Halo!

Pedang Ular Mas Chapter 18

Memuat...

"Eh, anak, siapa suruh kau panggil suhu padaku?" tanya dia. "Cara bagaimana kau ketahui bahwa pasti aku akan terima kau sebagai murid?"

Sin Cie girang bukan kepalang. Dari kata-katanya orang tua itu, benar-benar dia bakal diterima sebagai murid. Segeralah ia berikan jawabannya : "Inilah encim An yang ajari aku!"

"Artinya itu dia telah menambah kesulitan untukku!" kata si orang tua, sambil bersenyum. "Baiklah, memandang kepada mendiang ayahmu, aku terima kau sebagai murid!"

Lantas saja Sin Cie hendak paykui pula, tetapi si orang tua cegah.

"Sudah cukup, sudah cukup!" katanya. "Sampai besok saja."

Besoknya pagi, sebelum terang tanah, Sin Cie sudah bangun dari tidurnya, lantas ia pergi pada si empeh gagu diluar, dia ini rupanya sudah dapat tahu juga yang orang tua itu suka terima bocah ini sebagai murid, dalam kegirangannya yang meluap-luap, dia angkat tubuhnya si bocah, dia lemparkan ke atas, lalu dia tanggapi dengan tangannya. Hingga empat-lima kali tubuh Sin Cie terapung- apung, sehingga bocah itu, yang pun girang sekali, tertawa dengan berisik.

Si orang tua di dalam kamarnya dengar suara riuh diluar, ia bertindak menghampirkan, hingga ia saksikan laga- lagunya si gagu dan bocah itu.

"Bagus!" berkata ia. "Kau masih begini muda, kau mengerti perbuatan-perbuatan mulia dan gagah, kau telah tolongi seorang perempuan. Hayo, kepandaian apa kau punyai, pertunjuki semua itu, kasi aku lihat!"

Sin Cie jengah, hingga wajahnya menjadi merah. "Jikalau kau tidak perlihatkan semua kepandaianmu,

cara bagaimana aku bisa ajarkan kau silat?" kata si orang

tua sambil tertawa. Sekarang Barulah si bocah tahu, orang tua itu tidak main-main dengannya.

"Baiklah, suhu," kata ia kemudian, sesudah mana, ia mulai bersilat. Ia jalankan Hok-hou-ciang ajaran Cui Ciu San dari permulaan sampai diakhirnya.

Orang tua itu mengawasi dengan air muka berseri-seri, ia tunggu sampai si bocah selesaikan jurus terakhir, ia tertawa.

"Tak habisnya Ciu San puji kecerdasanmu, mulanya aku tidak percaya," kata dia. "Dia ajarkan kau ilmu silat ini Baru beberapa hari saja, sekarang kau bisa jalankan itu begini rupa, dia benar."

Mendengar disebutnya nama gurunya, Sin Cie sangat tertarik, tergerak hatinya, akan tetapi orang tua itu masih bicara, ia tidak berani memutuskannya.

"Cui Siokhu dimana?" begitu ia tanya, begitu lekas si orang tua berhenti bicara. "Apa ia baik?" Terang sudah ia sangat perhatikan keselamatan orang she Cui itu.

"Ia tak kurang suatu apa, ia sudah kembali kepada Lie Ciangkun," jawab si orang tua.

Sin Cie girang sekali, walaupun ia ada sedikit menyesal yang ia tak sampai bertemu pula dengan guru Hok-hou- ciang itu.

Si gagu sendiri sudah lantas siapkan meja sembahyang.

Si orang tua keluarkan selembar gambar dimana ada lukisannya satu sasterawan, yang romannya alim dan agung. Ia sulut lilin, ia pasang hio, lantas ia memberi hormat sambil menjura. Kemudian Barulah ia kata pada Sin Cie : "Inilah gambarnya Cie Cou-suya, pendiri dari kaum kita Hoa San Pay. Hayo kau jalankan kehormatan!"

Sin Cie menurut, ia lantas paykui , tapi ia tak tahu, berapa kali ia mesti manggut-manggut, ia terus paykui tak hentinya, hingga si orang tua tertawai padanya.

"Sudah cukup!" kata si orang tua itu.

Masih saja orang tua itu ketawa ketika tahu-tahu si bocah paykui terhadapnya.

"Suhu!" memanggil murid cilik ini, yang sangat cerdik.

Sambil bersenyum orang tua itu terima pemberian hormat ini.

"Mulai hari ini, kau adalah murid yang sah dari Hoa San Pay kita," kata si orang tua kemudian. "Lebih dahulu daripada kau, aku telah punyakan dua murid, sejak itu, karena tidak ada orang yang berbakat, aku belum pernah terima murid lainnya lagi, belasan tahun telah lewat, baru sekarang kau datang. Kau ada murid yang ketiga,kau juga ada murid penutup, maka itu, kau mesti belajar dengan sungguh-sungguh, supaya tidak sampai kau menerbitkan malu untuk kaum kita!"

Sin Cie manggut berulang-ulang.

"Aku janji, suhu," ia berikan perkataannya.

"Aku adalah orang she Bok," sang guru berkata pula." Dalam kalangan kangouw, sahabat-sahabatku panggil aku Pat Chiu Sian-wan. Kau harus ingat baik-baik, kau harus jaga supaja lain kali, apabila ada orang tanya kau tentang nama gurumu, nanti kau menyahuti, "Oh, oh, aku tak tahu. "

Mendengar itu, tak dapat ditahan lagi, Sin Cie tertawa. Tapi segera ia berhenti. Ia ingat pesannya An Toa-nio bahwa si orang tua bertabiat ku-koay; ingat itu, hatinya kecil, ia jeri, akan tetapi sekarang ternyata, guru ini bukannya seorang aneh, dia hanya satu tukang guyon! Pat Chiu Sian-wan Bok Jin Ceng, si Lutung Sakti Tangan Delapan, sudah malang-melintang dua-puluh tahun lebih dalam dunia kangouw, belum pernah dia ketemukan tandingannya, karena ia tidak suka jual lagak, namanya tidak terlalu tersohor. Memang benar ia mempunyai sifat yang luar biasa, ialah suka menyendiri. Tapi terhadap Sin Cie, segera timbul perasaan kasihannya. Bocah ini, yang yatim-piatu, harus dikasihani, sedang disebelah itu, Jin Ceng hargakan sangat Wan Cong Hoan sebagai panglima perang yang gagah, sebagai jenderal yang setia, terutama disayangi kebinasaannya secara menyedihkan. Sin Cie sendiri ada berbakat baik, cerdas, kelakuannya sangat menyukai orang. Maka itu, lenyap keanehannya, Jin Ceng suka terima bocah ini, malah ia telah berguyon dengannya.

"Kedua suhengmu ada jauh lebih tua daripadamu, dua atau tiga-puluh tahun lebih," berkata sang guru kepada muridnya. "Murid-murid mereka juga ada jauh terlebih tua daripada kau. Maka bisa kejadian, mereka akan sesalkan aku, yang aku telah terima kau, satu murid begini muda! Dan umpama kata kau belajar tidak berhasil, apabila nanti kau dipadu dengan murid-murid mereka dan kau kalah, ada alasan untuk mereka itu cela aku..."

"Pasti aku belajar sungguh-sungguh, suhu," Sin Cie pastikan. Lalu ia tanya: "Cui Siokhu itu ada murid suhu juga?"

"Ia hendak turut Lie Ciangkun berperang, ia tidak punya tempo akan belajar dengan tetap padaku," sahut Bok Jin Ceng. "Aku cuma ajarkan ia ilmu pukulan Hok-hou-ciang, tak dapat ia dipandang sebagai muridku." Lalu ia tunjuk si gagu dan melanjuti : "Lihat ia! Setiap hari ia saksikan kita berlatih, dengan sendirinya ia dapatkan bukan sedikit kepandaian, akan tetapi apabila ia dipadu dengan dua muridku, bedanya bagaikan langit dan bumi saja!"

Sin Cie kagum, hingga ia melengak. Ia telah saksikan kekuatan dan liehaynya si empeh gagu, toh ia ini cuma satu pelajan dan kepandaiannya didapat, katanya, "boleh mencuri lihat saja." Ciu San pun gagah sekali, toh ia cuma peroleh satu Hok-hou-ciang. Semua itu adalah bukti-bukti yang menunjuki liehaynya guru ini.

"Maka jikalau aku belajar sungguh-sungguh, walaupun aku tak dapat susul kedua suheng, tentu sedikitnya aku bisa dapat kepandaian sebagai si gagu ini." Pikir ia. Dan pikiran ini membikin ia girang sekali.

"Kami kaum Hoa San Pay mempunyai beberapa aturan," Bok Jin Ceng berkata lebih jauh. "Itu mengenai pantangan berbuat cabul, melakukan pekerjaan sebagai piausu dan lain-lain, sekarang belum dapat aku jelaskan kepada kau, karena kau tentunya tidak mengerti. Melainkan kau hendak pesan dua rupa kepada kau, yaitu kau mesti dengan kata guru, kau mesti jangan lakukan apa-apa yang buruk! Kau mengerti?"

"Pasti aku akan dengar perkataan suhu, tidak nanti aku berbuat buruk," jawab sang murid.

"Bagus!" berkata guru itu. "Sekarang mari kita mulai berlatih. Karena temponya sangat mendesak, Cui Siokhumu ajarkan kau Hok-hou-ciang secara sekelebatan saja. Sebenarnya, ilmu pukulan itu mempunyai kefaedahan yang utama, usiamu masih terlalu muda, apabila kau terus yakinkan itu, kau tak akan dapatkan kesempurnaan. Maka sekarang aku nanti mulai kau dengan Tiang-kun Sip-toan- kim."

"Dulu pernah Nie Siokhu ajarkan aku pukulan itu," Sin Cie terangkan.

"Ya, tetapi itu belum berarti!" kata sang guru. "Apa kau rasa kau sudah pandai gunai itu? Kau keliru jauh! Jikalau kau telah sempurnakan Tiang-kun Sip-toan-kim, didalam kalangan kangouw, tentulah tak banyak orang lagi yang sanggup kalahkan padamu!. "

Sin Cie melengak pula.

"Ya, ya, suhu," kata ia, yang tak berani banyak omong lagi.

"Sekarang kau lihat, habis itu, kau turuti," kata sang guru.

Bok Jin Ceng lantas jalankan Tiang-kun Sip-toan-kim, muridnya mengawasi.

Sin Cie heran, ilmu silat yang guru ini jalankan, semua mirip dengan yang ia peroleh dari Nie Hoo. Ia jadi tidak mengerti, apakah kefaedahannya ilmu pukulan itu........ Sedang bocah ini berpikir keras, sang guru tegur padanya.

"Apakah kau sangka gurumu perdayakan kau? "tanya Bok Jin Ceng. "Mari, mari, kau coba serang aku, asal kau bisa jambret saja baju atau langgar ujung bajuku, anggaplah kau benar sudah pandai!"

Bocah itu tidak berani serang gurunya, ia cuma bersenyum saja, tak bergerak ia dari tempatnya berdiri.

"Hayo maju, aku sedang ajarkan kau ilmu silat!" guru itu mendesak.

Mendengar bahwa ia hendak diberi pelajaran, Sin Cie lantas maju, dengan satu lompatan, ia sambar baju gurunya, yang memakai tungsha, baju panjang. Ia rasa ia bakal berhasil menjambret, tidak tahunya, Baru ia hampir mengenai atau ujung baju itu seperti mundur sendirinya. Ia maju pula, atau lantas, ia kehilangan gurunya itu.

"Aku disini!" kata si guru sambil tertawa, dengan tangannya ia tekan pundak orang. Ia ada dibelakang si murid.

Sin Cie berdiam, tetapi dia geraki tubuhnya dengan gerakan "Au cu hoan sin" atau burung elang jumpalitan". Ia bergerak dengan gesit sekali, kedua tangannya dipentang, untuk merangkul. Tapi ia merangkul tempat kosong, ia tak lihat gurunya. Apabila ia berpaling, ia tampak gurunya itu berdiri dari dia jauhnya kira-kira tiga tumbak! "Aku mesti bisa jambak padamu!" pikirnya, yang jadi sangat penasaran. Ia lompat pula, secara sangat gesit, tangannya diulur.

Tangan bajunya Bok Jin Ceng dikibaskan, tubuhnya ikut mencelat, dengan begitu, ia hindarkan dari terkaman, hingga kembali sang murid tangkap angin. Sin Cie tidak jadi putus asa, dia malah tidak mendongkol, sebaliknya, ia tertawa hi-hi-hi, menandakan kegembiraannya. Ia mengejar, ia membiluk kemana si guru putar tubuh. Tiba-tiba ia lihat si gagu gerak-gerakan tangannya sebagai tanda untuknya. Diam-diam ia menaruh perhatian, mendadakan hatinya tergerak.

"Benar-benar suhu gunakan Tiang-kun Sip-toan-kim",ia memikir. "Kenapa suhu ada begini gesit?"

Dukungan & Donasi

Bantu kami terus update dengan memberi dukungan melalui:

BCA 7891767327
Trakteer
Post a Comment