Begitu matanya membuka, Tao Ling merasa ada seberkas cahaya putih yang menutupi pandangannya. Mula-mula dia terkejut sekali. Untuk sesaat dia sampai tertegun. Tetapi setelah terbiasa, dia baru dapat melihat dengan jelas. Rupanya cahaya putih yang terlihat olehnya adalah tirai kereta. Begitu putihnya sehingga menyilaukan mata. Entah terbuat dari bahan apa. Di bagian jendela dan atas pintu kereta juga terdapat rumbai-rumbai berwarna putih keperakan. Indah sekali. Meskipun Tao Ling sudah sanggup membuka mata, namun kepalanya masih belum sanggup digerakkan. Jadi yang dapat terlihat olehnya hanya atap kereta. Pokoknya sebatas kerlingan matanya.
Tiba-tiba angin berhembus, rumbai-rumbai dari benang putih tersingkap karena hembusan angin itu, Tao Ling dapat melihat bahwa udara saat itu cerah sekali. Dia juga melihat hamparan cakrawala yang putih membentang.
Dia tidak tahu dimana dirinya berada. Ingin sekali dia memhuka mulut mengatakan sesuatu, tetapi sedikit suara pun tidak dapat tercetus dari tenggorokannya.
Dalam keadaan seperti itu, kembali beberapa hari dilewati. Kereta itu masih terus melaju. Sekarang Tao Ling sudah dapat membedakan arahnya. Mereka menuju ke barat. Dan setiap menjelang malam ada seseorang yang menyuapkan cairan yang harum ke mulutnya.
Tao Ling memperhatikan orang yang menyuapkan cairan kepadanya. Tetapi kedua orang itu seakan menghindarkan pandangan matanya. Karena itu Tao Ling hanya dapat melihat tangan mereka. Tangan yang satunya kurus seperti tengkorak. Urat-uratnya yang berwarna hijau bersembulan. Warna kulitnya kusam. Tetapi tangan yang satunya justru halus seperti sutera. Warnanya merah dadu yang segar dan kukunya panjang-panjang berbentuk indah. Malah diusapkan sejenis cairan dan bunga-bungaan, terlihat seperti merah menyala. Sekali lihat saja dapat dipastikan bahwa tangan itu milik seorang gadis yang cantik. Dan Tao Ling yakin suara gadis itulah yang didengarnya beberapa hari yang lalu. Tetapi dia tidak habis pikir siapa kedua orang itu?
Beberapa hari kemudian, kepala Tao Ling mulai bisa digerakkan. Dia juga melihat kereta tenipat dirinya terbaring merupakan sebuah kereta yang mewah. Di samping bantalnya menggeletak sepasang pedang emas dan perak. Di bagian kepalanya duduk dua orang yang mengenakan pakaian putih keperakan. Namun mereka mebelakangi Tao Ling sehingga gadis itu tidak dapat melihat vvajah mereka.
Tao Ling hanya dapat melihat sekilas orang itu dari samping. Yang satu adalah seorang laki-laki berusia lanjut. Rambutnya penuh dengan uban berwarna keperakan. Yang satunya lagi mepunyai rambut sehalus sutera, hitamnya bekilauan. Tentu saja gadis bertangan indah yang dilihatnya beberapa hari yang lalu. Keempat ekor kuda yang menarik kereta itu juga berwarna putih keperakan. Derap kaki kuda itu teratur dan larinya cepat sekali. Selama dua puluhan hari ini, kemungkinan mereka sudah menempuh perjalanan sejauh tiga ribuan li.
Tao Ling ingin menggunakan kesempatan ketika disuapi cairan harum untuk melihat jelas wajah kedua orang itu. Tetapi malam itu mereka tidak menyuapinya apa-apa. Pagi hari keduanya, Tao Ling merasa perutnya nyeri karena kelaparan. Tanpa sadar dia mengeluarkan suara rintihan.
Boleh dibilang ini merupakan pertama kalinya mulut Tao Ling mengeluarkan suara selama dua puluhun hari belakangan. Begitu mulutnya mengeluarkan suara rintihan, gadis itu membentak nyaring kemudian, Sret! Seberkas cahaya keperakan memercik berkilauan. Ternyata sebuah pecut panjang berwarna keperakan pula. Keempat ekor kuda itu langsung menghentikan derap kaki mereka. Gadis itu pun menolehkan kepalanya dan bertemu muka dengan Tao Ling.
Tao Ling merasa pandangan matanya menjadi terang. Seakan dirinya berada di khayangan. Perasaannya menjadi nyaman dan lega. Ternyata kecantikan gadis itu sulit diuraikan dengan kata-kata. Begitu cantiknya sampai Tao Ling merasa dirinya bertemu dengan bidadari. Rambutnya terurai sepanjang bahu, dia tidak mengenakan perhiasan apa-apa. Alisnya melengkung indah dan bulu matanya lentik. Bola matanya berkilauan seperti sebuah telaga yang bening. Hidungnya mancung, bibirnya tipis mempesona. Begitu cantiknya sampai-sampai Tao Ling curiga dirinya bukan bertemu dengan manusia biasa, melainkan peri atau dewi khayangan. Padahal Tao Ling sendiri bukan gadis yang jelek, tetapi kalau dibandingkan dengan gadis itu, ternyata tidak ada apa-apanya. "Akhirnya kau bisa berbicara juga, bukan?" ujar gadis itu tersenyum.
Selama dua puluh hari lebih, sudah berkali-kali Tao Ling mendengar suara gadis itu. Hatinya ingin sekali berbicara dengannya. Oleh karena itu, dia berusaha dengan susah payah untuk menyahut.
“I…ya…”
Suara itu begitu lirih sampai Tao Ling sendiri hampir tidak mendengarnya. Tetapi gadis berpakaian putih ternyata dapat mendengarnya.
"Bagaimana menurut pendapatmu, akhirnya aku bisa menolongnya juga, bukan?" Gadis itu tertawa cekikikan seakan senang sekali. Dia memalingkan kepalanya kembali. "Kalau kau sudah bisa berbicara, dapatkah kau menjawab pertanyaanku?"
Tao Ling menganggukkan kepalanya. Keadaan Tao Ling sekarang ini, kalau dibandingkan dengan dua puluhan hari yang lalu, yang boleh dibilang sebelah kakinya sudah menginjak di alam kematian, tentu jauh lebih baik. Tetapi apabila ingin membuka mulut berbicara, tentu harus mengerahkan seluruh kekuatannya. Tetapi meskipun suara gadis itu lembut dan merdu didengar namun di dalamnya seakan terkandung kekuatan yang memaksa siapa pun menuruti kehendaknya.
Walaupun Tao Ling juga seorang gadis, tapi dia merasakan bahwa pengaruh nada suara gadis itu yang seakan tidak boleh dibantah. Karena itu sekali lagi dia berkata dengan susah payah.
"Katakanlah!"
Tiba-tiba tubuh gadis itu berkelebat. Tao Ling belum sempat melihat gerakan apa yang digunakan gadis itu, tahu- tahu orangnya sudah berada di sampingnya. Dia bertanya dengan suara berbisik.
"Apakah kau mengenal Seebun locianpwe?"
Tao Ling tertegun. Kemudian dia berpikir. "Siapa Seebun locianpwe yang dimaksudkannya?" Dia sendiri belum pernah mendengar nama orang ini. Karena itu dia menggelengkan kepalanya.
Wajah gadis itu memperlihatkan mimik yang aneh. Tetapi dalam sekejap mata sudah pulih kembali seperti semula.
"Tahukah kau, siapa orang yang melukaimu?"
Tao Ling menggelengkan kepalanya kembali. Karena dia memang tidak tahu siapa ketiga orang yang menggunakan topeng merah itu.
Tiba-tiba wajah gadis itu menyiratkan kepanikan. Dalam sesaat, hampir saja Tao Ling tidak percaya dengan pandangan matanya sendiri. Karena di wajah gadis yang secantik bidadari itu tiba-tiba terlihat senyuman yang dingin.
Walaupun dalam sekejap mata keadaan gadis itu sudah pulih kembali seperti sedia kala. Tetapi Tao Ling sudah merasakan berbagai penderitaan selama hari-hari belakangan ini. Karena itu timbul kewaspadaan dalam hatinya. Apalagi bila ia ingat gadis itu pernah mengucapkan kata-kata 'Aku juga tidak ingin mereka tertolong, pokoknya salah satu dari mereka bisa berbicara beberapa patah kata, cukup', ketika dia tersadar setelah terkena pukulan si laki-laki bertubuh gemuk pendek itu.
Kalau begitu, selama dua puluh hari ini mereka berusaha susah payah membangkitkan dirinya dari jurang kematian hanya ingin mendengar beberapa patah kata dari mulutnya. Sama sekali bukan karena ingin menolongnya. Tapi, Tao Ling juga merasa bingung, apa yang ingin diselidiki gadis itu dari mulutnya? Di saat itu pikiran Tao Ling sangat bingung. "Apakah kau juga tidak ingat, bagaimana rupa orang itu?" tanya gadis itu.
"Kouwnio, di . . . mana Lie . . . toako?" Tao Ling balik bertanya.
"Maksudmu, orang yang terluka bersama-samamu itu?" Tao Ling menganggukkan kepalanya.
"Lukanya terlalu parah, meskipun kami berniat menolongnya juga tidak mungkin berhasil. Belasan hari yang lalu, kami sudah melemparkannya di tepi jalan."
Hati Tao Ling terasa pilu. Di benaknya ter-bayang sinar mata Lie Cun Ju. Meskipun gadis itu mengatakan lukanya parah sehingga sulit tertolong lagi, karena itu mereka melemparkannya ke tepi jalan. Kalau dibayangkan, lebih banyak kemungkinan sudah matinya daripada hidupnya. Mengingat hal yang menyedihkan, pelupuk matanya jadi basah. Dua bulir air mata menetes dari sudut matanya. Terdengar dia menarik nafas panjang.
"Cepat kau katakan, siapa yang melukai kau dan orang she Lie itu, juga yang membunuh Harimau Bersayap Emas Tan Liang, kemudian wakilnya Liu Hou dan belasan orang pegawai 'Ling Wei piau ki'?" tanya gadis itu kembali.
Hati Tao Ling terkejut sekali mendengar kata-katanya. Ternyata karena dirinya menumpang di gedung itu, belasan orang sampai kehilangan nyawanya. Cara turun tangan ketiga orang itu benar-benar keji dan bedarah dingin.
"Jum . . . lah musuh . . . ada tiga . .. orang . . . Dua . . .
laki-la . . . ki dan sa . . . tu pe . . . rem ... pu ... an, se . . .
muanya . . . me . . . ngena . . . kan to ... peng . . . berwar . .. na me ... rah da ... rah!" jawab Tao ling.
"Rupanya mereka!" Gadis itu tertawa terkekeh-kekeh. "Bagus. Semuanya sudah jelas. Kita sudah boleh melanjutkan perjalanan," sahut orang tua dengan tanpa menolehkan kepalanya sama sekali.
"Betul," sahut gadis itu. Cahaya perak berkelebat, gadis itu sudah kembali ke tempat semula.
Tao Ling tidak mengerti apa yang akan dilakukannya. Tiba- tiba pecut keperakan di tangan gadis itu melayang ke atas, Creppp! arahnya menuju Tao ling.
Tentu saja Tao Ling terkejut sekali. Tetapi tubuhnya tidak dapat bergerak sama sekali. Terpaksa dia membiarkan perbuatan gadis itu. Ketika pecut itu mengenai dirinya, dia tidak merasa sakit. Tetapi Tao Ling merasa kalau pecut itu menekuk dan melilit tubuhnya. Kemudian gadis itu menghentakkan tangannya sehingga tubuh Tao Ling pun terangkat. Begitu gadis itu mengibaskan tangannya, tubuh Tao Ling terlempar sejauh dua depa dari kereta, terhempas di tanah. Dari dalam mulutnya menyembur darah segar dalam jumlah yang sangat banyak.
Secara sekonyong-konyong gadis itu mengulurkan pecutnya melemparkan' tubuh Tao Ling keluar dari kereta. Meskipun kejadiannya hanya sekejap mata, namun pikiran Tao Ling masih sadar. Dia teringat sepasang pedang emas dan perak yang menggeletak di samping bantalnya. Sepasang pedang itu membawa pengaruh besar bagi dirinya. Biar bagaimana pun dia tidak ingin kehilangan pedang itu.