Lambat laun suara tawa itu semakin meninggi keras dan melengking bak ujung sebatang anak panah yang menusuk lubuk hati manusia.
Semua laki-laki seragam hitam yang berdiri melingkar diluar gelanggang kontan mengunjuk sikap menderita yang ditahan-tahan keringat sebesar kacang membanjir keluar.
Mereka tahu bahwa tawa panjang ini bukan lain semacam serangan tawa, Karena gema suara ini merupakan hawa panah yang telah didesak dan didorong keras.
kekuatan hawa murni dari Lwekang tertinggi unuk melukai musuh.
Terhadap siapa suara tawa ini ditujukan, maka isi perut dari orang itu pasti akan tergetar hancur dengan menyemburkan darah dan melayanglah jiwanya.
Para laki-laki yang berdiri diluar gelanggang paling-paling hanya keserempet gelombang dari genta tawa itu saja, tapi toh mereka sudah menderita dan mengerahkan tenaga untuk melawan.
Mereka jelas mengetahui siapakah kedua orang yang tengah mereka hadapi ditengah gelanggang ini.
Ma Giok-liong adalah orang yang harus diringkus hidup-hidup atas perintah Pangcu mereka.
Sedang mereka yang lain adalah tokoh lihay yang berulang kali dipanggil dan diundang untuk masuk anggota perkumpulan mereka, tapi selalu membunuh utusan yang membawa surat undangan, bukan saja menolak malah menentang, dia ini bukan lain adalah iblis rudin Siok Kui-tiang yang kenamaan dan disegani.
Mereka tahu pula bahwa kedua orang ini sekarang tengah mengerahkan hawa murni untuk mengobati luka luka dalamnya dan sudah sampai pada taraf yang menentukan, sedikit gangguan saja cukup untuk menamatkan jiwa mereka.
Apalagi menggunakan penyerangan cara tawa bergelombang yang mengerahkan hawa murni dari aliran lurus sana! Disaat orang berkedok seragam hitam itu mulai perdengarkan suara tawanya tadi, Giok-liong dan Siok Kiutiang yang bersila ditengah gelanggang itu tampak melonjak tergetar tubuhnya Lebih parah lagi keadaan Siok- Kiu-tiang, wajahnya menunjuk rasa derita yang tertahan, mengikuti suara gelombang tawa yang semakin meninggi rasa derita diwajahnya juga semakin tebal, sehingga kulit wajahnya mengkerut dan meringis menggigit bibir sampai berdarah, keringat dingin membanjir membasahi seluruh tubuh.
Lebih mendingan keadaan Giok-liong, setelah seluruh tubuh tergetar hebat, kabut diatas kepalanya itu segera bergulung lebih keras seperti air mendidih diatas tungku yang mengepul tinggi dan melebar sekelilingnya sehingga terlingkup oleh kabut tipis.
Lambat-laun kabut tipis ini mulai membungkus kedua orang ini yang duduk bersila ini.
Suara gelombang tawa mendadak lenyap dan berhenti.
Orang berkedok yang berdiri ditengah itu dengan sorot pandangan dingin berpaling kanan kini serta berkata.
"Cahyu Hu-hoat bunuh mereka."
Sedikit mengerahkan badan kedua pelindung itu segera menghadap didepannya serta katanya sambil memberi hormat.
"Baik Pang-cu!"
Seiring dengan hilang suara mereka, dua bayangan hitam serentak melesat mundur, sedemikian cepat gerak gerik mereka laksana kilat menyambar tahu-tahu badan mereka sudah melambung tinggi sepuluh tombak, dimana pinggang ditekuk serta merentang kedua tangan masing-masing, jalur-jalur kabut warna kehijauan segera merembes keluar dari seluruh badan mereka.
Begitu kedua dengkul masing-masing ditekuk, dari setinggi sepuluh tombak itu badan mereka lantas meluncur turun bak umpama burung garuda yang hendak menerkam dan mencabik mangsatnya, berbareng dengan itu, empat kepalan tangan mereka juga ikut bekerja memancarkan sinar merah yang sangat menyolok (BERSAMBUNG
Empat jalur sinar merah mengepulkan asap tebal membawa hawa hangat yang membakar langsung menerjang kearah putih ditengah gelanggang itu.
Waktu badan mereka tinggal lima tombak lagi dari atas tanah, hawa panas yang membakar kulit semakin, tebal, sekejap mata itu, sepuluh tombak sekitar gelanggang sudah terbakar menjadi hangus, Para seragam hitam yang mengurung diluar gelanggang siang siang sudah mundur jauh menyelamatkan diri.
Sorot bara api yang terang menyalanya ia bak umpama gugur gunung telah menindih tiba, Terus menerjang kearah kurungan kabut putih yang menelan seluruh bayangan Giokliong dengan Siok Kiu-tiang.
Ditengah udara tiba-tiba terdengar gelak tawa kepuasan yang berlimpah-limpah.
Sepasang mata Hiat-hong pangcu memancarkan kilat terang yang aneh, wajahnya mengunjuk rasa girang dan puas pula.
Dia tahu betapa besar perbawa Te-hwe-tok-yam yang lihay dan ganas sekali itu.
Kiranya pelindung kanan kiri dari Hiat-hong pang ini adalah saudara kembar, dari kecil memang mereka sudah dibawai kecerdikan dan bakat yang luar biasa, tabiatnya juga sangat keras dan berangasan, sejak kecil mereka diangkat menjadi murid-murid seorang tokoh lihay didaerah barat yang bernama julukan Le hwe-heng-cia, setelah ber-tahun-tahun belajar sekarang kepandaian mereka sudah mencapai tingkat yang cukup dapat dibanggakan.
Untuk memenuhi ambisinya untuk melebarkan sayap memperbesar perkumpulan serta pcngaruhnya, Hiat hong Pangcu menyebar pada pembantunya untuk menampung dan mengundang tokoh-tokoh aneh kaum persilatan yang sudi diperalat olehnya dengan imbalan harta benda yang tiada nilainya, dalam suatu kesempatan yang kebetulan dia bertemu dengan seorang gembong silat kalangan hitam yang sudah lama mengasingkan diri, dari mulut orang ini ia diperkenalkan akan adanya tokoh Le-hwe-heng cia yang lantas diundangnya masuk menjadi anggota memperkuat kedudukan dan tujuan ambisinya.
Kemaruk oleh harta kedudukan akhirnya Le-hwe-heng-cia meluluskan dan menerima undangan agung ini, Tapi saat mana dia tengah mempelajari semacam ilmu yang serba ganas sebelum berhasil latihannya ini tak mungkin dia dapat tinggal pergi dari sarang nya.
Terpaksa ia perintahkan kedua murid kembarnya ini datang lebih dulu ke Tionggoan untuk menambal dulu kekosongan di Hiat-hong-pang.
Begitu tiba kedua saudara kembar ini lantas diangkat menjadi Hu-hoat atau pelindung kanan kiri, sudah tentu mereka sangat berterima kasih dengan kedudukan tinggi ini.
Tak heran tak segan-segab mereka rela turun tangan dan bekerja mati-matian.
Umpamanya peristiwa yang dihadapi kali ini adalah sedemikian penting dan serius sampai sang Pang-cu sendiri harus ikut terjun di medan laga, maka dapatlah diperkirakan betapa pentingnya urusan ini.
Oleh karena itu begitu kedua saudara kembar ini turun tangan, tidak kepalang tanggung lagi mereka lancarkan ilmn perguruannya yang paling lihay dan ganas, dengan dilandasi hawa murni dalam tubuh mereka lancarkan hawa panas yang membara dan berbisa.
Yaitu ilmu, Te-hwe-tok-yam, tujuannya hendak membakar hangus dan melebur abukan kedua orang yang tengah duduk bersila terbungkus kabut ditengah gelanggang itu.
Baru saja suara gelak tawa mereka terdengar bara api yang menyala-nyala menyilaukan mata itu sudah menyampuk keras ke arah gulungan kabut tebal ditengah gelanggang itu.
"Dar.... Dar ..."
Ledakan dahsyat aneh yang menggetarkan langit dan menggoncangkan bumi menggelegar ditengah gelanggang.
Disusul angin lesus membadai menerjang keempat penjuru menerbitkan suara, menderu hawa panas yang membakar kulit.
Belum lagi suara ledakan dahsyat ini lenyap mendadak terdengar gelombang panjang gelak tawa yang lantang dan bentakan keras menggeledek yang terus meninggi menembus angkasa, Dua bayangan putih dan ungu laksana bintang meluncur dimalam hari melesat mumbul ketengah angkasa terus menerjang kearah dua saudara kembar yang masih berada ditengah udara itu.
"Blang Bluk !"
Ledakan hasil dari gempuran hebat ini membuat empat bayangan manusia terpental jatuh keatas tanah.
Tampak Giok liong dan Siok Kiu-tiang dengan wajah membesi berdiri ditengah gelanggang, Sebaliknya dua saudara kembar pelindung Hiat hong pang itu berdiri setombak di sebelah sana dengan raut muka penuh mengunjuk keheranan dan kejut.
Mendadak mulut pelindung kiri menggerung keras, rupanya suatu aba-aba untuk bergerak serentak, karena saat itu juga tampak bayangan melejit pesat sekali kedua pelindung kanan kiri ini sudah merangsak hebat kearah Giok-liong dan Siok Kiutiang.
Giok-liong berdua juga tidak mau tinggal diam, berbareng mereka menggerakkan kedua tangan masing masing terus melompat maju memapak.
Tadi, waktu Giok-liong tengah kerahkan tenaga murninya mengobati luka-luka dalam nya mendadak terasakan olehnya, bahwa sekelilingnya sudah terkepung oleh serombongan orang yang mengenakan seragam hitam, diam-diam hatinya bercekat, batinnya.
"Kalau mereka secara keji turun tangan menggunakan kesempatan baik ini, pasti celakalah jiwa kita berdua."
Tengah berpikir ini, semakin cepat ia lancarkan tenaga murninya disamping itu iapun siaga menghadapi setiap senangan yang membahayakan jiwa mereka.
Dengan sikap siaganya ini maka keadaan dan situasi sekelilingnya tidaklah luput dari pengawasannya.
Tidak lama kemudian Hiat-hong Pangcu serta pelindung dikanan kirinya juga muncul.
Giok-liong tahu dan insaf bahwa pertempuran dahsyat hari ini sudah tidak mungkin dihindarkan lagi, maka sekuat tenaga ia kerahkan Ji-lo menghadapi setiap serangan.
Betul juga tidak luput dari dugaannya, dengan Lwe-kang yang tinggi dari aliran Lwekeh Pang-cu Hiat-hong pang mengirim gelombang suara gelak tawanya yang menyerupai ilmu Syai-cu hong dari aliran Budha berusaha hendak memusnahkan atau melenyapkan kepandaian mereka berdua.
Tanpa ajal segera Giok-liong gerakkan tenaga Ji lo keluar badan dengan kabut putih itu ia bungkus bentuk tubuh mereka berdua didalamnya, lalu dengan gelombang suara lirih ia berkata kepala Siok Kiu-tiang.
"Hiat-hong Pang-cu sendiri datang mungkin susah dihadapi, betapapun kita harus waspada dan hati-hati."
Bersamaan dengan itu dirogohnya pula pulung kecil yang berisi pil mustajab tadi dituangnya dua butir pil, ditelannya sebutir dan diberikan kepada Siok Kiu tiang sebutir lalu dengan cara yang paling cepat mereka berobat diri menyembuhkan luka masing-masing.
Gelombang tawa yang menggema tinggi semakin keras, semangat dan pertahanan Giok-liong sudah hampir tergempur dan tidak kuat bertahan Iagi.
Terpaksa ia tidak hiraukan lagi luka-luka dalam yang belum sembuh seluruhnya, dengan tekun desak seluruh kekuatan Ji-lo keluar badan, dengan mengerahkan dua belas bagian tenaganya baru dia tidak terkalahkan.
Seumpama tekanan pihak lawan ditambah setingkat saja pasti hancurlah pertahanannya itu berarti tamatlah jiwanya atau paling tidak badannya tergetar hancur luka parah.
Tapi ternyata Hiat-hong Pang cu malah menghentikan gelombang tawanya dan menyuruh kedua pelindungnya turun tangan.
Dengan daya kecepatan luar biasa Giok-liong memutar tenaga Ji-Io sekali putaran didalam badannya, lalu berkata lagi kepada Siok Kiu-tiang menggunakan gelombang tekanan lirih.