Orang itu menengok dan ketika melihat Ouwyang Bun dan kedua kawannya ber pakaian sebagai orang-orang gagah berpedang, segera memberi hormat dan berkata perlahan,
"Siapa lagi kalau bukan seorang daripada pembesar- pembesar busuk yang menyusahkan kehidupan kami? Sekarang yang menjadi korban adalah empek she Lim ini. Ia adalah penduduk kampung ini semenjak mudanya, hidup sebagai petani miskin. Tapi ia cukup beruntung karena anak perempuannya telah kawin dengan seorang pemuda tani yang pandai bekerja hingga penghidupan empek ini dan anaknya terjamin. Empek Lim demikian senang melihat keadaan anaknya yang telah kawin dengan baik-baik hingga ia ingin menyatakan terima kasihnya kepada Yang Mahakuasa maka diajaknya anak dan mantunya pergi ke kota Lam-ciu untuk bersembahyang di kelenteng. Tapi tiba- tiba datang malapetaka menimpanya. Di dalam kota, anak perempuannya terlihat oleh tikwan kota Lam-ciu yang terkenal mata keranjang, hingga pembesar itu mengucapkan kata-kata yang menghina dan memalukan anak perempuan empek Lim itu. Tentu saja anaknya menjadi marah dan melawannya. Tikwan itu lalu bertindak dan anak mantu empek Lim ditangkap dengan tuduhan yang telah men bosankan kami."
"Tuduhan apa?" Ouwyang Bun bertanya penasaran, sementara itu, Ouwyang Bu dan Lie Eng juga sudah mendekat dan mendengarkan.
0oo-d-w-oo0
"APALAGI? Tentu saja tuduhan sebagai kaki tangan pemberontak. Juga anak perempuannya ditangkap. Kemudian pembesar itu diam-diam memberi tahu kepada empek Lim bahwa, jika ia memberikan a-nak perempuannya dengan baik-baik untuk menjadi bini muda tikwan itu, maka anak mantunya boleh pulang dengan aman, akan tetapi kalau tidak, maka anak mantunya akan dihukum terus, sedangkan anak perempuannya juga akan ditahan." Orang itu menghela napas.
"Dan sekarang mengapa banyak orang membujuk-bujuk empek itu di sini?" tanya Lie Eng yang juga sangat tertarik dan penasaran oleh kelakuan tikwan jahanam itu.
"Pagi tadi empek Lim hendak bunuh diri dan terjun ke dalam sungai yang curam itu, maka ia dicegah oleh, orang banyak dan dibujuk-bujuknya supaya jangan mengambil keputusan pendek dan-nekat."
Ouwyang Bu tidak sabar lagi. Ia bertindak maju mendekati empek Lim itu dan berkata,
"Orang tua, jangan kau khawatir. Kami bertiga sanggup menolongmu."
Kakek itu heran mendengar kata-kata ini karena terdengar baru dan ganjil. Semenjak ia mendapat kesusahan ini, orang-orang hanya menghiburnya dan minta ia menyerahkan nasib kepada Yang Maha Kuasa. Tapi anak muda ini sanggup menolongnya, maka ia lalu mengangkat muka memandang. Melihat betapa anak muda itu berpakaian dan berwajah tampan dan gagah, serta di pinggang tampak gagang pedang,, tiba-tiba ia mendapat harapan besar. Ia lalu maju berlutut di depan Ouw-yang Bu dan kedua kawannya yang juga mendekatinya. "Kalau enghiong bertiga dapat menolong tak dan mantuku, aku yang tua akan bersembahyang siang malam memohon kepada Thian agar membalas budi kalian orang- orang gagah."
Kata-kata yang diucapkan dengan bibir gemetar dan mata basah ini membuat Lie Eng merasa terharu.
"Hayo antar kami ke kota Lam-oiu untuk bertemu dengan tikwan itu." kata gadis itu dengan gagah.
Melihat peristiwa yang belum pernah terjadi sebelumnya itu, yakni betapa ada orang-orang muda yang hendak melawan tikwan, orang-orang kampung merasa heran dan gembira dan segera ada orang yang meminjamkan seekor kuda kepada empek Lim ke Lam-ciu.
Ketika mereka tiba di kota Lam-ciu mereka langsung menuju ke gedung tikwan. Melihat gedung yang angker dan megah itu, empek Lim menggigil karena bagaimana mereka dapat melawan seorang pembesar yang memiliki kekuasaan Tapi Lie Eng menghiburnya.
"Jangan kau takut, lopeh, aku yang tanggung bahwa, anak dan mantumu pasti akan dibebaskan?”
Mendengar suara gadis yang gagah itu, empek Lim merasa agak terhibur. Kedatangan mereka berempat disambut oleh penjaga pintu dan Ouwyang Bu berkata kepadanya,
"Beritahukan kepada tikwan bahwa kami hendak bertemu."
Penjaga itu menjadi marah melihat lagak mereka dan sebentar saja lima orang penjaga telah menghadapi mereka.
"Kami bertiga sengaja mengantar empek Lim ini untuk menghadap kepada tikwan dan minta keadilan," kata Ouwyang Bun yang tidak mau menerbitkan keributan dengan penjaga itu.
"Tunggu saja di sini, akan kami laporkan..' kata kepala penjaga yang lalu masuk ke dalam. Tak lama kemudian penjaga itu datang dan mereka diperkenankan masuk, tapi dikawal oleh belasan penjaga.
Tikwan kota Lam-ciu adalah seorang gemuk yang bermulut lebar. Ketika ia keluar dengan pakaian kebesaran, wajahnya nampak pucat dan kepalanya dibalut. Begitu keluar dan melihat para tamunya yang memakai pedang di pinggang, ia segera menuding ke arah Ouwyang-hengte dan Lie Eng sambil berseru keras,
"Nah, inilah orang-orangnya. Tangkap... tangkap mereka. "
Para penjaga yang belasan jumlahnya itu segera maju mengurung hingga Ouwyang-hengte dan Lie Eng menjadi marah sekali. Mereka cepat mencabut pedang, dan Lie Eng meloncat bagaikan seekor burung ke arah tikwan itu lalu ia pegang pundaknya dan pedangnya ditempelkan di lehernya.
"Kalau orang-orangmu bergerak, maka lehermu akan kuputuskan lebih dulu." ancamnya dengan marah dan gemas.
"Ampun.... ampun, lihiap.... ampun.," Tikwan itu ketakutan dan ia membentak para kaki tangan, "Eh, kalian... mundur. "
"Kau anjing gemuk. Tidakkah kau tahu sedang berhadapan dengan siapa? Kalau aku beri tahu kepada ayahku, pasti dengan tangannya sendiri ia akan mematahkan batang lehermu. Kau kenal ayah? Namanya Cin Cun Ong, kenalkah kau??" Makin takutlah tikwan itu mendengar nama Cin Cun Ong. Ia kini ingat bahwa Cin-ciangkun yang berpengaruh itu mempunyai seorang puteri yang gagah perkasa. Jadi inikah puterinya itu?
"Ampun, lihiap... ampun. Apakah salahku maka lihiap memberi pengajaran? A-ku... aku tidak bersalah apa-apa terhadap Cin-ciangkun ”
"Kau memang tidak bersalah terhadap kami, tapi apa yang telah kaulakukan terhadap keluarga Lim? Lihatlah kepada empek ini, apa yang telah kauperbuat terhadap anak perempuan dan menantunya?"
"Aku.... aku..... ah, mereka itu adalah pemberontak- pemberontak, lihiap. Menantunya adalah anggauta pemberontak, maka kusuruh tangkap." Tiba-tiba ia mendapat pikiran baik dan berkata dengan penuh semangat. "Lihatlah ini, lihiap. Aku dapat membuktikan bahwa menantu kakek Lim adalah pemberontak jahat, bahkan kakek Lim inipun tadinya hendak kusuruh tangkap hari ini juga. Malam tadi telah datang kawan-kawan menantunya dan apa yang mereka lakukan terhadapku? Lihatlah,, sendiri."
Tikwan itu lalu melepaskan pembalut kepalanya dan ternyata telinga kirinya terpotong dan lenyap. Kemudian secara singkat tikwan itu menceritakan betapa tadi malam kamarnya didatangi dua orang yang masuk dari jendela. Orang-orang itu mengancamnya untuk melepaskan menantu dari anak kakek Lim dan dengan pedang mereka lalu menyabet putus telinga kirinya. Dan di dalam kamarnya, di dinding yang putih, mereka gunakan darah yang mengucur dari telinganya untuk melukis sebatang bunga bwee. Mendengar penuturan ini, Lie Eng saling pandang dengan Ouwyang-hengte.
"Aku tidak percaya, yang perlu sekarang lekas keluarkan dan bebaskan anak dan menantu kakek ini."
Tapi pada saat itu, datang masuk sambil berlari-lari seorang berpakaian penjaga.
"Celaka, taijin. Dua orang penjaga penjara terbunuh mati dan menantu kakek Lim telah dibawa kabur penjahat. Juga..... anak perempuannya telah lenyap dari kamar tahanan."
Tikwan itu menjadi pucat. "Nah, inilah bukti lebih nyata lagi, lihiap. Mereka itu pasti pemberontak-pemberontak jahat. Lekas tangkap anjing tua ini." ia memerintahkan orang-orangnya.
Tapi Lie Eng mencegah. "Lepaskan dia. Dia orang tua, tidak tahu apa-apa. Lim-lopeh, sekarang pulanglah kau. Anak dan menantumu ternyata telah ditolong oleh orang- orang lain." Suara Lie Eng mengandung nada tak senang karena kini iapun percaya bahwa menantu kakek Lim itu tentu anggauta pemberontak.
"Mari kita periksa lukisan di dinding kamarmu," katanya kepada tikwan itu yang lalu mengantar mereka bertiga ke kamarnya. Tikwan ini benar-benar takut dan tunduk kepada Lie Eng, karena nama Cin Cun Ong yang terkenal, sebagai seorang jenderal perang yang keras, jujur, dan suka bertindak terhadap siapa saja yang tidak benar dalam anggapannya itu membuat semua pembesar merasa takut. Kini menghadapi puleri panglima tua itu, tentu saja ia merasa gemetar apalagi karena tahu bahwa gadis ini memiliki kepandaian tinggi dan kini datang berkawan pula. Benar saja, di atas dinding yang putih terdapat lukisan setangkai bunga bwee yang indah, dilukis dengan menggunakan tinta darah.
"It-to-bwee (Setangkai Bunga Bwee)?? Siapakah mereka ini?" tanya Lie Eng. Tapi Ouwyang-hengte yang baru saja muncul dalam dunia ramai, tentu saja belum pernah mendengar nama ini.
Setelah mereka keluar dari gedung tikwan, Ouwyang Bun berkata kepada Lie Eng,
"It-to-bwee tidak ada hubungannya dengan kita, untuk apa kita urus mereka? Asalkan mereka tidak mengganggu kita, biarkan sajalah. Lebih baik kita lanjutkan perjalanan kita."
Lie Eng mengerutkan jidatnya yang berkulit halus. "Tidak tahukah kau bahwa mereka itu mungkin anggauta- anggauta pemberontak yang berada di kota ini, kita harus cari dan basmi mereka. Demikianlah pesan ayah. Coba saja ingat, malam tadi mereka telah melukai seorang tikwan dan membunuh mati dua orang penjaga."
"Tapi mereka lakukan itu untuk menolong empek Lira dan anak menantunya. Bukankah kita juga tadinya bermaksud menolong mereka? Sudah sepatutnya tikwan jahanam itu mendapat hukuman.” kata Ouwyang Bun.
"Kalau semua orang boleh saja membunuh pegawai pemerintah, maka di manakah kewibawaan pemerintah. Tidak, twa-suheng, bagaimanapun, sudah kewajiban kita untuk mencari It-to-bwee ini dan menyelidikinya, apakah betul-betul orang-orang ini anggauta pemberontak yang perlu dibasmi." Ouwyang Bun melihat betapa adiknya diam saja mendengar perbantahannya dengan Lie Eng, lalu bertanya untuk minta bantuan,
"Bagaimana pikiranmu, Bu-te? Apakah kita harus mencari mereka itu atau kita biarkan saja dan melanjutkan perjalanan kita?"
Setelah memandang kepada Lie Eng, Ouwyang - Bu menjawab, "Aku sependapat dengan suraoi."
Mendengar jawaban ini, Lie Eng nampak gembira sekali dan lalu berkata dengan suara halus kepada Ouwyang Bun, "Twa-suheng, mungkin kau juga benar dan mungkin mereka ini bukanlah anggauta pemberontak, tapi hanyalah orang-orang gagah yang merantau dari dunia kang-ouw. Tapi tidak ada salahnya kalau kita mencoba selidiki dulu. Kalau mereka ternyata orang-orang gagah, lebih baik lagi, kita bisa berkenalan dengan mereka. Bukankah ini baik sekali?" kata-kata ini diikuti senyuman manis hingga Ouwyang Bun terpaksa menurut.