"Tentu saja kalau ada yang berpendapat demikian, itu merupakan suatu kebodohan. Kemalasan merupakan dosa! Tuhan telah memberi semua perlengkapan, kaki tangan akal budi dan semua sarana untuk hidup, tentu saja harus dikerjakan semua itu! Tuhan telah megaruniakan tanah, air, hawa, sinar matahari, bibit padi, semua itu tidak dapat dibuat manusia dan sudah disediakan begitu saja, akan tetapi semua itu tidak akan menghasilkan makanan kalau tidak dipadukan dengan usaha kita untuk mengerjakannya. Usaha atau ikhtiar itu merupakan kewajiban kita, untuk menggunakan semua perlengkapan itu guna memenuhi kebutuhan hidup. Akan tetapi ikhtiar tidak menjamin keberhasilan. Kita harus berikhtiar sekuat kemampuan kita, itu kewajiban hidup, namun harus pula dilandasi kepasrahan kepada Tuhan karena hanya Kekuasaan Tuhan yang menentukan dan mengatur segala sesuatu di alam maya pada ini."
Demikianlah, setelah menjadi seorang pemuda remaja, Han Lin yang oleh Thai Kek Siansu setiap minggu diharuskan mengajukan pertanyaann tentang hidup dan isi kehidupan, kini mulai mengajukan pertanyaan yang lebih berat dan berisi. Ketika masih kanak-kanak dulu, pertanyaannya pun sudah menuju kearah hal hal yang dilihatnya di dunia ini dan yang tidak dimengertinya. Misalnya tentang segala tumbuh-tumbuhan dan binatang dari mana datangnya dan siapa pembuatnya.
Tentang angin, tentang awan, siapa yang mengatur semua itu. Hal-hal seperti ini dulu sebelum dia bertemu dengan Thai Kek Siansu, tidak pernah dia pikirkan, apalagi dia bicarakan dengan orang lain. Sejak kecil itu, mulailah dia dituntun oleh Thai Kek Siansu untuk menyadari akan keagungan dan kebesaran Tuhan, akan kekuasaan-Nya yang tidak terbatas. Juga akan kemampuan manusia yang amat terbatas, bahwa tanpa anugerah Tuhan, manusia sesungguhnya tidak dapat melakukan apa pun.
Tiba-tiba rajawali yang masih mendekam tak jauh dari situ sejak tadi, seolah-olah mengerti apa yang sedang dibicarakan, bangkit berdiri dan mengeluarka suara seperti berkokok. Agaknya kepekacapannya yang luar biasa membuat dia dapat merasakan adanya sesuatu yang tidak wajar. Banyak binatang yang tidak mampu mempergunakan hati akal pikiran memiliki indera lain yang dapat merasakan apabila ada hantu datang. Misalnya anjing yang melolong di malam hari tanpa sebab tertentu, atau ayam-ayam yang ribut berkokok bersahut-sahutan tanpa sebab tertentu. Mereka itu merasakan danya sesuatu yang tidak wajar, yang tidak dapat dirasakan manusia biasa.
Melihat sikap rajawali, Thai Kek Siansu terdiam dan memejamkan matanya. Dia adalah seorang manusia yang jiwanya telah terbuka, tidak lagi tertutup nafsu daya rendah sehingga kepekaan yang bagi orang lain sudah tertutup hawa nafsu, telah kembali dimilikinya. Setiap orang manusia, sejak dilahirkan telah disertai kepekaan seperti pada mahluk lain, dan ini dapat dibuktikan pada diri anak-anak kecil yang kepekaannya masih belum tertutup hawa nafsu. Anak-anak bayi dapat merasakan apabila terjadi sesuatu yang tidak wajar, tidak sebagaimana mestinya, apalagi yang membahayakannya. Bahkan dia dapat merasakan kasih sayang atau pun kebencian orang kepadanya. Akan tetapi makin besar, kepekaan itu semakin pudar dan menghilang, yang sebenarnya bukan menghilang, melainkan tertutup oleh nafsu- nafsu daya rendah yang mulai mempengaruhi dan menguasai dirinya.
Tiba-tiba ada angin bertiup menggoyang pohon-pohon dan Han Lin melihat betapa Thai Kek Siansu bangkit dari duduknya lalu berlutut menghadap ke timur sambil memberi hormat.
"Susiok (Paman Guru), selamat datang!"
Han Lin yang selalu menganggap gurunya sebagai panutan, melihat gurunya berlutut, cepat ikut berlutut pula di belakang gurunya. Dia tidak melihat adanya orang akan tetapi mendengar ucapan gurunya dia tahu bahwa tentu gurunya memberi hormat kepada seorang yang menjadi paman guru dari Thai Kek Siansu.
Angin datang bertiup semakin kuat dan tiba-tiba berkelebat sesosok bayangan orang dan 'tahu-tahu di situ telah berdiri seorang kakek yang tubuhnya dilibat-libat kain putih. Kakek itu bertubuh tinggi kurus, lebih tinggi daripada Thai Kek Siansu, pakaiannya seperti yang dipakai Thai Kek Siansu. Melihat rambut, kumis dan jenggot panjangnya semua sudah putih, dapat diduga bahwa kakek itu tentu sudah tua sekali, sedikitnya delapan puluh tahun usianya. Sinar matanya tajam, kulitnya putih halus akan tetapi pada saat itu, sinar mata itu mengandung kemarahan dan kulit di antara dua alisnya berkerut, menandakan bahwa kakek tua renta itu sedang marah.
Kakek itu memandang kepada Thai Kek Siansu, lalu kepada Han Lin.
"Thai Kek Siansu, siapakah pemuda remaja ini?" terdengar suaranya bertanya.
"Su-siok, dia adalah Si Han Lin, murid tunggal teecu." jawab Thai Kek Siansu dengan lembut dan tenang. Kemudian dia menoleh kepada Han Lin. "Han Lin, beri hormat kepada Susiok-couw (Paman Kakek Guru) Thian Beng Siansu."
Han Lin segera memberi hormat sambil berlutut. "Susiok-couw, teecu Si Han Lin menghaturkan hormat."
Akan tetapi dengan suara mengandung kemarahan kakek itu berkata. "Thai Kek, engkau tahu bahwa aku tidak pernah mempunyai murid dan tidak pernah mengakui cucu murid! Akan tetapi engkau telah melanggar sumpah mendiang Suheng (Kakak Seperguruan) Thian Gi Siansu Engkau telah mengambil murid, larangan utama yang telah kau langgar. Agaknya engkau mencontoh perbuatan mendiang gurumu yang tidak benar. Maka, sekarang engkau harus mencontoh pula pertanggungan jawabnya menebus kesalahan itu dengan membunuh diri! Aku hanya datang menjadi saksi pelaksanaan peraturan yang menjadi wasiat Keluarga Kok. Nah, lakukanlah penebusan dosa itu!"
Dengan sikap tenang Thai Kek Siansu berkata "Maafkan teecu. Susiok. terpaksa teecu tidak dapat melakukan perbuatan bunuh diri. Teecu tidak berani karena hal itu merupakan dosa besar."
"Siancai !" Kakek tua renta itu berseru. "Engkau berani mengatakan bahwa
bunuh diri itu dosa? Bukankah gurumu juga membunuh diri untuk menebus kesalahannya itu?"
"Suhu telah melakukan bunuh diri dan itu adalah suatu dosa besar, Susiok. Sayang ketika hal itu terjadi, teecu tidak berada di sana. Kalau teecu ada, sudah pasti teecu akan mencegahnya."
"Murid durhaka! Kau bilang memenuhi sumpah Keluarga Kok itu berdosa? Apakah melanggar larangan menerima murid yang menjadi peraturan Keluarga Kok itu bukan dosa yang lebih hebat lagi?"
"Maaf, Susiok. Menurut teecu, peraturan larangan menerima murid itu memang tidak tepat, maka teecu juga tidak menyalahkan bahwa mendiang Suhu telah menerima murid. Hanya teecu menyesal mengapa Suhu begitu patuh kepada peraturan yang keliru itu sehingga melakukan dosa besar dengan membunuh diri."
"Murid murtad! Berani engkau mencela peraturan Keluarga Kok yang suci?" setelah membentak demikian, kakek tua renta itu mendorong dengan tangan kirinya. Dari telapak tangannya itu mencuat sinar putih menghantam tubuh Thai Kek Siansu dan tubuh Thai Kek Siansu terlempar dan jatuh terguling-guling!
Melihat ini, Han Lin meloncat menghadang karena kakek tua renta itu melangkah dan mengejar Thai Kek Sians agaknya hendak menyerang lagi.
"Suslokcouw! Jangan pukul Suhu!!"
Melihat pemuda remaja itu menghadangnya, Thian Beng Siansu mengibaskan ujung kain pembalut tubuhnya sambil berseru.
"Minggir kau !"
Angin yang amat kuat menyambar ka arah Han Lin ketika ujung kain itu di kebutkan dan biarpun Han Lin sudah siap, mengerahkan tenaga dan bahkan mencoba untuk mengelak dengan melompat ke samping, tetap saja tubuhnya disambar angin kuat dan dia pun terlempar dan terbanting jatuh sejauh tiga tombak!
Terdengar bunyi melengking dan burung rajawali itu agaknya marah melihat Thai Kek Siansu dan Han Lin diserang kakek tua renta. Dia sudah menggerakkan sepasang sayapnya, terbang meluncur dan menyerang Thai Beng Siansu! Akan tetapi kakek tua renta itu kembali menggerakkan ujung kain putih itu dan angin yang kuat menyambar dari samping.
"Wuuuttttt.......... bresssss !" Tubuh raawali yang besar itu pun terlempar dan
terbanting jatuh!
Han Lin dan rajawali itu bangkit lagi dan siap menyerang kakek tua renta yang agaknya akan menghampiri Thai Kek Siansu.
"Tiauw-cu! Han Lin! Jangan kurang ajar, hentikan gerakan kalian!" Thai Kek Siansu yang sudah bangkit duduk bersila itu berseru, kemudian dia berkata kepada Thian Beng Siansu.
"Susiok, maafkan mereka berdua yang hanya ingin membela teecu."
"Hemmm, aku tidak mau melukai siapa pun. Akan tetapi engkau harus menebus dosa dan membunuh diri, Thai Kek!"
"Teecu tetap tidak berani melakukan itu, Susiok, karena hal itu merupakan dosa yang besar sekali terhadap Tuhan! Hidup mati teecu berada di tangan Tuhan, siapapun tidak berhak mengakhiri! hidup setiap orang yang menjadi wewenang Dia yang memberi hidup!"
‘Murid murtad, kalau engkau tidak mau membunuh diri untuk menebus dosamu, terpaksa aku akan membinasakanmu Untuk memenuhi sumpah Keluarga Kok yang besar!" Setelah berkata demikian, dia melangkah menghampiri Thai Kek Siansu yang masih duduk bersila. Thai Kek Siansu yang duduk bersila itu meundukkan muka dan memejamkan mata, pasrah sepenuhnya kepada Tuhan untuk menerima apa yang akan terjadi dengan dirinya.
Setelah berdiri dekat Thai Kek Siansu, kakek tua renta itu menggerakkan tangan kirinya, menampar ke arah kepala Thai Kek Siansu. Tangan kiri itu memancarkan cahaya kilat yang menyambar ke arah kepala yang menunduk itu.
"Syuuuttt tarrr!" Kilat itu menyambar ke arah kepala Thai Kek Siansu
yang menunduk, akan tetapi setelah tinggal kurang dari sejengkal sinar itu terpental! Thai Kek Siansu masih tetap menundukkan muka dengan mata terpejam, seolah tidak tahu bahwa dirinya diserang dengan pukulan maut tadi. Kakek tua renta itu terkejut dan matan terbelalak heran, seolah tidak percaya. Dia lalu menyembah dengan kedua tangan umtuk menghimpun tenaga dalan sepasang tangannya, kemudian dia menghantamkan kedua tangan itu dari kanan kiri ke arah kepala Thai Kek Siansu.
"Wuuuuutttt blarrrrr !" Kembali dua sinar kilat yang menyambar da kedua
telapak tangan Thian Beng Siansu ke arah kepala Thai Kek Siansu, setelah dekat sekali dengan kepala itu, terpental keras sehingga tubuh kakek tua renta itu ikut terdorong ke belakang. Dia terkejut bukan main akan tetapi sebagai seorang yang memiliki tingkat ilmu yang sudah amat tinggi, dia tahu benar bahwa dia tidak akan mampu membinasakan keponakan muridnya ini. Dia tidak perlu mencoba lagi.
Mukanya menjadi pucat lalu berubah merah sekali. "Thai Kek! Murid durhaka dan sesat! Ternyata engkau telah demikian jauh tersesat sehingga engkau telah mempelajari ilmu sesat dari Iblis!"
Thai Kek Siansu membuka kedua matanya dan dia bangkit berdiri, menjura dengan membungkuk dan mengangkat kedua tangan depan dada untuk memberi hormat kepada Thian Beng Siansu, lalu menjawab dengan lembut. "Su-siok, ilmu sesat yang dari Iblis adalah ilmu yang digunakan untuk mencelakai orang lain. Ilmu yang bekerja untuk melindungi diri dan orang lain dari bencana dan kejahatan adalah ilmu dari Tuhan Yang Maha Kuasa."