Halo!

Pendekar Tongkat Dari Liong-san Chapter 17

Memuat...

Mereka melakukan perjalanan dengan gembira dan selama itu Kim Nio memperlihatkan sikap yang sopan dan mereka berdua selalu menjaga agar di dalam pergaulan dan hubungan mereka selalu tidak melanggar batas-batas kesusilaan. Hal ini tentu saja selalu dijaga oleh Kong Lee yang memang masih bersih hatinya dan ia sama sekali tidak pernah menyangka bahwa di dalam hati gadis itu timbul rasa cinta yang besar terhadap dirinya! Ia hanya menganggap bahwa nona itu sangat baik hati dan menganggap ia sebagai seorang saudara atau kawan baik.

Pada suatu hari, pernah Kong Lee menyatakan kekecewaannya mengapa gadis itu sampai tersesat dan menjadi seorang perampok.

Coa Kim Nio hanya tersenyum dan menjawab, “Bukankah sekarang aku telah tobat dan belajar menjadi orang baik-baik?”

Mendengar jawaban ini, Kong Lee tertawa dan hatinya merasa girang dan puas. Ketika gadis itu minta ia menuturkan riwayatnya, Kong Lee lalu menceritakan dengan terus terang. Kim Nio terkejut ketika mendengar bahwa anak muda itu adalah murid Liong-san Lo-kai yang termahsyur itu. “Pantas saja kau demikain hebat, kiranya kau adalah murid locianpwe itu,” katanya kagum.

Dan ketika mendengar bahwa suhunya berpesan agar ia menantang pibu dan mencoba kepandaian para tokoh Go-bi-san, Kim Nio menjadi girang sekali.

“Lim-taihiap,” katanya dengan wajah sungguh-sungguh. “Orang-orang Go-bi-pai memang terkenal sombong, karena mereka memang memiliki ilmu pedang yang hebat. Kiam-hwat (ilmu pedang) dari Go-bi sukar sekali dilawan, dan aku sendiri pernah bertempur melawan seorang anak murid Go-bi bernama Louw Bin Tong. Walaupun aku dapat menang, akan tetapi hal ini hanya terjadi setelah kami bertempur lebih dari dua ratus jurus dan hanya karena lwee-kangku lebih tinggi sedikit dari

lwee-kangnya. Kebetulan sekali diapun pernah menantang aku supaya naik Go-bi-san, maka bagaimana pikiranmu kalau kita sekarang saja langsung naik ke Go-bi-san untuk sekalian memenuhi perintah suhumu?”

“Tapi aku ingin pulang dulu ke Bi-ciu hendak bertemu dengan ibuku yang telah lama kutinggalkan,” jawab Kong Lee.

“Kalau kau pulang dulu ke Bi-ciu, maka perjalanan itu akan makan waktu lama sekali karena ke Go-bi-san jalannya memutar. Sebaliknya kalau sekarang kita langsung pergi ke Go-bi-san, kita akan menghemat waktu dan perjalanan,” gadis yang sudah banyak merantau itu lalu menerangkan jalan yang menuju ke Go-bi-san dan Bi-ciu.

Akhirnya Kong Lee setuju dan mereka lalu membelok ke barat untuk menuju ke pegunungan Go-bi yang luas itu.

Perjalanan ke Go-bi-san memakan waktu dua pekan lebih dan ketika mereka tiba di bukit itu, tiada habisnya Kong Lee mengagumi pemandangan di perjalanan mendaki gunung itu. Perjalanan mendaki gunung itu dilakukan dengan mudah dan tidak banyak mengalami rintangan-rintangan karena mereka berdua memiliki kepandaian tinggi. Jurang-jurang yang hanya beberapa tombak lebarnya dapat mereka lompati begitu saja dan mereka mendaki batu-batu karang dengan cepat bagaikan jalan di tanah datar saja.

Pada waktu itu, di lereng gunung Go-bi-san terdapat sebuah kuil besar dan di sinilah para pemuda Go-bi-pai berdiam. Yang menjadi ketua pada waktu itu adalah seorang hwesio bernama Liat Song Hosiang, akan tetapi sudah sepuluh tahun lebih hwesio tua yang lihai ini menyembunyikan dirinya dalam sebuah kamar di kuil itu dan tak pernah keluar! Untuk mengurus semua keperluan, diserahkan kepada tiga orang murid keponakannya, yakni Bok Ti Hwesio, Kim Ti Hwesio, dan Hok Ti Hwesio, murid- murid dari sute Liat Song Hosiang yang telah meninggal dunia. Adapun Liat Song Hosiang sendiri tak pernah mempunyai seorang murid.

Ketika masih dipimpin langsung oleh Liat Song Hosiang dan sutenya Hwat Song Hosiang yang telah meninggal dunia, kumpulan Go-bi terkenal sekali sebagai sebuah perkumpulan persilatan yang berdisiplin dan maju. Akan tetapi, semenjak meninggalnya Hwat Song Hosiang dan semenjak Liat Song Hosiang mengundurkan diri dan mencuci tangan dari segala urusan dunia menyembunyikan diri di dalam kamar dan tiap hari kerjanya hanya bersamadhi saja, maka di bawah pimpinan ketiga hwesio yang disebut Go-bi Sam-lojin atau Tiga Orang Tua dari Go-bi itu, keadaan Go-bi-pai mengalami kemunduran. Hal ini terjadi karena ketiga hwesio itu memang mempunyai sifat yang sombong dan memandang rendah kepada kumpulan persilatan lain, sehingga kesombongan ini membuat mereka tidak mau memperdalam ilmu silat cabang mereka.

Dulu ketika murid Liong-san Lo-kai naik ke Go-bi-san, ia bertemu dengan ketiga hwesio ini dan dikeroyok tiga hingga mengalami kematian. Biarpun pertempuran itu merupakan pibu, akan tetapi karena kedua pihak baik murid Liong-san Lo-kai maupun ketiga pemimpin Go-bi-pai itu mempunyai tabiat sombong, maka terjadilah pertempuran mati-matian sehingga mengorbankan jiwa. Dan ketika pertempuran itu terjadi, Liat Song Hosiang tidak diberitahu sehingga pertapa tua ini tidak tahu bahwa murid-murid keponakannya telah menewaskan seorang murid Liong-san-pai.

Sebetulnya di atas pegunungan Go-bi-san yang luas sekali itu terdapat banyak orang- orang pandai yang memiliki kepandaian silat dan kesaktian yang berbeda-beda. Juga keadaan mereka berbeda, ada yang menganut agama To dan menjadi tosu, ada pula yang menganut agama Buddha seperti Liat Song Hosiang dan semua penghuni kuil besar itu. Oleh karena itu, maka tentang Go-bi-pai atau perkumpulan persilatan cabang Go-bi ini seringkali membingungkan orang. Yang mengaku sebagai perkumpulan persilatan cabang Go-bi saja ada tiga buah yang mempunyai ilmu silat berlainan sekali, di antaranya Liat Song Hosiang dan dua buah rombongan para tosu. Sedangkan di samping itu, masih banyak sekali tidak mau mengaku sebagai perkumpulan Go-bi dan tinggal diam saja sebagai pertapa-pertapa yang saleh!

Oleh karena inilah, maka di dunia kang-ouw, seringkali terjadi ada seorang ahli silat yang mengaku dari perkumpulan Go-bi-pai tapi berkepandaian rendah sekali, tapi ada pula muncul ahli silat lain yang juga mengaku anak murid Go-bi, tapi kepandaiannya berlainan sekali dan hebat!

Perkumpulan Go-bi-san yang dicari oleh Kong Lee adalah rombongan Liat Song Hosiang inilah, maka ia tidak salah pilih dan datang di tempat yang betul. Akan tetapi, musuh Coa Kim Nio yang mengaku anak murid Go-bi-pai dan bernama Louw Bin Tong itu, sama sekali bukan anak murid dari Go-bi Sam-lojin, akan tetapi anak murid seorang tosu bernama Pek-mau Tosu yang bertapa di puncak lain!

Ketika kedua anak muda itu tiba di depan kuil, mereka disambut oleh anak-anak murid kuil itu tetapi mereka menyambut dengan ramah tamahh seperti lazimnya pendeta-pendeta yang menjalani penghidupan suci.

“Ji-wi datang darimana dan ada keperluan apa maka mendatangi kuil kami?” tanya seorang penerima tamu, yakni seorang hwesio gundul yang sudah lanjut usianya dan bertubuh kurus tinggi.

“Teecu bernama Lim Kong Lee dan kedatanganku ke sini adalah hendak menjumpai ketua Go-bi-pai.”

Hwesio tua tinggi kurus itu memandang tajam.

“Ketua kami adalah Go-bi Sam-lojin, entah yang manakah yang hendak sicu jumpai?” Kong Lee sudah mendengar dari suhunya, bahwa suhengnya yang tewas itu memang dirobohkan oleh ketiga tokoh Go-bi itu, maka ia menjawab, “Teecu hendak bertemu dengan ketiga-tiganya!”

Pandangan mata hwesio itu makin heran, lalu katanya, “Tunggulah sebentar, biar pinceng memberi laporan kepada ketiga ketua kami itu.”

Tak lama kemudian, dari dalam keluar tiga orang hwesio yang usianya kurang lebih enam puluh tahun. Mereka ini kurus-kurus dan dengan dada terangkat mereka keluar menemui Kong Lee. Dalam pakaian pendeta dan kepala mereka yang gundul licin itu, mereka tampak hampir sama, baik bentuk badan maupun wajah mereka.

Kong Lee cepat bangun berdiri dan menjura. “Apakah saya berhadapan dengan Go-bi Sam-lojin yang terhormat?”

“Betul, sicu. Kami adalah Go-bi Sam-lojin. Pinceng sendiri bernama Bok Ti, ini suteku Kim Ti, dan itu Hok Ti. Sicu ini siapa dan ada keperluan apa mencari kami?” “Saya datang dari Liong-san dan kedatanganku ini tak lain karena mengingat akan kehebatan sam-wi suhu yang dulu pernah memberi pelajaran kepada suhengku, maka hatiku menjadi kagum sekali dan harap sam-wi suhu suka berlaku murah dan memberi petunjuk kepada aku orang muda.” Ketiga hwesio itu saling lirik dan Bok Ti Hosiang berkata sambil tersenyum, “Ahh, jadi sicu ini seorang anak murid dari Liong-san? Bagus, bagus! Ternyata Liong-san Lo-kai mempunyai murid-murid yang muda, gagah, dan bersemangat! Apakah nona ini juga murid dari Liong-san?” tanyanya sambil melirik Coa Kim Nio.

Nona itu menggelengkan kepala dan menjawab, “Bukan, aku hanyalah seorang sahabat saja dari Lim-taihiap, akan tetapi akupun mempunyai sedikit urusan dengan seorang anak murid Go-bi yang bernama Lauw Bin Tong!”

“Kami tidak mempunyai seorang anak murid bernama Lauw Bin Tong di sini,” jawab Bok Ti Hosiang, lalu hwesio tua ini berkata kepada Kong Lee, “Dan kau, sicu.

Apakah maksudmu hendak mengadu ilmu kepandaian?” “Saya hanya mohon sedikit pelajaran dari sam-wi suhu.”

“Tapi kami Go-bi Sam-lojin selalu maju bersama-sama,” jawab Bok Ti Hosiang yang dapat menduga bahwa kepandaian pemuda dari Liong-san itu tentu tinggi, kalau tidak, maka tak mungkin ia berani naik ke Go-bi untuk mengajak pibu!

Kong Lee maklum akan kelicikan orang itu, maka sambil tersenyum ia berkata, “Kalau sam-wi suhu hendak maju bersama memberi petunjuk, maka hal itu lebih baik bagi saya, karena sekali bergerak dapat menerima banyak pelajaran!”

Mendengar jawaban ini, merahlah wajah Bok Ti Hosiang. Untuk menutupi rasa malunya ia berkata, “Karena nona ini datang bersamamu, maka boleh kalian berdua maju menghadapi kami. Mari, mari sicu dan kau nona, kita pergi ke lian-bu-thia untuk bermain-main sebentar!” setelah berkata demikian hwesio kurus ini bersama kedua sutenya lalu mendahului tamunya menuju ke ruang dalam, diikuti oleh Kong Lee dan Kim Nio.

Sedangkan para anak murid Go-bi yang telah mendengar bahwa kedua orang muda itu datang hendak mengajak pibu dengan ketiga ketua mereka, segera meninggalkan pekerjaan masing-masing untuk menonton!

Ruang tempat berlatih silat itu luas sekali dan kini telah dikelilingi oleh anak murid Go-bi yang jumlahnya dua puluh orang hwesio lebih. Mereka berdiri diam sebagai patung, tak berani bergerak atau membuat gaduh karena takut ditegur oleh ketiga ketua mereka.

Dukungan & Donasi

Bantu kami terus update dengan memberi dukungan melalui:

BCA 7891767327
Trakteer
Post a Comment