Usul ini mendapat tanggapan hangat dari kedua temannya yang lain. Sampai disitu paman Sip tidak mendengarkan lebih lanjut. Urusan ini besar sangkut pautnya, supaya tidak memukul rumput menggebah ular barang-barang berharga yang bakal menjadi curiannya akhirnya batal digerayangi."
"Kalau begitu, In-tiong-yan adalah orang Kim. Aneh, kenapa dia membantu aku mencuri konsep militer milik Wanyen tiang-ci?"
"Tidak, hakikatnya In-tiong-yan apakah benar orang Kim, paman Sip sendiri juga belum berani pastikan."
"Bukankah kau sendiri tadi mengatakan ketiga gembel gemuk tadi adalah orang bangsa Kim?"
"Belakangan paman Sip menemukan sebuah rahasia lain."
"Rahasia apa lagi ?"
"Semula paman Sip menyangka tiga gembel gemuk bakal mangsanya itu adalah orang bangsa Kim, belakangan baru dia tahu bahwa anggapannya itu salah."
"Bagaimana dia tahu ?"
"Mereka mengobrol dengan bahasa Kim yang dicampur dengan bahasa Han. Tapi paman Sip dapat membedakan dialok mereka masing masing berlainan. Oh, ya, aku lupa beritahu pada kau, bukan saja paman Sip ahli mencuri, diapun ahli bahasa, dia paham bahasa daerah dari berbagai suku bangsa Bahasa Mongol, bahasa Kin, bahasa Cirdan dan banyak lagi bahasa lainnya.''
"Jadi dari perbedaan logat bahasa mereka dia dapat membedakan kewarganegaraan ketiga orang itu ?"
"Tepat sekali. Menurut katanya seorang memang benar orang Kim, seorang lagi bangsa Mongol, seorang lagi bangsa Cirdan. Jelas sekali logat orang Kim itu dari Tay-toh (ibu kota), sedang orang Mongol itu berlogat Ho-lim, tak peduli mereka bicara menggunakan bahasa Kim atau bahasa Han, logat semula dari daerah masing-masing betapapun tak bisa diubah. Cuma seorang yang lain itu tak dapat diraba asal usulnya, tapi pasti dia adalah bangsa Cirdan."
Hek-swan-hong terpekur, sesaat ia bicara : "Holin adalah ibu kota Mongol, satu diantaranya orang berasal dari Holim ! Kemungkinan besar adalah spion yang diutus Khan besar mereka kesini !"
"Tapi seorang yang lain berasal dari Tay toh adalah ibu kota kerajaan Kim. Apakah mungkin orang ini juga utusan raja Kim? Meski Mongol dan kerajaan Kim penah menanda tangani sebuah perjanjian, bagaimana juga mereka adalah musuh."
"Itu hanya rekaanku saja. Eh, urusan ini benar benar janggal dan aneh."
"Ketiga orang itu sepakat untuk memberi tahu rahasia ini kepada In-tiong-yan supaya dia yang ke Liang-san mencuri Ping-hoat itu, jelas bukan kalau In-tiong-yan sepihak dengan mereka. Maka kemungkinan In-tiong-yan adalah orang Kim, mungkin dari suku Cirdan juga mungkin dari bangsa Mongol. Tapi pendek kata dia bukan orang Han."
Hek-swan hong terbungkam, sesaat kemudian baru dia manggut-manggut, ujarnya: "Memang benar, aku anggap dia orang Han, agaknya aku salah nilai."
"Sebetulnya, apakah dia berhasil mencuri Ping-hoat itu?"
"Akupun tak tahu." sahut Hek-swan-hong hambar, "tapi dia bilang sudah berhasil mendapatkannya."
"Siluman perempuan ini mana mau terus terang. Mungkin dia sengaja menipu kau, supaya kau putus asa dan mengubah niatmu."
"Semoga begitu." kata Hek-swan hong tertawa getir, "Tapi setelah dia pergi, dalam radius puluhan li sekitar puncak sana aku sudah ubek-ubekan mencarinya tanpa hasil. Kalau kau punya niat dan cukup sabar, silakan kau cari sendiri!"
"Masa aku punya sabar untuk menggagap jarum didalam lautan. Aka hanya ingin mengambil keuntungan saja, biar In-tiong-yan berhasil dulu baru akan kurebut Ping-hoat itu itu dari tangannya. Siapa tahu aku hanya berhasil merebut kotak kosong belaka. Sebetulnya benar tidak ia berhasil merupakan tanda tanya besar."
Berhenti sejenak lantas Hong-thian-lui melanjutkan ceritanya: "Paman Sip menyampaikan berita rahasia itu kepada guru dan ayahku. Kedua orang tua itu berunding, kalau mereka yang muncul di Liang san untuk mencuri Ping-hoat, jelas kurang leluasa, sebab mereka dengan paman Sip adalah tokoh kenamaan dari Bulim, mereka kuatir diantara pejabat bangsa Kim ada yang tahu bahwa mereka adalah keturunan para pahlawan gagah gunung Liang-san. Sekali mereka muncul pasti akan membuat perhatian khalayak ramai."
"Akhirnya diputuskan, kaulah yang diutus kemari," kata Hek-swan-hong.
Merah jengah muka Hong-thian-lui, katanya: "Sebetulnya Cin-sute jauh lebih cerdik dan pintar dari aku, tapi Suhu justru tidak setuju kalau Cin-sute yang diutus kemari. Pit-le-ciang yang kulatih masih ada dua jurus yang belum matang dan sempurna. Tapi Suhu malah suruh aku mengembara."
Hek-swan-hong tidak tahu orang macam apa Cin sutenya itu, katanya tertawa : "Untung kedua jurus Pit-Ie ciang itu kurang sempurna, kalau tidak mungkin aku sudah kecundang ditanganmu. Gurumu suruh kau kelana tentu beliau percaya kau dapat menunaikan tugas berat ini."
Hong-thian-lui tertawa getir, ujarnya, ''Jelas tugas ini gagal dan hasilnya nihil dipermainkan oleh siluman perempuan lagi, sungguh penasaran, tiada muka aku pulang menemui ayah dan guruku."
''Perihal kedatanganmu ke Liang-san mencari Ping hoat, apakah Liok pangcu mengetahuinya ?"
"Selama aku mengembara belum pernah jumpa dengan Liok-pangcu."
"Aku ingin kembali ke Tay toh mencari Liok-pangcu, memberi tahu kejadian disini kepada beliau. Kuharap beliau bisa membantu menyirapi."
"Apa kau masih menyangka In-tiong yan itu orang baik ?'' goda Hong-thian-lui tertawa.
"Sudah tentu dia bukan orang golongan kita. Tapi bagaimana juga harus tahu asal-usulnya, aku harus memberi tahu berita baru ini kepada Liok-pangcu, anak murid Kaypang tersebar diseluruh pelosok dunia, mungkin dengan tuntunan sumber berita ini dapat membuat penyelidikan yang diharapkan. Saudara Ling, kau mau kemana selanjutnya?"
"Liok-pangcu juga terhitung paman kentalku, seharusnya aku menghadap kepada beliau. Tapi ayahku menyuruh aku ke Ceng-di-an di Ciat kang timur untuk suatu keperluan lain, terpaksa tak bisa mengiringkan."
"Cin-dian ada seorang Busu kenamaan Lu Tang-wan, kabarnya tahun ini genap ulang tahunnya ke 60. Apakah saudara Ling hendak kesana menyampaikan selamat ulang tahun?''
''Benar, beliaupun seorang sahabat kental ayahku, tapi aku hanya pernah melihatnya sekali waktu kecil, kira-kira puluhan tahun yang lalu."
''Kalau begitu, disini saja berpisah.''
"Setelah bertemu dengan Liok-pangcu, tolong sampaikan salam hormatku."
"Baik. Lebih baik lagi setelah menyampaikan bingkisan ulang tahun, kau bisa segera menyusul kesana, kita bisa bertemu di Tay-toh."
''Kuharap demikian,'' sahut Hong-thian-lui, berjalan berapa langkah, tiba-tiba teringat sesuatu, cepat ia menoleh dan berteriak, "Sungguh aku ceroboh, aku belum mengenal nama besarmu? Kau panggil aku saudara Ling, masa aku harus selalu panggil kau Hek-swan-hong ?''
Hek swan-hong menahan geli, sahutnya: "Aku she Hong bernama Thian-yang, tapi jangan kau beritahu nama asliku kepada orang."
"Aku paham, saudara Hong, selamat bertemu."
Sebetulnya dia kurang paham, kenapa Hek-swan-hong berpesan supaya nama aslinya tidak diberitahukan kepada orang lain. Yang dia pikir hanyalah Hek-swan-hong adalah benggolan yang mencari setori dengan kalangan pemerintah negeri Kim, berapa banyak pembesar jahat kerajaan Kim yang telah dibunuhnya, kalau nama aslinya diketahui orang, banyak bakal mempengaruhi sepak terjang selanjutnya. Memang ini hanya salah satu alasan belaka, yang penting masih ada alasan lain yang untuk sementara sengaja Hek-swan-hong tidak ingin memberitahu kepadanya.
Baru pertama kali mengembara Hong-thian-lui lantas berkenalan dengan seorang sahabat yang sudah menggetarkan dunia persilatan, apalagi seorang sahabat yang mempercayai dirinya, memberitahu nama aslinya yang tidak ingin diketahui orang lain, sungguh perasaan hatinya menjadi hangat dan berkobar darah mudanya. Terasa olehnya betapa berharga persahabatan kekal itu.
Hek-swan hong sudah tidak kelihatan, sesekali Hong-thian-lui masih berpaling kebelakang, memandang kemana Hek-swan-hong menghilang.
Dalam hati ia berpikir : "Kalau ayah tidak menyuruh aku ke Ciat-kang untuk menyampaikan bingkisan ulang tahun, bersama Hek-swan-hong aku pergi ke Tay-toh, alangkah menyenangkan !" sekonyong-konyong tergetar hatinya, batinnya : "Kenapa begitu tegas menyuruh aku ke Cing-dian menyampaikan bingkisan ulang tahun kepada paman Lu Tang- wan ?"
Watak Hong-thian-lui memang polos dan jujur, lugu lagi, namun dia bukan seorang muda yang goblok, malah dikata cukup cermat dan teliti meski terkadang pikirannya rada kekanak-kanakan.
Menurut aturan, betapa penting Ping-hoat karya Go Yong itu seumpama Hong-thian-lui berhasil merebut Ping-hoat itu, pantasnya ayahnya menyuruh segera pulang. Kalau telah mencuri In-tiong yan, dia harus kembali memberi laporan. Tapi ayahnya justru menyuruhnya dia pergi ke rumah Lu Tang wan di Ciat-kang timur untuk menyampaikan bingkisan ulang tahun, ini berarti ia harus menempuh jalan lebih jauh dan menghadapi berbagai bahaya pula. Mengapa?
Memang Lu Tang-wan itu adalah sahabat karib ayahnya, sahabat karib merayakan ulang tahun ke 60, bila ayahnya tak sempat bertandang sendiri lalu menyuruh anaknya mewakili adalah lumrah, perayaan ulang tahun boleh dianggap perkara kecil, mana bisa dibanding dengan Ping-hoat karya Go Yong itu?
Sepanjang jalan Hong-thian-lui menyelusuri berbagai pertanyaan ini, tanpa merasa ia terkenang akan keadaan malam itu.
Malam itu ayahnya dan gurunya berunding lalu menyuruh dirinya siap mencegat In tiong-yan merebut Ping-hoat itu, dia bersama Sutenya Cin Liong-hwi berdiri disamping siap menerima tugas.