungnya. Gadis itu di depan orang banyak mengakui bahwa hanya Kwee Seng yang mampu menandinginya, namun betapapun juga, pemuda itu belum tentu bisa menjadi jodohnya! Ia merasa makin tak senang, muak dan benci menyaksikan sikap Lu Sian, apalagi mengingat betapa tadi gadis itu sudah pasti akan membunuh enam orang lawannya kalau saja ia tidak cepat-cepat turun tangan. Ia makin benci, akan tetapi juga makin cinta! Makin lama ia berdekatan dengan gadis ini, makin besar pula daya tariknya menguasai hatinya.

"Kwee-koko, dalam nyanyianmu tadi kau menyebut-nyebut tentang kipas dan suling. Tentang kipasmu, aku sudah melihatnya dan sudah tahu kelihaiannya. Akan tetapi tentang suling, adakah kau mempunyai suling, dan pandaikah kau meniup suling dan mempergunakannya sebagai senjata?"

"Aku seorang bekas pelajar gagal, biasanya hanya berkipas-kipas mendinginkan kepala panas lalu menghibur diri dengan suara suling. Memang tadinya aku memiliki sebuah suling, akan tetapi benda itu hancur ketika aku bertemu dengan Ban-pi Locia (Dewa Locia Berlengan Selaksa) di telaga See-ouw (Telaga Barat)."

Terbelalak sepasang mata yang indah itu, penuh perhatian dan ingin tahu.

"Apa? Kau betul-betul bertemu dengan ok-hengcia (pendeta jahat) itu? Aku pernah mendengar dari ayah bahwa pendeta perkasa itu amat cabul dan keji, akan tetapi memiliki ilmu kepandaian yang luar biasa. Ayah sendiri pernah bentrok dengan Ban-pi Lo-cia, bertempur sampai dua hari dua malam tidak ada yang kalah atau menang. Hanya karena khawatir kalau pertandingan dilanjutkan keduanya akan tewas, maka mereka menghentikan pertandingan. Dan kau bertemu dengannya? Bertanding? Dan sulingmu hancur olehnya? Ah, Kwee-koko, apakah kau kalah olehnya?"

Kwee Seng mengipas-ngipas lehernya yang terasa panas oleh pengaruh arak.

"Dia memang hebat, akan tetapi juga jahat bukan main. Secara kebetulan saja aku bertemu dengannya ketika aku berpesiar di telaga See-ouw."

Pemuda itu lalu menceritakan pengalamannya seperti berikut. Beberapa bulan yang lalu, dalam perantauannya yang tidak mempunyai tujuan tertentu, tibalah Kwee Seng di telaga See-ouw, Telaga Barat ini amatlah terkenal semenjak dahulu, karena luasnya, karena indahnya, dan karena segar nyaman hawanya.

Air berkeriput biru sehalus beledu

tilam pembaringan berkasur bulu

bunga teratai aneka warna penghias indah

dicumbu rayu ikan-ikan emas berwarna cerah

berperahu di telaga barat mandi sinar bulan

minum arak sesudah itu mati pun tak penasaran!

Nyanyian ini banyak dinyanyikan tukang-tukang perahu yang menyewakan perahu mereka untuk para pelancong. Pelancong yang tergolong miskin cukup merasa puas dengan berjalan-jalan disekitar telaga, yang tergolong cukup merasa puas dengan menyewa perahu kecil menghadapi seguci arak. Akan tetapi bagi para pelancong kaya raya, acaranya bermacam-macam. Yang sudah pasti mereka itu akan menyewa perahu besar yang mempunyai bilik yang terlindung dan tertutup, memesan hidangan arak dan masakan lezat mewah, kemudian memanggil pula pelacur-pelacur untuk melayani mereka makan minum sambil mendengarkan beberapa orang perempuan penyanyi menabuh yangkim dan bernyanyi. Pesta macam ini hampir diadakan setiap malam diwaktu musim tiada hujan, sehingga keadaan telaga barat amat meriah.

Ketika Kwee Seng tanpa disengaja tiba di telaga See-ouw, keadaan disitu sedang meriah sekali karena musim panas telah tiba. Di waktu musim panas mengamuk, banyak orang-orang kaya dan pembesar-pembesar merasa tidak betah tinggal di kota dan banyak yang mengungsi untuk beberapa hari atau pekan lamanya ke Telaga See-ouw dimana mereka dapat menghibur tubuh dan pikiran, dan baru ingat pulang kalau uang sudah habis dihamburkan! Begitu melihat seorang pemuda tampan dengan pakaian pelajar yang cukup rapi datang seorang diri, segera para tukang perahu merubungnya, menawarkan perahu mereka.

"Mari, Kongcu (Tuan Muda), perahu saya bersih dan kosong! Saya pesankan arak Hang-ciu yang paling baik! Kongcu perlu hidangan yang paling lezat? Restoran Can-lok atau rombongan penyanyi? Anak buah Bibi Cong cantik-cantik, muda dan suaranya emas atau Kongcu suka ehmm ditemani bidadari jelita? Tinggal pilih menurut selera Kongcu."

Demikianlah, ribut mereka menawarkan perahu sampai pelacur. Kwee Seng tersenyum dan menggerak-gerakkan tangan menyuruh mereka jangan bicara sambung-menyambung membikin bising.

"Dengar baik-baik, jangan ribut sendiri!"

Katanya tertawa.

"Aku hanya membutuhkan sebuah perahu kecil yang dapat dipakai duduk berdua, tanpa pendayung. Perahu kecil yang bersih dan tidak bocor, terbuka tanpa bilik. Kemudian, boleh sediakan arak dan dua cawannya, beberapa macam masakan yang panas-panas dan kemudian boleh panggil seorang pelacur yang pandai bicara, pandai main yangkim meniup suling, pandai bernyanyi dan pandai bermain catur."

"Wah, mengajak pelesir seorang bidadari, mengapa pakai perahu kecil terbuka, Siangkong (Tuan Muda)? Saya mempunyai yang besar, ada biliknya yang bersih dan enak, tidak terganggu dari luar"

Kembali Kwee Seng tersenyum dan kedua pipinya agak merah. Pemuda ini tidak pantang bersenang-senang dengan wanita, akan tetapi hanya sampai pada batas mengobrol dan bercakap-cakap gembira, bersenda-gurau dan main catur atau mendengarkan si cantik bernyanyi atau menabuh yangkim meniup suling saja.

"Aku ingin menyewa perahu kecil terbuka tanpa pendayung, ada tidak? Ada! Ada! Jangan khawatir, Kongcu, perahu saya kecil bersih, dicat biru dan tanggung tidak bocor. Lima belas cni saja untuk semalam suntuk!"

"Dan perempuan yang kukehendaki itu ada tidak? Pandai bicara, pandai main musik, bernyanyi dan pandai main catur, tidak menolak minum arak!"

"Wah, wah yang sepandai itu agaknya, hanyalah Ang-siauw-hwa (Bunga Kecil Merah) seorang. Seorang bidadari yang tercantik dan termahal disini!"

"Bagus! Kau panggil Ang-siauw-hwa untukku,"

Kata Kwee Seng, senang hatinya.

"Ah, tidak mungkin, Kongcu. Biarlah saya memanggil si Kim-bwe (Bunga Bwee Emas) yang juga pandai segala biarpun tidak secantik Ang-siauw-hwa atau si Kim-lian (Teratai Emas) yang pandai meniup suling dan cantik jelita, akan tetapi tidak pandai main catur dan tidak suka minum arak."

Hati Kwee Seng sudah kecewa.

"Tidak, aku menghendaki Ang-siauw-hwa itu. Mengapa tidak mungkin memanggil dia? Berapa harganya? Aku sanggup bayar!"

Orang-orang itu menggeleng kepala dan seorang yang setengah tua berkata, suaranya perlahan seperti takut terdengar orang lain,

"Kongcu, kau tidak tahu. Ang-siauw-hwa amat terkenal disini dan setiap ada pembesar pesiar, tentu dia dipesan. Aneh memang, biarpun Ang-siauw-hwa merupakan kembangnya semua wanita disini, namun dia bukanlah pelacur sembarangan. Dia hanya mau melayani bicara dan bernyanyi, main catur atau minum arak, bahkan mengarang syair, akan tetapi belum pernah terdengar Ang-siauw-hwa mau diajak yang bukan-bukan."

"Bagus, dialah pilihanku! Panggil dia!"

Kwee Seng tertarik sekali. Akan tetapi orang-orang itu menggeleng kepala.

"Sekarang dia berada di perahu Lim-wangwe (Hartawan Lim) yang perahunya kelihatan disana itu. Ia menuding kearah tengah telaga dimana tampak sebuah perahu Lim-wangwe sendiri yang mengadakan pesta bersama lima orang pendekar yang menjadi tamunya. Sejak pagi tadi Ang-siauw-hwa berada disana, mungkin sampai semalam suntuk mereka berpesta. Nah, dengar, itu suara suling tiupan Ang-siauw-hwa."

Kebetulan angin bersilir dari arah telaga dan tertangkaplah oleh telinga Kwee Seng tiupan suling yang merdu dan halus.

"Lebih baik jangan panggil dia, kongcu. Yang lain masih banyak, boleh Kongcu pilih sendiri. Ang-siauw-hwa hanya mendatangkan ribut belaka."

"Ah, kenapa?"

Kwee Seng terheran. Beberapa orang memberi isyarat akan tetapi pembicara itu agaknya sudah terlanjur dan berkata,

"Pagi tadi timbul keributan karena dia, Lo Houw (Macan Tua), Seorang tukang pukul yang terkenal di daerah ini, memaksa hendak mengajak Ang-siauw-hwa dan biarpun perempuan itu sudah lebih dulu dipanggil Lim-wangwe, Lo houw tidak mau peduli dan hendak merampas Ang-siauw-hwa, bahkan mengeluarkan kata-kata memaki Lim-wangwe. Kemudian ia mendatangi Lim-wangwe dengan perahunya dan kami semua sudah merasa kuatir. Kami mengenal kekejaman dan kelihaian Lo Houw, dan kami sayang kepada Lim-wangwe yang berbudi halus dan suka menolong kami yang miskin. Akan tetapi, apa terjadi? Lo Houw menyerang kesana dengan perahu, akan tetapi ia kembali ke pantai dengan basah kuyup!"

Orang itu tertawa dan yang lain juga tertawa, biarpun ketawanya sambil menoleh ke kanan kiri, kelihatan takut kalau-kalau mereka terlihat orang.

"Ah, apa yang tejadi?"

Kwee Seng makin tertarik.

"Kabarnya menurut tukang perahu yang kebetulan berada di dekat sana, Lo Houw meloncat ke perahu besar dan memaki-maki. Akan tetapi tiba-tiba muncul seorang diantara tamu Lim-wangwe dan dalam beberapa gebrakan saja Lo Houw yang terkenal itu terlempar ke dalam air!"

"Ha-ha, dia harus berenang ke tepi!"

Kata seorang lain. Kwee Seng tersenyum. Hal semacam itu tidaklah aneh baginya yang sudah biasa bertemu dengan peristiwa pertempuran yang lebih hebat lagi.

"Biarlah, kalau ia sedang melayani hartawan itu, aku pun tidak jadi mengajaknya menemaniku. Beri saja sebuah perahu kecil yang baik, sediakan satu guci arak dan cawannya bersama sedikit daging panggang, tiga macam sayur dan sedikit nasi. Nih uangnya, lebihnya boleh kau miliki."

Kwee Seng mengeluarkan dua potong uang perak yang diterima dengan tubuh membongkok-bongkok oleh tukang perahu setengah tua itu yang merasa kejatuhan rejeki.

"He, tukang perahu jembel! Lekas sediakan perahu terbaik, lima guci arak wangi, lima kati daging, lima macam sayur, mi lima kati dan nona-nona manis lima orang yang cantik-cantik dan muda-muda! Eh, kembang pelacur yang kalian obrolkan tadi, siapa namanya?"

Posting Komentar