Sepasang Pendekar Kembar Chapter 19

NIC

"Tapi ke mana kita harus mencari mereka?" tanya Ouwyang Bu.

Sebelum Lie Eng dapat menjawab pertanyaan sukar ini, Ouwyang Bun yang berotak cerdik berkata,

"Mereka telah menolong dan membawa pergi anak perempuan serta menantu empek Lim. Maka bagaimanapun juga, mereka pasti akan menghubungi empek Lim. Kalau hendak mencari tahu tentang mereka, tiada jalan lain kecuali menghubungi kakek itu."

Lie Eng bertepuk tangan memuji. "Twa-suheng memang cerdik."

Ouwyang Bun melirik ke arah gadis itu dan diam-diam dalam hatinya ia memuji, "Ah, kau sendiri yang cerdik luar biasa. Kaukira aku tidak tahu bahwa pujian-pujianmu ini sengaja, kaukeluarkan untuk menyenangkan hatiku karena kalah dalam perbantahan tadi?"

Memang Lie Eng adalah seorang gadis yang berpikiran cepat dan cerdik. Sebelum Ouwyang Bun mengeluarkan pendapatnya, memang ia telah berpendapat bahwa mereka harus mencari melalui empek Lim, tapi ia terlampau cerdik untuk menyatakan ini dan biarlah Ouwyang Bun yang mengemukakan pendapatnya. Gadis ini setelah kenal baik dengan Ouwyang-hengte, dapat membedakan, kedua saudara itu, tidak saja membedakan rupa, tapi juga keadaan dan perangai mereka. Ia tahu bahwa Ouwyang Bu keras hati dan jujur, tapi tidak sepandai Ouwyang Bun yang sangat cerdik dan berbudi halus itu.

Hanya satu hal yang tak diketahui oleh gadis itu, yakni bahwa di dalam dada Ouwyang Bun telah timbul perang pertimbangan dan perasaan mengenai baik buruk dan benar salahnya orang-orang yang mereka sebut pemberontak jahat itu. Sebaliknya, dalam pikiran Ouwyang Bun sama sekali tiada sangkaan bahwa diam-diam gadis yang gagah dan cantik jelita itu telah jatuh hati kepadanya.

Sementara itu, sikap Ouwyang Bu yang terus terang dan jujur membuat Ouwyang Bun dan Lie Eng tahu jelas bahwa pemuda ini mencintai Lie Eng.

Demikianlah, setelah mengambil keputusan, ketiganya lalu cepat menyusul empek Lim yang pulang ke kampungnya menunggang kuda pinjamannya dengan cepat. Dan ketika empek ini sudah mengembalikan kuda kepada pemiliknya dan pulang ke rumah, ia mendapatkan sebuah surat di dalam kamarnya. Dengan cepat ia buka surat itu dan tangannya yang sudah tua itu gemetar ketika membaca isinya: Em pek Lim yang baik.

Aku dan kawan-kawanku telah menolong dan membebaskan anak serta menantumu dari cengkeraman pembesar korup. Tak mungkin menyuruh mereka pulang ke kampung karena pasti akan dicari oleh pembesar jahanam itu. Juga dengan suka rela menantumu hendak ikut dengan kami. Kalau kau hendak bertemu dengan mereka, datanglah malam ini di hutan sebelah timur kampung

Tanda lukisan It-to-bwee

Girang sekali hati empek Lim membaca surat ini. Ah, benar saja anak dan- menantunya telah selamat. Tapi mengapa mereka hendak ikut dengan para penolong itu? Siapakah mereka ini dan mengapa anak dan menantunya hendak ikut mereka?

Pada saat itu, dari luar jendela terdengar suara,

"Empek, tolong kauperlihatkan surat itu kepada kami." Dan sebelum hilang kagetnya tahu-tahu tiga orang dengan gerakan cepat sekali telah berada di dalam kamarnya dengan meloncati jendela. Tapi kekagetan kakek Lim segera lenyap ketika melihat bahwa yang datang adalah tiga anak muda yang menolongnya tadi. Ia segera menjatuhkan diri berlutut di depan mereka, tapi Ouwyang Bun cepat mengangkatnya bangun.

Tanpa sangsi-sangsi lagi kakek-itu memberikan surat yang baru saja dibacanya kepada Lie Eng. Dara ini mengangguk-angguk karena ia makin yakin bahwa It-to- bwee dan kawan-kawannya adalah para anggauta pemberontak, dapat diketahui dari sebutan-sebutan mereka kepada pembesar yang penuh dengan kebencian dan makian "Lopeh, hati-hatilah kau malam nanti, jangan sampai ada orang yang mengikutimu," pesan Lie Eng. Mereka bertiga lalu meninggalkan kakek itu.

"Bagaimana, twa-suheng. Bukankah mereka itu mencurigakan sekali?" tanya Lie Eng.

Ouwyang Bun harus mengakui bahwa ia kini juga menyangka bahwa mereka itu adalah anggauta pemberontak. Tapi dugaan ini bahkan mempertebal rasa kagumnya terhadap sepak terjang kaum pemberontak. Kini ia dapat menduga mengapa kaum pemberontak itu demikian banyak mendapat bantuan para petani dan orang- orang miskin. Ternyata perbuatan mereka yang selalu menolong kaum lemah dan miskin tertindas, membuat rakyat kecil merasa simpati dan membantu mereka, seperti halnya dengan menantu empek Lim yang telah tertolong itu, kini secara suka rela agaknyapun hendak masuk menjadi anggauta pemberontak.

"Lebih baik kita mendahului mereka dan menyelidiki sekarang juga ke hutan itu, ia utarakan pikirannya. Lie Eng dan Ouwyang Bu setuju dan berangkatlah mereka ke hutan di sebelah timur kampung, hutan ini memang lebat dan liar, penuh pohon siong yang telah puluhan tahun umurnya.

Ouwyang-hengte dan Lie Eng menambatkan kuda mereka di luar hutan dan masuk hutan dengan jalan kaki. Mereka tak dapat menggunakan kuda karena kaki kuda bersuara berisik, menimbulkan kecurigaan .dan mudah diketahui orang dari jauh.

Pada waktu itu hari telah, mulai gelap, lebih-lebih di dalam hutan yang penuh pohon-pohon besar itu. Setelah masuk di tengah-tengah hutan, ketiga anak muda itu melihat sekelompok orang duduk mengelilingi api unggun. Mereka segera menghampiri kelompok orang itu sambil sembunyi-sembunyi di belakang rumpun. Dan ketika melihat orang-orang itu, terkejutlah Ouwyang-hengte dan Lie Eng. Ternyata di antara beberapa orang yang tidak mereka kenal, tampak kedua orang gadis berpakaian laki- laki murid Ciu Pek In, dan di situ terdapat pula Lui Kok Pauw, murid Kengan-san yang pernah mereka jumpai di tempat Gak Liong Ek Si Naga Terbang dari Liok-hui dulu. Sungguh-sungguh di luar dugaan mereka, dan kini tak dapat diragukan lagi bahwa mereka ini adalah anggauta-anggauta pemberontak, bahkan tokoh-tokoh yang penting. Di antara mereka tampak juga seorang laki-laki muda dan seorang perempuan yang berpakaian petani tapi berwajah cantik, maka mereka bertiga dapat menduga bahwa kedua orang itu tentu anak dan menantu dari kakek Lim.

"Bagaimana, sumoi? Kita serbu saja?" Ouwyang Bu berbisik perlahan kepada Lie Eng. Melihat bahwa keadaan para anggauta pemberontak itu tidak sekuat dulu, karena hanya terdiri dari tujuh orang saja, sedangkan yang sudah ketahuan kehebatannya hanyalah kedua murid Ciu Pek ln dan Lui Kok Pauw saja, maka Lie Eng memberi tanda setuju dengan anggukan kepala.

Tapi Ouwyang Bun berpikir lain. "Sabar dulu," bisiknya, "lebih baik kita muncul dengan baik-baik dan menanyakan It-to-bwee yang berada di antara mereka, dan kita lihat saja sikap mereka bagaimana."

Lie Eng dan Ouwyang Bu sebetulnya tidak menyetujui sikap sabar terhadap para pemberontak yang jelas menjadi musuh-musuh mereka itu, tapi tidak mau berbantah pada saat seperti itu. Mereka lalu keluar dari tempat persembunyian dan dengan beberapa kali loncatan saja mereka telah berada di dekat mereka.

Tapi sungguh aneh, orang-orang yang mengelilingi api unggun itu tidak melihat kedatangan mereka. Bahkan Lui Kok Pauw hanya menengok sebentar kepada mereka dengan acuh tak acuh. Murid pertama dari Ciu Pek In, yakni gadis yang lebih tua daripada Siauw Leng yang dulu pernah mencoba kepandaian Ouwyang Bu, agaknya menjadi pemimpin kelompok itu, karena ia segera berdiri menyambut Ouwyang-hengte dan Lie Eng, menjura sebagai pemberian hormat lalu berkata,

"Sam-wi telah sudi mengunjungi tempat kami yang kotor, silakan duduk dekat api. Maaf bahwa kami tak dapat menyediakan tempat yang lebih baik kepada sam-wi, tapi agaknya dekat api lebih baik daripada di belakang rumpun alang-alang itu, ia menunjuk ke arah di belakang rumpun di mana tadi mereka bertiga bersembunyi.

"Kau sudah tahu bahwa kami tadi bersembunyi di sana, nona?" tanya Ouwyang Bun kagum.

Nona itu tersenyum dan wajahnya yang gagah itu tiba- tiba berobah manis sekali, hingga dalam pandangan Ouwyang Bun, gadis ini bahkan lebih cantik daripada Lie Eng. Sayang bahwa pakaian dan topinya yang seperti laki- laki itu menyembunyikan kecantikannya.

"Bukankah sam-wi mencari It-to-bwee?"

"Di manakah pemberontak itu?" tiba tiba Lie Eng maju dan bertanya dengan suara keras.

Gadis itu menghadapi Lie Eng dengan senyum sabar. "Nona Cin, kau sungguh cantik dan gagah, pantas menjadi puteri Cin-ciangkun. Kau mau mencari It-to-bwee? Akulah orangnya, dan namaku Cui Sian."

"Bagus, dan mana kawanmu yang pergi bersamamu membunuh penjaga penjara?" tanya Lie Eng sambil mencabut pedangnya. "Akulah orangnya, kalian sudah kenal padaku, bukan?" dan meloncatlah Siauw Leng menghadapi Lie Eng. Gadis yang lincah ini tersenyum dan matanya berseri-seri memandang ke arah Ouwyang Bu.

"Kalau begitu, menyerahlah kalian." bentak Ouwyang Bu.

Cui Sian tertawa dengan nyaring. "Kalian ini sungguh harus dikasihani. Benar seperti kata suhu bahwa kalian adalah tiga batang kembang teratai yang tumbuh di. dalam lumpur. Tanpa sadar kalian telah menghambakan diri kepada raja lalim,, memusuhi pejuang-pejuang rakyat. Tanpa disadari membela para pembesar ganas, pemeras rakyat jelata."

Posting Komentar