"Aih, pantas sekali kalau begitu! Tidak tahunya Lauw-sicu murid Pat-jiu Sin-kail Pantas begitu lihail" Thiociangkun berkata lantang "Hayo, Lui-sicu, cobalah dia!" suaranya terdengar begitu gembira sekali.
"Marilah, Lauw-te!" kata Si Harimau Muka Kuning menantang.
"Saya telah siap, Lui-toako!" kata Heng San yang bersikap tenang namun dia waspada karena maklum bahwa ilmu lawan ini tentu jauh lebih tinggi dibandingkan dengan lawannya yang terdahulu.
"Hyaaatt!" Lui Tiong menyerang dengan jurus pukulan Pai-in-jut-sui (Mendorong Awan Keluar Puncak). Heng San maklum akan kekuatan lawan. Angin pukulan serangan itu amat kuat. Maka diapun melayani dengan memainkan ilmu silat Lo Han Kun-hoat (Ilmu Silat Orang Tua Gagah), yaitu ilmu silat aliran Siauw lim-pai, satu di antara banyak ilmu silat yang diajarkan Pat-jiu Sin-kai kepadanya. Seperti ilmu-ilmu silat Siauw-lim-pai pada umumnya, Lo Han Kun-hoat ini gerakannya mantap dan kokoh sekali. Tenyata ilmu silat Lui Tiong memang tangguh, namun kini dia bertemu lawan yang dapat mengimbanginya, baik dalam hal kecepatan maupun tenaga sakti. Setelah mereka bertanding selama puluhan jurus, tahulah Heng San bahwa dalam hal gin- kang (ilmu meringankan tubuh) dan lwee-kang (tenaga dalam) dia masih lebih unggul. Maka dia segera mengubah gerakannya. Kini dia mengerahkan gin-kang untuk bergerak lebih cepat dari lawan dan dia mulai menyerang sambi! mengeluarkan ilmu silat Ngoheng Lian - huan Kun - hoat (IImu Silat Lima Unsur). Lui Tiong terkejut sekali. Dia melihat seolah bayangan tubuh lawan menjadi banyak dan mengeroyoknya. Dia terdesak hebat dan hanya dapat mengelak dan menangkis sambil mundur berputaran di lian-bu-thia, sama sekali tidak mendapat kesempatan untuk balas menyerang. Para penonton hanya melihat bayangan Heng San seakan-akan terus mengejar ke manapun tubuh Lui Tiong bergerak. Lui Tiong sudah mandi keringat dan napasnya mulai terengah. Tiba-tiba bayangan itu melompat ke belakang dan tahu-tahu Heng San telah berdiri tiga tombak jauhnya dari Lui Tiong sambil menjura dan berkata.
"Lui-toako suka mengalah, terima kasih!"
Lui Tiong cepat memberi hormat. "Lauw-te sungguh patut disebut Kepalan Sakti Tanpa Tanding! Aku mengaku kalah!" Ketika orang-orang yang melihat dengan teliti, baju di bagian dada Lui Tiong telah bolong karena robek oleh jari-jari tangan Heng San! Seandainya mereka berkelahi sungguh- sungguh, tentu nyawa Lui Tiong takkan tertolong lagi!
Tentu saja kemenangan Heng San atas jagoan nomor satu itu membuat semua orang kagum. Terutama sekali Thio-ciangkun. Perwira tinggi ini merasa senang sekali dan sambi! tersenyum lebar dia menghampiri Heng San dan menangkap lengan tangan kanan pemuda itu. Sebagai seorang perwira yang berpangkat tinggi Thio Ci Gan ini bukan orang sembarangan. Sebagai seorang panglima yang berkedudukan tinggi dan menjadi seorang kepercayaan kaisar, dia memiliki ilmu silat tinggi di samping ilmu berperang dan diapun terkenal cerdik bukan main. Ketika dia memegang lengan Heng San sebenarnya bukan sekedar memegang biasa, melainkan tangannya itu memegang lengan dengan sebuah cengkeraman ilmu kim-na-jiu yang dapat membuat robek kulit daging dan mematahkan tulang! Pegangannya itu ternyata merupakan ujian pula bagi Heng San.
Pemuda ini mengetahui pula akan hal itu maka diapun telah siap siaga. Ketika jari-jari Thio-ciangkun menyentuh lengannya, panglima itu terkejut bukan main. Kulit lengan pemuda itu telah berubah lemas dan lembut. bagaikan kapas sehingga tidak mungkin dapat dicengkeram, sedangkan ilmu cengkeramannya itu khusus dipelajari untuk mencengkeram benda keras. Batu karang akan hancur kalau terkena cengkeramannya. Akan tetapi sekarang menghadapi benda lunak lembut seperti kapas, cengkeramannya tidak berdaya dan mati kutu!
"Ah, engkau benar-benar gagah perkasa, Lauw-sicu. Mari, kita harus merayakan pertemuan kita yang menggembirakan ini dengan minum arak sepuasnya!"
Hidangan ditambah dan Thio-ciangkun bahkan memerintahkan pengawal mengundang gadis-gadis penyanyi dan penari yang muda-muda. dan cantik jelita. Mereka makan minum sambil mendengarkan suara merduu yang keluar dari bibir mungil itu dan menonton lenggang tubuh muda dengan lekuk yang menggairahkan itu.
Di tengah-tengah perjamuan itu, Thio bertanya kepada Heng dan riwayatnya, orang tuanya dan Gurunya. Heng San memberi keterangan secara singkat saja. Ketika dia ditanya tentang suhunya, dia menjawab. Saya telah lebih setengah tahun berpisah dari suhu dan sekarang saya tidak tahu di mana adanya orang tua itu.
Thio-ciangkun menghela napas panjang "Ah, sudah lama sekali aku mendengar akan nama besar Pat-jiu Sin-kai. Betapa senangnya kalau aku dapat bertemudengan orang tua yang luar biasa itu. " Sementara itu, arak terus mengalir ke perut Heng San sampai pemuda itu menjadi mabok dan terpaksa digotong ke dalam sebuah kamar yang indah dan sudah tersedia untuknya.
Sejak hari itu, Heng San menjadi jagoan nomor satu yang amat disayang dan dipercaya oleh Thio-ciangkun, bahkan dia dipercaya untuk menjadi pengawal pribadi pembesar militer itu yang bertugas menjaga keamanan pribadi Thio Ci Gan atau Thio-ciangkun.
Beberapa hari kemudian, pada pagi hari Thio-ciangkun memanggil Heng San, Ban Hok dan Ouwyang Sin datang menghadap. Tiga orang jagoan ini cepat menghadap Thio- ciangkun yang duduk di ruangan dalam, sebuah ruangan tertutup dan menjadi tempat rahasia kalau pembesar itu mengadakan pembicaraan penting dengan para pembantunya.
Setelah tiga orang pembantu itu datang menghadap, hanya Lui Tiong yang tidak ikut dipanggil, Thio-ciangkun lalu berkata kepada Heng San.
"Aku mendengar dari seorang penyelidik bahwa di dalam hutan sebelah timur kota Bun- koan terdapat segerombolan perampok yang seringkali mengganggu para pelancong atau para pedagang yang kebetulan lewat di daerah itu. Bahkan sudah dua kali gerombolan itu berani masuk dan mengadakan kekacauan dan perampokan ke dalam kota Bun-koan.
Mereka itu harus dibasmi sebelum mendatangkan malapetaka yang lebih besar lagi. Lauw-sicu, engkau kuserahi tugas ini. Ban-sicu dan Ouwyang-sicu hanya membantumu. Bawalah selosin perajurit pilihan dan berangkatlah sekarang juga. Hati-hati, kabarnya di pihak gerombolan itu ada seorang yang tinggi kepandaiannya."
Heng San menerima tugas itu dengan gembira karena baru pertama kali ini dia mendapat tugas yang penting. 'Dia menganggap tugas itu sebagai pekerjaan yang penting dan baik, karena bukankah dia harus membasmi segerombolan perampok yang ganas dan yang mengganggu keaman dan kehidupan rakyat? Tugas itu sesuai dengan watak pendekar yang ditanamkan ke dalam hatinya oleh gurunya, Pat-jiu Sin-kai.
Setelah membuat persiapan, mereka diberi pakaian berwama biru merah oleh Thio- ciangkun sehingga dalam pakaian seragam itu mereka tampak gagah. Tiga orang jagoan itu memilih dua belas orang perajurit yang gagah be rani dan limabelas orang. itu masing- masing menunggang kuda pilihan. Pasukan itu tampak gagah sekali.
"Pasukan di bawah pimpinan Lauw-sicu ini kuberi nama Pasukan Garuda Sakti" kata Thio- ciangkun dan Heng San merasa girang dan bangga sekali.
Pasukan yang terdiri dari lima belas orang itu segera berangkat, merupakan barisan berkuda yang rapi sehingga di sepanjang perjalanan mereka menjadi perhatian para penduduk.
Ban Hok bersikap sombong. Pada setiap orang yang memandang barisan itu. dia berseru lantang, "Heii, lihatlah! lnilah barisan Garuda Sakti"
Melihat kelakuan kawannya yang bertubuh tinggi besar ini, Heng San hanya tersenyum geli. Setelah melakukan perjalanan sehari penuh, tibalah mereka di kota Bun-koan. Ketika mereka memasuki kota, tentu saja menimbulkan perhatian dan pembesar yang menjadi kepala daerah lalu mengadakan penyambutan. Heng. San memperlihatkan surat perintah dari Thio-ciangkun. Membaca surat perintah ini, kepala daerah itu tergopoh-gopoh melakukan penyarnbutan dengan hormat, mengadakan perjamuan dan mempersilakan mereka bermalam di kamar-kamar pilihan di gedung kepala daerah.
Pada keesokan harinya, kepala daerah itu datang berkunjung dengan memakai kereta. Heng San sebagai komandan pasukan menyambutnya dan pemuda ini merasa heran sekali ketika kepala daerah itu menyerahkan sebuah bungkusan atau kantung kepadanya dan berkata dengan merendah. "Karni tidak dapat memberi apa-apa, hanya sedikit bingkisan ini harap sicu terima dengan senang hati untuk menambah biaya sekadarnya. Tolong sampaikan kepada Thio-ciangkun bahwa kami di sini baik-baik saja dan sampaikan pula hormat kami kepada beliau."
Heng San terheran-heran sehingga tidak.cIapat berkata-kata. Dia cepat membuka mulut kantung dan ternyata isinya potongan-potongan emas yang berkilauan. Dia terkejut dan cepat dia membawa bungkusan itu berlari keluar mengejar kepala daerah yang sudah naik ke keretanya.
"Taijin, tunggu! Ini kantung uangmu jangan ditinggalkan. Saya tidak membutuhkan inil" kata Heng San dengan muka merah.
Wajah kepala daerah itu terheran dan matanya terbelalak. "Tapi..... tapi, sicu !"
"Terimalah kembali dan jangan bicara lagi!" kata Heng San sambil melempar buntalan atau kantung uang itu ke atas pangkuan pembesar itu yang kini menjadi pucat wajahnya. Tanpa memperdulikannya lagi Heng San lalu membalikkan tubuh kembali ke dalam rumah di mana dia dan rombongan bermalam. Dia melangkah lebar dan mukanya menjadi merah. Dia masih bersungut-sungut dengan hati sebal ketika Ban Hok dan Ouwyang Sin menghampirinya dan bertanya mengapa pemuda itu tampaknya kesal dan marah.
"Ah, aku sedang kesal dan jengkel sekali melihat ulah kepala daerah brengsek itu!" kata Heng San marah. "Dikiranya siapakah kita ini? Berani-beraninya dia mencoba untuk menyuap dengan sekantung emas! Hemm, pasti ada sesuatu yang tidak beres di sini, kalau tidak demikian, apa perlunya dia mencoba untuk menyogok? Hemm, sekembali kita dari hutan menumpas gerombolan penjahat, pasti akan. kuselidiki hal inil"
Mendengar ini, Ban Hok dan Ouwyang Sin saling pandang lalu tertawa sehingga Heng San memandang heran. "Mengapa kalian tertawa?" tanyanya tak senang.
"Lauw-te agaknya tidak mengerti akan keadaan jaman! Memang sudah demikianlah keadaan waktu sekarang, sudah lajim. Pemberian itu tidak berarti apa-apa, hanya sebagai tanda penghormatan belaka dari pejabat itu kepada kita yang menjadi utusan Panglima Thio. Bukan hal aneh, bahkan amat aneh kalau engkau menjadi marah dan menolaknya, Lauw-te!" kata Ban Hok.
Heng San memandang kepada Ban Hok dengan mulut ternganga. Ini merupakan hal yang baru baginya. "Akan tetapi apa perlunya? Mengapa dia harus memberi emas kepada kita? Bukankah kita tidak melakukan sesuatu untuknya?"
Kini Ouwyang Sin yang menjawabnya. "Lauw-te, bukankah kita hendak pergi membasmi perampok yang mengacau daerahnya? Setidak-tidaknya kita akan mengamankan kota ini dari gangguan perampok dan sudah lumrah kalau kepala daera:h itu hendak menyampaikan terima kasihnya dengan sedikit hadiah kepada kita, bukan?" Ouwyang Sin memandang rekan mudanya itu dengan pandang mata menyesal mengapa Heng San menolak "rejeki nomplok itu.
Kini mengertilah Heng San akan tetapi dia tetap merasa penasaran dan tidak sudi menerima pemberian orang dengan cara demikian. Ia menganggap hal itu merendahkan namanya dan menghinanya. Pasukan Garuda Sakti harus menjadi pasukan yang terhormat, gagah, berjuang yang akan dibanggakan oleh Panglima Thio Ci Gan yang demikian bijaksana. dan jujur!
Pada keesokan harinya setelah mendapat keterangan jelas di mana hutan yang dijadikan sarang gerombolan itu berada, Heng San mengajak pasukannya berangkat. Setibanya di luar hutan, Heng San memesan kepada para anak buahnya agar jangan ada yang bergerak sebelum mendapat perintah darinya. Kemudian Ban Hok yang bertubuh tinggi besar itu mengeluarkan sebuah bendera pemberian Panglima Thio, sehelai bendera berwama kuning yang tersulam gambar seekor burung garuda berwama merah keemasan. ”Gagah sekali gambar ini, gambar yang serupa benar dengan sulaman gambar garuda yang terpasang di dada mereka. Kemudian, sambil mengibarkan bendera itu, mereka menjalankan kuda perlahan memasuki hutan yang lebat itu.