Pendekar Tongkat Dari Liong-san Chapter 15

NIC

Sementara itu, Pauw Kian juga memandang dengan heran, karena sesungguhnya ia tidak tahu bagaiman pedang sumoinya dapat terlepas dan terampas, sedangkan gerakan-gerakan pemuda itu sungguh aneh, kelihatannya begitu lemah dan perlahan! Apakah sumoinya yang main gila dan sengaja mengalah?

Akan tetapi, tidak demikian dengan Ngo-oei-liong. Kelima orang piauwsu ini bertepuk tangan memuji dengan wajah berseri-seri. Kini mereka merasa girang sekali dan timbullah kembali kepercayaan mereka kepada Kong Lee, sungguhpun mereka sendiri juga tidak mengerti bagaimana Kim-gan-eng yang lihat itu dapat dikalahkan dalam dua jurus saja!

“Lim-kongcu, kau sungguh hebat sekali! Aku menerima kalah,” berkata Coa Kim Nio dengan sinar mata kagum sekali dan bibirnya yang makin tersenyum, ia lalu mundur sambil mengerlingkan matanya ke arah Kong Lee.

Pauw Kian menjadi marah sekali hingga wajahnya menjadi merah padam.

“Anak kecil yang sombong! Coba kaulayani aku hendak kulihat kepandaian siluman macam apakah yang kaumiliki!” bentaknya.

Sambil membentak demikian, Pauw Kian lalu mengeluarkan senjatanya yang hebat, yakni sebuah pian baja lemas yang merupakan cambuk pendek penuh duri-duri tajam. Senjata ini adalah sebuah senjata yang berbahaya dan ganas, karena tiap duri yang memenuhi senjata cambuk pendek itu dari gagang sampai ke ujungnya merupakan kaitan-kaitan kecil hingga kalau duri-duri itu sampai menancap di kulit, maka daging tubuh akan tertembus dan urat-urat tertarik keluar!

Juga, di dalam tangan Pauw Kian yang hebat, senjata itu dapat menjadi kaku semacam tongkat yang dipakai menotok jalan darah dan dapat menjadi lemas seperti cambuk.

Akan tetapi Kong Lee dengan sangat tenang hanya tersenyum memandang, lalu berkata perlahan, “Kaulah yang sombong, bukan aku. Marilah kita mencoba-coba kepandaian!”

Pauw Kian menerkam maju sambil menggerakkan cambuk berdurinya menyabet ke arah leher Kong Lee, tapi pemuda itu mengangkat tongkat bambunya ke atas dan menangkis. Ia sengaja menangkis untuk mencoba tenaga lawan dan mendapat kenyataan bahwa tenaga Iblis Tangan Hitam ini jauh lebih tinggi daripada tenaga Coa Kim Nio, akan tetapi tak cukup besar untuk membuat ia kuatir.

Sebaliknya, ketika cambuknya dapat tertangkis hingga terpental kembali, Pauw Kian merasa heran sekali dan berlaku hati-hati, karena ketika menyerang tadi ia telah menggunakan tiga perempat bagian dari seluruh tenaganya. Akan tetapi dapat tertangkis demikian mudah oleh tongkat bambu itu sehingga ia dapat menduga bahwa pemuda ini adalah seorang yang memiliki tenaga lwee-kang yang tinggi. Ia lalu menyerahkan seluruh tenaganya dan memutar-mutar cambuknya sedemikian rupa sehingga merupakan serangan-serangan bergelombang yang bertubi-tubi menyerang bagian-bagian berbahaya dari tubuh lawan!

Para piauwsu yang mengetahui betapa hebat serangan-serangan Si Iblis Tangan Hitam ini, menahan napas dengan cemas. Merka maklum bahwa jika jago mereka sampai kalah dan dirobohkan, mereka terpaksa harus berkelahi mati-matian, karena tentunya kepala rampok yang kejam itu tak mau melepaskan mereka begitu saja.

Akan tetapi menghadapi serangan-serangan hebat dari Pauw Kian ini, Kong Lee tidak gentar dan berlaku tetapi tenang. Ia mengeluarkan kepandaiannya dan memainkan ilmu tongkat Liong-san Koai-tung-hwat. Dan ketika ia mainkan tongkatnya, semua piauwsu menjadi heran sekali, karena tampaknya pemuda itu hanya menggerak- gerakkan tongkatnya dengan perlahan dan lambat sekali, akan tetapi setiap gerakan itu dapat menangkis dan membentur kembali senjata lawan yang ebrbahaya. Tidak demikian saja, bahkan dengan tongkat bambunya yang ringan itu, Kong Lee dapat membalas dengan serangan-serangan dahsyat.

Hal ini tentu saja membuat Pauw Kian terkejut sekali. Ia tidak melihat bagaimana pemuda itu memutar tongkatnya, akan tetapi ke mana saja pian baja di tangannya menyerang, selalu bertemu dengan tongkat lawan yang menangkisnya! Maka sambil mengertakkan gigi karena marah, Si Iblis Tangan Hitam ini menyerang makin ganas dan mengeluarkan seluruh kepandaiannya untuk menjatuhkan anak muda yang aneh itu.

Coa Kim Nio yang telah maklum akan kehebatan suhengnya, mula-mula terkejut dan kuatir melihat betapa suhengnya tampak marah sekali dan nafsu membunuh terbayang di mata Iblis Tangan Hitam itu. Ia kuatirkan nasib pemuda yang tampan dan yang telah menarik hatinya itu. Akan tetapi setelah menyaksikan betapa Kong Lee dengan tenang dan mudah saja menghadapi kakak seperguruannya, nona baju hijau itu menghela napas, tidak hanya kagum karena lega, tapi juga karena kagum.

Belum pernah selama hidupnya ia bertemu dengan anak muda sehebat ini. Maka hatinya makin tertarik saja.

Sebetulnya kalau ia mau, Kong Lee sejak tadi dapat merobohkan Pauw Kian dengan serangan-serangan mematikan, namun ia tidak mau menewaskan kepala rampok itu karena ia hanya bermaksud merobohkan lawannya tanpa melukainya.

Bukankah maksudnya hanya hendak minta kembali emas yang dirampas?

Oleh karena inilah, maka ia masih belum mengirim serangan-serangan mematikan dan hanya lebih banyak menangkis saja. Kalau Pauw Kian tidak sedang dibuat mata gelap oleh perasaan marah dan dendam, tentu ia akan dapat merasai hal ini dan tahu bahwa anak muda itu memiliki kepandaian yang jauh lebih tinggi daripada kepandaiannya sendiri dan senhaja berlaku mengalah. Akan tetapi, Iblis Tangan Hitam itu yang selama bertahun-tahun telah membuat nama besar sebagai seorang yang berkepandaian tinggi hingga disegani lawan ditakuti lawan, mana mau menyerah begitu saja tanpa memberi perlawanan? Demikianlah ia berlaku nekad dan menyerang bagaikan laku seekor kerbau gila.

Sambil bertempur, Kong Lee memikir dengan penuh keheranan mengapa kepandaian Iblis Tangan Hitam dan terutama kepandaian Kim-gan-eng hanya sedemikian saja, jauh lebih rendah dari dugaannya dulu. Kalau diukur kepandaiannya, kedua orang ini masing-masing tidak akan dapat mengalahkan Thio Sui Kiat! Mengapa dulu ketika ia bertemu dengan Coa Kim Nio, dalam dua jurus saja ia dapat dirobohkan oleh gadis itu?

Ia tidak mengerti bahwa sebenarnya hal itu tak perlu diherankan, karena ketika ia menghadapi Thio Sui Kiat dan ia dijatuhkan dalam tiga jurus ialah disebabkan, karena orang tua itulah yang menyerang dan ia sendiri hanya mempertahankan diri dengan gerakan Bendungan Baja Menahan Banjir yang memang kuat dan sukar dipecahkan. Sebaliknya ketika menghadapi Coa Kim Nio, dialah yang menyerang nona itu sehingga pertahanannya tidak kuat dan mudah saja ia dirobohkan. Kalau saja ia hanya mempertahankan dan membela diri dengan gerakan Bendungan Baja Menahan Banjir dan membiarkan nona itu menyerangnya, belum tentu dalam dua puluh jurus gadis itu akan dapat merobohkannya!

Kini melihat betapa Pauw Kian bertempur dengan nekad, ia lalu merasa gemas juga. Dengan cepat ia merubah gerakan tongkatnya dan kini tongkat bambu yang kecil itu bergerak cepat sekali dan seakan-akan berubah menjadi seekor ular yang masih hidup. Setiap serangan ditujukan kepada jalan-jalan darah yang melumpuhkan. Pauw Kian sibuk juga menghadapi serangan yang hebat ini dan mulai terdesak. Pada suatu saat yang baik, ketika Pauw Kian menangkis tongkatnya dengan keras, Kong Lee memberikan pukulan tangan kirinya yang dikirim ke arah tangan Pauw Kian yang memegang cambuk. Melihat datangnya pukulan yang demikian keras dan berbahaya, Pauw Kian hanya dapat menarik lengannya dan membiarkan cambuknya yang penuh duri itu terpukul oleh tangan Kong Lee untuk membuat tangan pemuda itu terluka.

Akan tetapi, sungguh mengherankan. Ketika cambuk itu terpukul oleh tangan Kong Lee yang dimiringkan, Pauw Kian tidak kuat lagi untuk memegang senjata itu lebih lama, dan dengan keras cambuk itu terpukul dan terlempar dari pegangannya!

Sedangkan tangan anak muda itu sedikitpun tidak luka!

Ketika Pauw Kian memandang ke arah cambuknya, matanya terbelalak kaget karena ternyata semua duri yang berada di bagian cambuk yang terpukul, telah patah-patah dan bengkok-bengkok! Dari sini dapat dibayangkan betapa hebat dan kuat tenaga tangan pemuda ini!

Kelima piauwsu bersorak girang, juga Coa Kim Nio kagum sekali sehingga wajahnya berseri-seri. Akan tetapi, Pauw Kian dengan muka sebentar pucat sebentar merah, maju dan membentak, “Anak muda, kini bersiaplah engkau menghadapi serangan kedua tanganku!”

Kong Lee memandang tajam.

“Orang she Pauw, bukankah tongkat bambuku telah mengalahkan cambukmu? Lebih baik kita sudahi saja pibu ini dan kau kembalikan emas yang kaurampas dari Ngo-oei- liong piauwsu!”

“Memang benar cambukku kalah oleh tongkatmu, dan memang ilmu tongkatmu hebat. Akan tetapi, kedua tanganmu belum mengalahkan kedua tanganku!”

Kepala rampok yang merasa belum puas ini hendak menggunakan kehebatan kedua tangannya yang hitam untuk mencari kemenangan!

“Pauw-tai-ong, aturan pibu menyebutkan siapa yang kalah dalam satu pertempuran, maka ia harus menerima kekalahan itu dengan jujur. Kau sendiri yang tadi mengajak Lim-taihiap bertempur menggunakan senjata, dan kau sudah kalah. Apakah kau hendak melanggar peraturan itu?”

Bukan main marahnya Pauw Kian mendengar kata ini. Ia memang seorang perampok yang kejam, ganas, dan suka berkelahi. Akan tetapi ia hargai kejujuran dan tentu saja ia merasa terhina sekali kalau ia dianggap tidak jujur. Dengan suara parau ia memerintahkan anak buahnya mengambil kantung berisi emas yang dirampas Coa Kim Nio itu, lalu ia lemparkan ke arah kelima piauwsu yang menerimanya dengan girang.

“Ngo-oei-liong!” teriak Pauw Kian, “Kalian lima orang pengecut hanya dapat mengambil kembali emas itu dengan mengandalkan tenaga anak muda ini. Sekarang, enyahlah kalian dari sini sebelum kuhancurkan kepala kalian!”

Posting Komentar