Siang-liu-kiam-hoat itu boleh dikatakan sudah mencapai puncaknya pengetahuan ilmu pedang, tapi Sau Cing-in tidak pernah pamerkan ilmu pedangnya itu terhadap orang luar.
Ketika untuk pertama kalinya dia perlihatkan ilmu pedangnya itu kepada orang luar dan namanya bertambah mengguncangkan dunia persilatan, tapi pada tahun itu juga dia lantas menghilang hingga sekarang.
Begitulah Soat Peng-say menjadi sangsi setelah Sau Kimleng menyebut dengan tepat nama jurus ilmu pedangnya, ia tidak habis mengerti darimana si nona bisa tahu sejelas itu.
Dalam pada itu Sau Kim-leng telah menyambung pula: "Dan jurus ketiga bernama Ya-jin-hian-pau (orang liar memperlihatkan keluguannya) betul tidak!" Saking kejut dan herannya sampai Soat Peng say tidak sanggup bersuara, ia hanya mengangguk saja.
Lalu Sau Kim-leng berkata pula: "Dan jurus keempat Wan-se-put kiong (main2 tanpa ikatan peraturan).
jurus kelima Tam-jian-tit-ci (menghadapinya dengan tak acuh).
" Dia terus menyebut nama setiap jurus ilmu pedang Soat Peng-say hingga jurus ke-49 yang bernama Ki-jik san-lim (meninggalkan jejak di pegunungan), lalu selesai.
Nama ke-49 jurus ilmu pedang itu ternyata disebutnya dengan jitu.
keruan Soat Peng-say melenggong hingga lama dan tidak tahu apa yang harus dikatakannya.
"Bagaimana, mengapa diam saja, jangan2 hapalan Siau Leng tidak betul?" demikian tanya Liok-ma kemudian.
"Kalau betul mau apa?" jawab Peng-say dengan mendongkol.
"Baiklah jika kau mengaku betul," kata Liok-ma.
"Sekarang ingin kutanya suatu soal yang paling sederhana, coba jawab, sebab apa Siocia kami dapat mengapalkan nama setiap jurus ilmu pedangmu tanpa keliru satu hurufpun?" "Ini .
..
ini." Soat Peng-say menjadi gelagapan.
"Tidak perlu ini dan itu, mengaku saja terus terang, Siang-liu-kiam-hoat itu kau pelajari dari siapa?" tanya Liok-ma.
"Hakikatnya aku tidak tahu Siang-liu-kiam-hoat apa segala!" jawab Peng say tegas.
"Masih bilang tidak tahu" Co-pi-kiam-hoat yang kau mainkan itulah bernama Siang-liu-kiam-hoat!" teriak Liok-ma dengan gusar.
"Kukira bukan," ujar Peng-say sambii menggeleng.
"Bila betul Siang-liu-kiam-hoat, mustahil aku tidak tahu." "Bukan tidak tahu, tapi matipun kau tidak mau mengakuinya!" bentak Liok-ma.
"Baiklah, anggaplah memang betul Siang-liu-kiam-hoat, lalu mau apa?" kata Peng-say dengan mendongkol.
"Siang-liu-kiam-hoat adalah ilmu rahasia keluarga Sau yang terkenal sebagai Pak-cay ini, tiada ilmu keluarga Sau yang diajarkan kepada orang luar.
lalu darimana kau berhasil mencuri belajar?" "Kukira ucapanmu kurang tepat," ujar Peng-say sambil menggeleng.
'"Cayhe mempelajari ilmu pedang ini secara terangan dari guruku, mana boleh kau katakan mencuri belajar segala?" "Siapa gurumu?" tanya Liok-ma.
"Nama guruku tidak boleh sembarangan kukatakan." "Apakah tidak berani kau katakan" ejek Liok-ma.
Soat Peng-say menjadi gusar, jawabnya: "Guruku bukanlah pesakitan atau buronan, kenapa tidak berani kukatakan" Soalnya aku merasa tidak perlu kukatakan kepadamu." "Hm, kalau gurunya maling, dengan sendirinya tak berani kau katakan," jengek Liok-ma pula.
Tidak kepalang gusar Soat Peng-say, ia ingin mendamperat nenek itu, tapi napas terasa sesak, terpaksa hanya melotot saja, sorot matanya yang bengis itu se-akan2 hendak memberitahu kepada Liok-ma bahwa bilamana aku Soat Peng-say tidak mati sekarang, pada suatu hari kelak pasti akan kau rasakan akibat dari ucapanmu tadi! Liok-ma lantas menjengek pula.
katanya: "Hm, boleh saja kau mendelik, memangnya Lolo takut akan kau caplok" Biar kukatakan lagi lebih jelas, gurumu ialah maling, dia mencuri Siang-liu-kiam-hoat keluarga Sau kami!" Karena tidak sanggup bersuara untuk membantahnya, saking gemasnya hampir saja Peng-say jadi kelengar.
"Soat kongcu," tiba2 terdengar suara Sau Kim-leng yang lembut itu, "janganlah kau marah, Liok-ma memang suka bicara kasar dan sembarangan maki orang, engkau anggap sepi saja." Padahal Liok-ma sangat setia kepada majikan, malah dianggap suka sembarangan memaki.
ia menjadi penasaran dan berseru: "Siocia, masa ucapanku tidak betul" Jika gurunya bukan maling.
mengapa tidak memberitahukan nama ilmu pedangnya kepada muridnya, kukira anak busuk inipun tahu gelagat tidak menguntungkan, maka sengaja merahasiakan nama gurunya ....
" "Sudahlah, Liok-ma," sela Sau Kim-leng dengan dahi berkerut, "Soat kongcu tidak mau sembarangan menyebut nama gurunya, ini tanda rasa hormatnya kepada sang guru, mana boleh sembarangan kau menuduhnya." Kembali dianggap sembarangan menuduh orang, Liokma hanya tersenyum dongkol, tapi iapun tidak berani membantah lagi agar tidak didamperat majikan mudanya.
Dengan sungguh2 Sau Kim-leng lantas bertanya pula: "Soat-kongcu, apakah gurumu sepanjang tahun suka memakai jubah hitam?" Peng-say tidak sampai hati menolak pertanyaan orang, ia mengangguk dan berkata: "Ya, guruku memang suka pada warna hitam, sepanjang tahun beliau memang memakai jubah hitam." Air muka Sau Kim-leng tampak berubah, ucapnya dengan suara rada gemetar: "Apakah boleh kutanya pula, adakah sesuatu tanda khas pada wajah gurumu?" Liok-ma juga memandangi Soat Peng-say dengan tegang, katanya di dalam hati: "Wah, jika gurunya adalah Cukong (majikan) yang hilang itu, maka berarti aku telah memaki majikan sendiri sebagai maling, dosaku ini tak dapat kutebus dengan sekali mati saja." Watak Liok-ma memang pemberang, mulutnya suka 'ceplas-ceplos" tanpa pikir.
tak pernah terbayang olehnya ada kemungkinan majikannya yang hilang itu yang mengajarkan Siang-liu-kiam-hoat kepada Soat Peng-say.
Maklumlah, sudah lebih 20 tahun Sau Cing-in menghilang sehingga harapannya untuk kembali dengan hidup sangatlah tipis, namun begitu juga tiada seorangpun yang dapat memastikan sang majikan telah meninggal dunia.
Setelah berpikir sejenak, Soat Peng-say menggeleng dan berkata: "Tidak ada, muka guruku tiada terdapat sesuatu ciri khas " Segera Liok-ma berkata: "Coba pikirkan lagi lebih teliti, apakah pada .
" dia menyuruh orang pikir lagi, tapi dia sendiri hampir tak tahan akan menjelaskan ciri khas yang terdapat pada wajah Sau Cing-in.
Maka cepat Sau Kim-leng mencegahnya: "Liok-ma, jangan banyak bicara!" Si nenek mengiakan, tapi Soat Peng-say didesaknya pula: "Hayo anak muda, lekas pikir lagi!" "Muka guruku memang tiada ciri khas apa2, tak perlu kupikirkan lagi," jawab Peng-say.
"Masa di pipi kiri .
" "Kau usil apalagi"!" sela Sau Kim-leng kurang senang sebelum lanjut ucapan Liok-ma itu.
"Mungkin dia lupa maka kuingatkan dia, masa tidak boleh?" ujar si nenek.
"Menurut ibu, ciri khas itu sangat menyolok, masa perlu diingatkan segala?" kata Kim-leng.
Liok-ma pikir apa yang dikatakan si nona memang betul, ia merasa dirinya sendiri yang tidak punya otak, ia menyengir, diam2 iapun menghela napas lega karena tidak telanjur memaki majikannya sendiri.
Peng-say jadi tertarik oleh karena pertanyaan orang yang ber-tubi2 itu, katanya kemudian, "Memangnya nona menyangka guruku ada hubungan apa2 dengan anggota keluargamu?" Sau Kim-leng menggeleng.
jawabnya: "Tidak, akulah yang salah sangka.
Cukup dari ketiga jurus serangan gabungan kedua pedangmu saja jelas berselisih sangat jauh, sedikitpun tak mungkin terjadi." Mendadak Soat Peng-say mendengus.
Sau Kim-leng sangat pintar dan cerdik, ia tahu kata2nya barusan telah menghina kehormatan guru orang, cepat ia minta maaf: "Ucapanku tadi tidaklah sengaja, harap Kongcu jangan marah " Karena orang mau minta maaf, hati Peng-say menjadi lemas, dengan ramah iapun menjawab: "Ah, tidak apa2." Melihat anak muda itu bersikap baik pada Sau Kim-leng, Cin Yak-leng menjadi sirik, mendadak ia menjengek: "Hm, apabila ada orang berani menghina guruku, andaikan tak dapat kutampar mukanya.
sedikitnya juga akan kudamperat dia, kalau tidak sia2 belaka budi kebaikan Suhu yang telah mendidik kita selama ini." "Jika kau mampu, boleh coba kau mendamperat!" ujar Liok-ma.
"Bukan guruku yang dihina, tidak perlu kuikut campur," jawab Yak-leng.
"Untuk menghina gurumu apa susahnya?" ujar Liok-ma.
"Nah.
dengarkan, gurumu mirip genderuwo, siluman rase, perempuan bawel." Cin Yak-leng tertavva ter-kekeh2 geli malah.
Liok-ma jadi melengak sendiri, tanyanya: "Kenapa kau tertawa, kau tidak balas memaki?" "Hihihi, malahan harus kupuji kepintaranmu memberikan istilah2 bagus itu, mana boleh kumaki kau," kata Yak-leng.
Liok-ma menyangka Cin Yak-leng takut mati, maka tidak berani memakinya, segera ia menjengek; "Huh, tak berguna!" "Adik Leng bukankah nona yang tak berguna," tiba2 Peng-say menimbrung.
"Kalau berguna, mengapa dia tidak ambil pusing gurunya dimaki orang?" jengek Liok-ma pula.
"Huh.
jelas dia takut kuhajar dia, makanya dia ter-tawa2 padaku." "Adik Leng tidak punya guru, dengan sendirinya dia tidak ambil pusing," kata Peng-say.
"Mustahil dia tidak punya guru," kata Liok-ma.
"Jelas dia anak murid Bu-tong-pay, memangnya kau kira aku tidak tahu?" Dari gerak tubuh Cin Yak-leng tadi Liok-ma mengetahui nona ini anak murid Bu-tong-pay, menurut peraturan perguruan Bu-tong, guru lelaki tidak mengambil murid perempuan dan guru perempuan tidak menerima murid lelaki.
Jika Cin Yak-leng benar mempunyai Suhu, maka Suhunya pasti seorang Tokoh (pendeta perempuan agama Tao).
Tapi Soat Peng-say lantas menjelaskan: "Ilmu silat adik Leng memang berasal dan Bu-tong-pay.
tapi dia bukan murid Bu-tong." Dengan sendirinya Liok-ma tidak tahu ilmu silat Cin Yak-leng itu diperoleh dari hasil renungan, sendiri dari kitab pusaka Siang-jing-pit-lok yang dipinjamnya dari Soat Peng-say itu, dia mengira anak muda itu sengaja membela adik perempuannya.
maka dia lantas menjengek pula: "Huh.
aku tidak percaya." Soat Peng-say hendak bicara lagi tapi Cin Yak-leng lantas menyela: "Sudahlah kalau dia tidak percaya." Dalam hati si nona diam2 menyesal atas kata2-nya tadi yang menusuk perasaan itu.
padahal kakak Peng telah membelanya setulus hati ketika orang memakinya tak berguna Karena pikiran ini, dengan penuh rasa terima kasih ia memandang ke arah Soat Peng-say.
Kelakuan Cin Yak-leng ini telah dilihat oleh Sau Kimleng, diam2 ia merasa curiga: "Aneh, mengapa dia memandang kakaknya sendiri dengan sorot mata yang mesra begitu?" Hanya perempuan sendiri yang paling memahami hati perempuan, asalkan sinar mata pihak lain ada sesuatu perubahan yang aneh.