Pendekar Tongkat Dari Liong-san Chapter 16

NIC

Lima orang piauwsu itu memandang ke arah Kong Lee dan pemuda itu mengangguk kepada mereka, lalu berkata, “Ngo-wi harap kembali saja, bukankah urusan ngo-wi sudah beres? Dan siauw-te telah menebus kesalahan siauw-te tadi, bukan?”

Kelima piauwsu itu menjura dengan wajah girang sekali. Yang tertua di antara mereka berkata, “Baiklah, beritahu taihiap bertempat tinggal di mana dan dari cabang persilatan mana?”

Kong Lee tertawa, “Siauw-te baru saja turun dari Liong-san!”

“Kalau begitu, taihiap tentulah murid dari Liong-san-pai! Pantas saja begini hebat! Biarlah semenjak saat ini, kami berlima mengenangkan sebagai Liong-san Tung-hiap (Pendekar Tongkat dari Liong-san)!” setelah menjura lagi kepada Kong Lee, kelima orang piauwsu itu lalu pergi dari situ dengan girang dan membawa pergi lima ratus tail emas itu.

“Ha, ha, Liong-san Tung-hiap! Pantas sekali nama ini untukmu, karena memang ilmu tongkatmu hebat! Anak muda, kau sungguh berani sekali. tidakkah kau takut ditinggalkan seorang diri oleh kawan-kawanmu?”

“Apakah yang kau takuti?” jawab Kong Lee atas pertanyaan Pauw Kian yang mengandung ejekan itu. “Memang aku sengaja hendak mencoba bagaimana hebatnya kedua tangan dari Iblis Tangan Hitam!”

“Majulah! Kalau kau bisa merobohkan aku dan mengalahkan kedua tanganku ini, sudahlah, aku takkan berani menyebut-nyebut namaku di muka umum. Tapi kalau kau yang kalah, jangan kau menyesal kalau harus menerima kematian di sini!” tiba-tiba suara kepala rampok itu menjadi menyeramkan. Kemudian, dengan mengeluarkan seruan hebat, kedua tangannya yang hitam itu menyerang dengan hebat!

Memang benar bahwa kedua tangan hitam Pauw Kian tidak mengandung bisa, akan tetapi kehebatannya tidak berkurang karenanya. Kedua tangan ini telah menjadi keras seperti besi dan mempunyai kekebalan terhadap segala macam senjata tajam. Kalau tangan lawan beradu dengan tangan hitam ini, maka kulit lawan itu akan lecet-lecet dan tulangnya akan patah-patah. Juga ke sepuluh jari tangan dapat digunakan sebagai cengkeraman baja yang kuat sekali. Pendeknya, kedua tangan ini telah berubah menjadi sepasang senjata yang luar biasa hebatnya dan bahkan lebih berbahaya dari sepasang senjata baja!

Karena, kalau senjata yang terbuat dari logam mati, pergerakannya hanya terbatas dan menurut keinginan hati si pemegang senjata saja, sebaliknya kedua tangan hitam ini adalah barang hidup yang mempunyai perasaan dan dapat dirubah-rubah kedudukannya sesuka hati, sesuai dengan keadaan dan kebutuhan.

Kong Lee cukup maklum akan hal ini, maka ia berlaku waspada sekali. Ia tahu bahwa biarpun dalam hal tenaga lwee-kang ia tak usah kalah terhadap Pauw kIan, demikianpun dalam hal ilmu silat tangan kosong, karena ia memiliki ilmu kepandaian silat Liong-san Kun-hoat, akan tetapi harus ia akui bahwa kekebalan tangannya tak mungkin dapat melawan kekebalan tangan lawan ini. Dulu di puncak Liong-san ia hanya melatih kedua tangannya dengan cara membelah kayu dengan tangan kosong, akan tetapi Pauw Kian telah melatih tangannya dengan bubuk besi yang jauh lebih keras daripada kayu!

Akan tetapi, sebagaimana semua orang mengetahui, ilmu berkelahi tidaklah tergantung semata-mata kepada kekerasan tangan atau pukulan. Betapapun kerasnya tangan, kalau pukulan tidak mengenai sasaran yang tepat apakah gunanya?

Demikianlah, dengan gin-kangnya yang jauh lebih tinggi daripada gin-kang Pauw Kian, Kong Lee mempermainkan lawannya. Tidak percuma ia melatih diri bertahun- tahun di puncak Liong-san, memikul air dengan sebatang rotan sambil berlari-lari naik turun bukit dan melompati jurang sehingga ilmu meringankan tubuhnya telah mencapai tingkat yang tinggi sekali. Semua serangan Pauw Kian dapat ia patahkan dengan mudah saja, dan pada tiap kali ia harus menangkis ia selalu menggunakan tangannya untuk menangkis lengan lawan di sebelah atas sambungan pergelangan tangan, di bagian kulit yang putih atau sekali-kali ia menangkis sambil menotok pergelangan siku! Oleh karena itu, maka Pauw Kian menjadi tak berdaya dan kepalanya pening, karena anak muda yang memiliki gerakan gesit bagaikan seekor burung itu menyambar-nyambar di sekeliling tubuhnya, membuat ia berputar-putar tiada hentinya! Setelah bertempur lima puluh jurus lebih, tiba-tiba Kong Lee mulai membalas serangan-serangan lawannya dengan mengeluarkan ilmu silat Liong-san Kun-hoat yang paling berbahaya. Pauw Kian merasa kewalahan menghadapi serangan-serangan yang aneh dan memiliki banyak sekali perubahan yang tak terduga ini. Ia sibuk sekali menghindarkan diri dari kedua tangan Kong Lee yang menyerang bagian-bagian berbahaya dari tubuhnya dengan totokan jari.

Kemudian, ketika sebuah totokannya dielakkan, tubuh Kong Lee mulai terhuyung- huyung ke kanan kiri sehingga membingungkan Pauw Kian. Tadinya kepala rampok ini merasa kaget dan girang karena menyangka bahwa anak muda ini telah lelah, akan tetapi ternyata di dalam terhuyung-huyung itu, Kong Lee bahkan mengeluarkan serangan-serangan yang lebih sukar dielakkan pula. Inilah ilmu silat Delapan Dewa Mabuk!

Menghadapi ilmu silat ini, Pauw Kian tidak berdaya dan tiba-tiba dadanya kena tertumbuk oleh kepalan tangan Kong Lee! Sebetulnya, menurut gerakan aslinya, pukulan ini harus disertai tenaga lwee-kang sepenuhnya sehingga biarpun nampaknya hanya memukul perlahan saja namun akan menghancurkan isi dada dan mendatangkan luka dalam yang berbahaya sekali. Akan tetapi, dengan sengaja Kong Lee merubah gerakannya dan memukul dengan keras sekali, menggunakan tenaga gwa-kang (tenaga luar) sehingga terdengar suara “buk!” yang keras ketika kepalan tangannya menumbuk dada Pauw kian hingga kepala rampok itu terdorong jauh dan jatuh bergulingan!

Akan tetapi, karena Kong Lee hanya menggunakan tenaga gwa-kang, maka Pauw Kian tidka menderita luka dalam, hanya kulit dadanya saja menjadi matang biru! Setelah dapat berdiri lagi, Pauw Kian menjura ke arah Kong Lee.

“Liong-san Tung-hiap! Kau orang muda sungguh mengagumkan. Aku Pauw Kian benar-benar tunduk dan takluk!” setelah berkata demikian, Pauw Kian menjatuhkan diri duduk di atas tanah dengan muka merah.

Coa Kim Nio dengan sangat kagum lalu menghampiri Kong Lee dan berkata dengan lagak menarik hati, “Lim-kongcu, kau sungguh-sungguh hebat dan membuat aku kagum sekali! kita harus menjadi sahabat baik!” sambil berkata demikian, gadis ini menggunakan jari-jari tangannya yang halus menyentuh tangan Kong Lee.

Pemuda ini tersenyum saja lalu berkata perlahan, “Pantaskah aku menjadi sahabat Kim-gan-eng yang perkasa? Harap kauingat, siocia, lima tahun yang lalu aku berlutut di depanmu dan mohon menjadi muridmu, tapi kau tidak sudi menerimaku!”

Untuk beberapa lama Coa Kim Nio tidak mengerti maksud kata-kata ini dan memandang heran dengan kedua matanya yang bagus itu terbelalak lebar, lalu ia berkata heran, “Lim-kongcu apa ... apakah maksudmu?”

“Siocia, masih ingatkah kau kepada Gan-piauwsu yang dulu kaurobohkan? Dan masih ingatkah kau akan seorang pengemis muda yang juga kaurobohkan dalam dua kali gerakan saja? Kemudian pengemis muda itu mengejarmu dan mohon menjadi murid, tapi kau menolaknya dengan penuh penghinaan? Nah, akulah pengemis itu, maka jangan kausebut aku kongcu!”

Pucatlah wajah Coa Kim Nio yang cantik!

Hampir saja ia tidak percaya atas keterangan ini, sungguhpun ia masih ingat dengan samar-samar wajah pengemis muda yang dulu minta menjadi muridnya.

“Ah ... jadi kaukah anak muda dulu itu?” kemudian Coa Kim Nio tertawa. “Nah, bukankah benar penolakanku dulu? Kalau kau menjadi muridku, maka kepandaianmu takkan sehebat sekarang ini.”

Kong Lee lalu menjura kepadanya dan kepada Pauw Kian.

“Maafkanlah aku, sekarang aku harus pergi dari sini melanjutkan perantauanku.” Pemuda itu lalu membalikkan tubuh dan hendak pergi.

“Lim-taihiap, tunggu ... ” kata Coa Kim Nio yang mengejarnya. “Ada apa, Nona?”

“Kau ... kau hendak ke mana?”

“Hendak meneruskan perjalananku, sampai aku tiba kembali di kampungku.” “Di mana kampungmu?”

“Di Bi-ciu!”

“Kalau begitu, kita menuju ke jurusan yang sama. Taihiap tidak keberatankah kau kalau kita jalan bersama-sama?”

Untuk sesaat Kong Lee merasa ragu-ragu. Ia tidak tahu harus menerima atau menolak. Untuk menolak, ia merasa tidak enak, pula ia memang tertarik oleh sikap dan wajah cantik jelita dari nona ini sehingga ia tahu bahwa melakukan perjalanan bersama gadis ini akan menyenangkan sekali. akan tetapi kalau ia menerima iapun merasa malu.

Maka ia lalu berkata, “Terserah saja kepadamu, nona. Jalan di muka bumi ini bukan milikku pribadi, siapa saja boleh pakai maka bagaimana aku bisa melarangmu?” Coa Kim Nio menjadi girang sekali sehingga wajahnya yang cantik berseri menambah manisnya.

“Sumoi, kau jangan mencari perkara lagi!” kakak seperguruannya menegur. “Tinggal saja di sini dan bantu pekerjaanku.”

“Ah, aku sudah bosan dengan pekerjaan merampok!” kata gadis itu tak peduli, lalu menarik tangan Kong Lee mengajak pergi dari situ.

“Baik, kalau begitu, jangan kau kembali lagi ke sini!” teriak Pauw Kian dengan marah.

Akan tetapi, Kim Nio dan Kong Lee telah pergi jauh dengan berlari cepat.

Coa Kim Nio benar-benar merupakan kawan seperjalanan yang baik dan menggembirakan. Nona ini selain luas pengalamannya, juga bersikap jenaka dan dalam segala hal berusaha menyenangkan hati Kong Lee. Sebaliknya Kong Lee adalah seorang pemuda yang baru berusia dua puluh tahun dan pengalamannya dalam hal pergaulan, terutama dengan seorang wanita masih dangkal dan hijau. Maka kini setelah bertemu dengan seorang gadis yang cantik dan pandai mengambil hati, tidak heran bahwa ia jatuh hati dan timbul rasa sayang dan cinta di dalam hatinya terhadap Coa Kim Nio. Ia maklum bahwa gadis itu sedikitnya empat atau lima tahun lebih tua daripadanya, namun dilihat dari luar, tampaknya gadis itu lebih tua darinya, karena memang Coa Kim Nio memiliki kecantikan yang membuat ia nampak masih muda sekali.

Posting Komentar