Halo!

Pembakaran Kuil Thian Lok Si Chapter 17

Memuat...

Kong Sian maklum bahwa Lin Hwa menuntut kepastian darinya dan ia berpikir sekaranglah saatnya untuk menyatakan isi hatinya. Ia lalu melangkah maju dan memegang kedua tangan Lin Hwa.

“Lin-moi ....... aku aku cinta padamu.”

Lin Hwa tidak terkejut mendengar ini, hanya mukanya menjadi merah dan ia tidak berani menentang pandang mata Kong Sian. Lama sekali mereka berdiam saja dan Lin Hwa juga tidak berusaha menarik kedua tangannya dari pegangan Kong Sian.

“Kong Sian .... telah lama aku dapat menduga hal ini dan ..... dan terus terang saja akupun suka

sekali kepadamu. Kau seorang yang berhati mulia dan gagah dan takkan ada hal yang lebih membahagiakan hatiku selain dari pada menjadi .... isterimu yang setia. Kau baik kepada ku dan dan

puteraku pun sayang pula kepadamu. Kau lah satu-satunya orang yang patut menjadi ayah Cin Pau.” “Lin Hwa, sayang ” kata Kong Sian dengan suara menggetar.

“Kong Sian, ketahuilah bahwa aku memang hendak mencari makam suamiku untuk minta perkenan agar aku boleh .... kawin denganmu, yakni kalau .... kalau kau meminangku ” Ia menundukkan

kepala dengan malu-malu.

“Tentu saja aku suka meminangmu, Lin Hwa. Akan teranglah dunia ini bagiku dan akan bahagialah hidupku apabila kau sudi menjadi isteriku.”

“Biarpun aku seorang janda yang telah mempunyai seorang putera dan kau ”

“Biarpun kau seorang janda, akan tetapi tidak ada duanya di muka bumi ini.” “Dan kau ”

“Dan aku bagaimana ?”

“Dan biarpun kau masih muda belia, masih jejaka, tidak malukah kelak mengawini seorang janda yang sudah berputera ?”

Ucapan ini bagaikan kilat menyambar kepala Kong Sian. Tiba-tiba ia melepaskan kedua tangan Lin Hwa, lalu menjatuhkan diri terduduk di atas lantai dan menggunakan kedua tangannya untuk menutupi mukanya.

“Kong Sian ! Ada apakah ? Kong Sian, maafkan kalau aku bersalah, kalau aku mengucapkan kata-

kata yang menyinggung perasaanmu. Kong Sian “ Lin Hwa memeluk bahunya.

“Tidak, Lin Hwa, tidak ! Kau tidak bersalah apa-apa. Akulah yang bersalah, akulah yang sesat dan aku yang telah menipumu !”

“Kong Sian, apa maksudmu ?” Kong Sian menurunkan kedua tangannya dan Lin Hwa menjadi terkejut sekali melihat betapa pucat wajah pemuda itu dan dua titik air mata telah keluar dari matanya.

“Lin Hwa, selama ini aku telah berlaku curang kepadamu. Aku ... aku telah berlaku pengecut, tidak berani mengaku terus terang, sebenarnya, sebenarnya aku telah mempunyai seorang isteri !”

Pada saat itu, tangan kanan Lin Hwa masih ditaruh di atas pundak Kong Sian dan ketika mendengar ini, Lin Hwa secepat kilat menarik kembali tangannya, seakan-akan pundak pemuda itu terasa panas membakar tangannya. Wajahnya pucat sekali dan ia bertanya,

“Apa apa artinya ini semua ?”

Dengan cepat Kong Sian lalu menuturkan bahwa semenjak menolong Lin Hwa dulu, ia telah jatuh hati kepadanya akan tetapi apa daya, ia telah bertunangan semenjak kecil dan ketika ibunya mendesak, ia tak dapat menolak hingga akhirnya ia terpaksa kawin dengan Oey Bi Nio, tunangannya semenjak kecil, Akan tetapi ia tak merasa berbahagia dalam perkawinan itu dan bahkan merasa tersiksa. Semua ini ia ceritakan kepada Lin Hwa dengan sedih sekali.

Lin Hwa mendengarkan dengan kalbu terasa hancur dan hati perih. Akan tetapi, wanita gagah ini dapat menekan perasaannya dan tidak memperlihatkan reaksi sesuatu pada mukanya. Ia diam saja, bahkan ketika Kong Sian bertanya, “Bagaimana pikiranmu, Lin Hwa ? Apakah hal ini merobah perasaanmu terhadap aku ?” Ia menjawab, “Kong Sian, kau tidak tahu akan perasaan seorang wanita. Kalau sekali wanita itu menyatakan cintanya, ia takkan dapat merobahnya lagi, sebaliknya kalau sekali menyatakan bencinya, iapun takkan dapat melenyapkannya dengan mudah. Aku suka kepadamu dan betapapun juga, aku tetap akan suka kepadamu !”

Bukan main girang hati Kong Sian dan ia ingin memeluknya, akan tetapi Lin Hwa mengelak dan tersenyum berkata, “Bukankah kau tadi sudah pergi mencari makanan ? Mana makanan itu ?”

Kong Sian tertawa dan menyatakan bahwa kelinci yang ditangkapnya telah lari lagi, ketika ia menolong Lin Hwa tadi.

“Sayang sekali,” kata Lin Hwa dengan sungguh-sungguh, “aku ingin sekali makan daging kelinci.” Pada saat ini, tidak ada makanan yang lebih lezat dari pada daging kelinci bagiku.”

Kong Sian memandang heran lalu berkata sambil tertawa, “apa sukarnya ? Biarlah aku menangkap seekor lagi untukmu !”

“Pergilah, Kong Sian, dan tangkaplah seekor yang besar !”

Dengan hati girang Kong Sian perrgi mencari kelinci. Hatinya girang sekali oleh karena kini ia tidak menaruh hati was-was lagi. Dulu ia seringkali merasa berdebar kuatir karena Lin Hwa belum tahu bahwa ia telah beristeri. Ia takut kalau-kalau hal ini akan memutuskan hubungannya dengan wanita yang dicintainya itu. Akan tetapi sekarang, ia telah menceritakan semua dan Lin Hwa tidak berubah perasaannya. Ia masih menyinta. Sekali sayang, selamanya tetap sayang, katanya. Alangkah merdu dan indahnya kata-kata ini.

Kong Sian sengaja mencari dan menangkap seekor kelinci putih yang besar dan gemuk untuk menyenangkan hati Lin Hwa, maka perginya agak lama juga. Setelah berhasil menangkap seekor ia lalu kembali dengan cepat dan dengan hati girang

“Lin Hwa ! Lihat ini, aku telah menangkap seekor yang muda dan gemuk !” serunya bangga ketika

tiba di luar kelenteng. Akan tetapi, Lin Hwa tidak nampak keluar.

Ia lalu melompat sambil memegang kelinci itu pada kedua telinganya.

“Lin Hwa !” Akan tetapi wanita itu tidak berada di bawah meja. Ia mencari-cari sampai di belakang

kuil sambil memanggil-manggil, akan tetapi sia-sia, Lin Hwa tidak kelihatan.

Kong Sian mulai cemas. Jangan-jangan saikong jahat itu datang lagi dan pergi menculik Lin Hwa. Mengingat akan hal ini kedua kakinya menggigil. “Lin Hwa !” teriaknya keras sekali agar dapat terdengar oleh wanita itu. Karena biarpun andaikata Lin

Hwa terculik, dan dibawa lari, tentu ia akan mendengar teriakan ini dan akan menjawab. Ia memasang telinga baik-baik, akan tetapi tidak terdengar jawaban dari Lin Hwa. Kong Sian melemparkan kelinci yang berada ditangannya hingga untuk kedua kalinya. Kelinci yang sudah ditangkap lari lagi.

“Lin Hwa !” berulang kali Kong Sian memanggil sampai suaranya menjadi serak. Dikerahkannya

khikangnya untuk membuat suara panggilan ini melayang jauh.

Kemudian dengan hati kuatir sekali ia lalu kembali ke dalam kelenteng untuk melakukan pemeriksaan. Kalau terjadi pertempuran, tentu ada tanda-tandanya di situ. Ketika ia tiba di tempat di mana tadi Lin Hwa duduk, ia melihat coretan-coretan aneh di atas lantai. Ia lalu mendekati dan tiba-tiba tubuhnya menjadi lemas. Ternyata bahwa coretan-coretan itu adalah tulisan Lin Hwa yang dilakukan dengan mempergunakan arang hitam bekas api unggun. Tulisan ini singkat saja dan berbunyi,

“Mari kita lawan musuh dalam dada kita sendiri”

Kata-kata ini singkat, akan tetapi mengingatkan Kong Sian akan nasehat suhunya ketika ia hendak turun gunung bersama Lin Hwa. Ia dapat menangkap artinya. Ternyata Lin Hwa bersedia berkorban, bersedia mengundurkan diri dan tidak hendak mengganggu rumah tangganya. Ia tahu bahwa Lin Hwa juga menderita batinnya karena wanita itupun mencintainya dan tetap akan mencintainya. Karena itu ia mengajak melawan musuh dalam dada sendiri-sendiri. Alangkah mulianya hati wanita itu.

“Lin Hwa ” Kong Sian berbisik dengan hati hancur dan tubuh lemah. Ia tidak hendak mengejar

karena akan percuma saja dan sedikit coretan di atas lantai itupun membuat dia sadar bahwa hubungan mereka memang tak mungkin dilanjutkan. Bagaimana dengan Bi Nio, isterinya ? Kalau ia menceraikannya, apakah ia takkan menghancurkan hati isterinya dan juga menghancurkan hati ibunya

? Ah, nasib Kong Sian menutup mukanya dan air mata mengalir melalui cela-cela jari tangannya.

“Lin Hwa ” kembali ia berbisik lemah. Ketika Kong Sian berseru keras memanggil namanya, Lin Hwa

yang belum lari jauh mendengar juga, dan suara ini seakan-akan menarik-nariknya untuk segera kembali. Lin Hwa sambil menyucurkan air mata lalu menggunakan jari-jari tangan untuk menutup telinganya dan berlari terus makin cepat. Masih saja panggilan suara Kong Sian yang keras menembus penutup telinga dan terdengar olehnya.

“Tidak ........ tidak ...... tidak !!!” Ia menjerit sambil berlari terus dan air matanya mengucur makin

deras.

Dukungan & Donasi

Bantu kami terus update dengan memberi dukungan melalui:

BCA 7891767327
Trakteer
Post a Comment