"Desssss !!" Dua orang itu berteriak lalu roboh pingsan setelah kepala mereka
saling beradu sehingga agaknya mereka berdua menderita gegar otak! Sementara itu, ketika Lurah Ci menagkap kedua lengan Liu Cin, anak itu ronta-ronta, akan tetapi tentu saja dia kalah kuat dan tidak mampu melepaskan keduua lengannya. Biasanya, Liu Cin tidak berani bahkan takut sekali terhadap kepala dusun ini, karena tidak pernah ada yang membelanya. Akan tetapi sekarang, melihat ada hwesio luar biasa membelanya dan merobohkan tiga orang tukang pukul, rasa takutnya seketika menghilang dan dia cepat mendekatkan mukanya dan menggigit tangan kanan Lurah Ci yang memegangnya, menggigit sekuat tenaga.
"Waduhhhhh !" Lurah Ci berteriak kesakitan sehingga terpaksa dia melepaskan
pegangannya. Melihat kulit tangannya bekas tergigit dan berdarah, dia semakin marah.
"Bocah setan !" Dia memaki dan menghampiri Liu Cin dengan muka beringas
dan kedua lengan dikembangkan, kedua tangan seperti hendak mencekik anak itu.
Melihat ini Lui Cin lalu berlari memapaki dan menyeruduk ke arah perut Lurah Ci. “Bukkk.............. bresss !" Diseruduk perutnya, Lurah Ci yang sama sekali tidak
pernah mengira anak yang biasanya menurut itu berani melakukan hal itu, terjengkang roboh! Dia memaki-maki merangkak bangkit, lalu mencabut pedang yang selalu tergantung di pinggangnya, pedang yang biasanya dia pamerkan bagai pedang pusaka yang keramat! lalu menghampiri Liu Cin dengan penuh kemarahan, dengan pedang terangkat. Tentu saja anak itu merasa tidak berdaya, akan tetapi dia tidak mau memperlihatkan rasa takut dan hanya berdiri memandang lurah itu dengan sepasang mata bersinar.
Pada saat Lurah Ci membacokkan pedangnya, tiba-tiba ada dua benda kecil menyambar dan tepat mengenai kedua kakinya, di bawah lutut.
"Tuk! Tuk!" Lurah Ci menjerit, pedangnya terlepas dari tangannya dan diapun roboh terguling, mengaduh-aduh dan kedua tangannya sibuk meraba kedua kakinya.
Ternyata tulang kering di bawah betisnya patah terkena sambaran dua buah batu yang tadi dilontarkan Ceng Hosiang!
Lurah Ci dan tiga orang tukang pukulnya, setelah dua orang yang geger otak tadi siuman, kini hanya mengaduh-aduh. Bahkan dua orang yang kepala diadu tadi menangis seperti anak kecil agaknya gegar otak membuat mereka bersikap aneh. Ceng In Hosiang masih duduk bersila dan kini dia saling pandang dengan Lui Cin. Karena ingin mengetahui watak anak itu, Ceng In Hosiang berkata pada Liu Cin, "Lui Cin, orang-orang ia sudah banyak menyusahkanmu, sekaran engkau boleh melakukan apa saja sesukamu terhadap mereka. Kini engkau mempunyai kesempatan untuk membalas dendam. Lakukanlah sesukamu!"
Liu Cin memandang kepada empat orang itu satu demi satu, kemudian berkata. "Loya, Lurah Kiu-cun dan kalian! bertiga Paman yang menjadi pengawalnya, sekali ini kalian mendapatkan pelajaran dari Losuhu ini. Dia masih bersikap, lunak dan mengampuni kalian berempat, akan tetapi kalau lain kali kalian masih kejam dan sewenang-wenang terhadap penduduk dusun, pasti Losuhu ini akan datang lagi dan menghancurkan kepala kalian, bukan hanya kaki kalian!"
Melihat anak itu hanya mengeluarkan peringatan ini dan sama sekali tidak membalas dendam, Ceng In Hosiang merasa kagum dan juga girang sekali.
"Liu Cin, sekarang engkau bebas dari ancaman mereka. Engkau sekarang boleh pergi sesuka hatimu." katanya.
Tiba-tiba Liu Cin berlari menghampiri hwesio itu dan menjatuhkan diri berlutut di depannya. "Losuhu, saya sudah tidak mempunyai keluarga, tidak mempunyai rumah, ke mana saya harus pergi? Lo-suhu, perkenankanlah saya untuk ikut dengan Losuhu saja, biar saya dapat membantu dan merawat Losuhu yang sedang sakit."
"Omitohud!" Ceng In Hosiang berseru akan tetapi di dalam hatinya dia merasa senang sekali. Dia telah berhasil mengobati luka dalam tubuhnya dan dia memang ingin sekali mengangkat bocah ini menjadi muridnya. Selama ini dia belum pernah mempunyai murid dan begitu bertemu dengan anak itu, timbul keinginannya untuk mengambilnya sebagai murid, apalagi melihat sifat-sifat yang baik dipunyai Liu Cin. Juga anak yatim piatu dan sekarang malah sudah mohon sendiri untuk menjadi muridnya.
"Anak baik, tahukah engkau bahwa menjadi muridku bukan merupakan kehidupan yang enak bagimu? Selain pinceng miskin tidak memiliki apa-apa, juga engkau akan melakukan perjalanan jauh yang amat sukar dan berat, selain itu engkau harus pula tekun berlatih dan hal ini pun amat berat dan tidak menyenangkan."
"Losuhu, betapa berat pun, saya akan melaksanakan dengan senang hati. Saya tidak mungkin dapat hidup seperti yang sudah-sudah menjadi sapi perahan di rumah kepala dusun dan menerima penghinaan setiap hari dari semua orang. Kalau Losuhu tidak sudi menerima saya sebagai murid atau pelayan, saya akan pergi ke mana saya, asalkan tidak harus hidup di dusun ini."
Ceng In Hosiang masih ingin menguji watak anak itu. "Omitohud, agaknya lebih baik kalau engkau pergi ke mana pun engkau kehendaki, Liu Cin. Pinceng helum dapat menerimamu sebagai murid."
Mendengar ini, wajah Liu Cin berubah pucat dan dia lalu bangkit berdiri dan lari sambil menahan isak tangis karena kekecewaannya. Ceng In Hosiang mengikutinya dengan pandang mata, kemudian menghela napas panjang dan dia pun bangkit berdiri. Dia memandang kepada lurah Ci yang masih merintih-rintih tidak mampu bangkit berdiri, lalu mengambil sebungkus obat dari saku jubahnya. "Kalian ini orang-orang berhati kejamdan jahat. Ancaman Liu Cin tadi bukan gertak kosong belaka. Kalau engkau sebagai lurah dan tiga orang kaki tanganmu ini tidak mengubah watak kalian dan masih bersikap kejam dan sewenang-wenang terhadap rakyat dusun, pinceng pasti akan datang memberi hukuman seperti yang dikatakan anak tadi. Pakai obat luar ini dan kembalilah ke jalan benar!" Dia melemparkan bungkusan obat itu kepada Lurah Ci, kemudian sekali berkelebat, tubuhnya lenyap dari situ. Lurah Ci dan tiga orang tukang pukulnya terkejut dan maklum bahwa mereka tadi berhadapan dengan seorang hwesio yan amat sakti. Mereka menjadi ketakutan dan sejak hari itu, mereka benar-benar bertobat dan mulai mengubah sikap dan watak mereka.