Pedang Kiri Pedang Kanan Chapter 20

NIC

Yak-leng merasa gelagat jelek, bicara tentang kecepatan jelas bukan tandingan si nenek.

sedapatnya ia menggeliat kesamping dan melangkah mundur, segera ia bermaksud berkelit pula kesamping.

Tapi pengalaman Liok-ma sangat luas, dia se-akan2 dapat meraba setiap gerakan lawan, mendadak ia berseru: "Bagus!" Ternyata sebelah tangannya sudah menanti lebih dulu pada arah yang hendak dituju Cin Yak-leng jadi si nona seperti masuk jaring sendiri.

Waktu ia merasakan ancaman bahaya dan hendak melompat mundur, namun sudah terlambat, tahu2 ia sudah kena dibekuk oleh si nenek.

Sekaligus Cin Yak-leng diangkat dan dikempit oleh si nenek.

"Hm, tak terduga kau juga mahir satu-dua jurus!" jengeknya.

Karena Hiat-to dan urat nadinya terjepit.

meronta sedikit saja darah terasa bergolak dan sakitnya tidak kepalang, terpaksa Yak leng tak berani berkutik lagi dan pasrah nasib.

Gerak serangan kedua orang tadi berlangsung.

dengan sangat cepat, hanya sekejap saja Cin Yak-leng sudah tertawan oleh si nenek, sama sekali Soat Peng-say tidak sempat memberi pertolongan, apalagi saat ini sebenarnya Peng-say juga tidak sanggup menolongnya.

"Soat Peng-say," kata si nenek, "anggaplah kau seorang jantan sejati yang tidak takut mati, tapi adikmu adalah seorang nona yang lemah-lembut, tidak seperti orang lelaki yang tahan siksaan.

Maka sekarang juga kuharap kau mendengarkan rintihan sebelum ajalnya." Mana sanggup Soat Peng-say menyaksikan begitu saja Cin Yak-leng disiksa.

ia menjadi murka dan meraung: "Kami memilih cara mati cepat saja." "Ingin mati dengan cepat, boleh, tapi juga tidak cukup hanya dengan sepatah katamu saja," kata Liok-ma dengan tertawa ter-kekeh2.

Seperti domba yang akan disembelih, terpaksa Soat Peng-say bertanya dengan sikap yang minta dikasihani, "Harus bagaimana lagi?" "Harus coba melayani cambukku barang seratus jurus.!" kata Liok-ma.

"Seratus jurus" Mungkin sepuluh jurus saja tidak sanggup!" demikian pikir Soat Peng-say.

Lantaran dengan mudah dia ditutuk roboh oleh cambuk Liok-ma, maka Soat Peng-say menjadi kapok dan meremehkan dirinya sendiri.

Ia tidak tahu bahwa Siang-liu-kiam-boat sesungguhnya bukan sembarangan iimu pedang, berhasilnya Liok-ma merobohkan dia hanya sekali serang saja adalah karena dia menyergapnya dari belakang, bilamana muka berbadapan muka, sebelum ratusan jurus Liok-ma pasti tidak mampu mengatasinya.

Karena menyangka si nenek sengaja hendak mempermainkan dia.

dengan gusar Soat Peng-say lantas berkata: "Mau bunuh boleh lekas bunuh, kenapa engkau sengaja mempermainkan diriku?" "Huh," jengek Liok-ma, "malam itu tampaknya kau begitu gagah perkasa.

kedua tua bangka she Pang dan Kwa itupun teramat tidak becus.

hanya satu jurus gabungan pedang ganda saja lantas ketakutan hingga terpaksa melolos senjata, padahalnya, paling2 juga cuma satu jurus itu saja, masakah kau masih ada jurus simpanan?" Rupanya malam itu ketika Soat Peng say menghadapi Pang Bong-ki dan Kwa Liong berdua, Liok-ma dan Anghay-ji sudah sembunyi di balik pohon maka apa yang terjadi dapat dilihat oleh Liok-ma dengan jelas.

Waktu itu memang betul Soat Peng-say melolos pedang kedua, dengan jurus serangan pedang ganda itulah Pang Bong ki dan Kwa Liong dipaksa mengeluarkan senjata andalan mereka dan sekadar dapat menyelamatkan diri.

Bilamana Soat Peng-say melancarkan lagi jurus serangan kedua, pasti Pang Bong-ki dan Kwa Liong akan mandi darah.

Akan tetapi Soat Peng-say bukan orang yang kejam, urusan apapun selalu diselesaikan secara baik2, asalkan Pang Bong-ki dan Kwa Liong mau mundur teratur, maka iapun tidak ingin melukai mereka, jadi bukannya tidak mempunyai jurus "simpanan" sebagaimana dikatakan si nenek tadi.

Namun Peng-say juga tidak membantahnya meski diolok2 bahwa dia tidak mempunyai kepandaian lain, katanya kemudian: "Numpang tanya, apakah sekarang aku sudah boleh memainkan ilmu pedangku?" "O, ya, aku sampai lupa, sudah kuduga kau bukan orang yang lemah, masa takut menghadapi cambukku" Ternyata memang betul, bukanlah kau tidak mau, tapi tidak dapat," lalu si nenek berpaling kearah Ang-hay-ji dan berseru: "Coba ambilkan sebotol Leng-ju-coan!" Diam2 Peug-say merasa heran, kalau benar si nenek akan membunuhnya, buat apa mesti banyak urusan lagi, apakah dia tidak kuatir kulari setelah minum Leng ju-coan" Tidak lama datanglah Ang-hay-ji dengan berlari membawakan sebotol Leng-ju-coan.

"Air ini berkhasiat membangkitkan tenaga dan menambah semangat, setelah kau minum sebotol, Hiat-to yang terganggu akan pulih seperti semula," demikian kata Liok-ma.

Soat Peng-say menerima dan membuka tutup botol, tanpa sangsi ditenggaknya hingga habis, Sejenak kemudian ia coba mengatur pernapasan dan mengerahkan tenaga.

Sebelum ini, bila sedikit mengerahkan tenaga, Kin-siok-hiat yang tertutuk itu lantas kesakitan, tapi sekarang rasa sakit itu hampir tidak terasa lagi.

Waktu dia mengatur napas lebih lanjut, dalam waktu singkat Kin-siok-hiat itu tiada halangan lagi dan sembuh sama sekali hanya dengan sebotol Leng-ju-coan saja.

Dengan lancarnya Kin-siok-hiat, Soat Peng-say dapat mengerahkan tenaga murninya ke seluruh tubuhnya, kini dapatlah dia memainkan ilmu pedangnya atau Ginkangnya tanpa halangan apapun.

Segera Liok-ma berkata pula: '"Siau Tho, pergi kekamar senjata.

bawakan kedua pedang Soat-kongcu kemari." Ternyata Liok-ma juga sungkan2 sekarang dan menyebut Peng-say dengan 'Soat-kongcu".

Diam2 Peng-say membatin pantas kedua pedangnya hilang, kiranya diambil dan disimpan mereka.

Tidak lama kemudian Siau Tho sudah kembali dengan membawa sepasang pedang.

Liok-ma menyuruhnya menyerahkan kepada Soat Peng-say.

Sudah tentu Sau Kim-leng tidak tahu apa maksud tujuan si nenek, tapi mereka menduga Liok-ma pasti ada perhitungan.

kalau tidak, jika menuruti wataknya yang keras, sejak tadi tentu anak muda itu sudah dibunuhnya, masakah perlu buang tenaga mengajaknya bertanding segala.

Setelah memegang senjata yang biasa dipakainya, Soat Peng-say merasa mantap, seumpama sekarang akan mati terbunuh juga berharga, paling sedikit kan masih dapat melawan dan tidak mati konyol.

Lalu Liok-ma berkata pula: "Siau Tho, bawa nona Soat kesana." Mereka menyangka Cin Yak-leng benar2 adik kandung Soat Peng say, sama sekali mereka tidak tahu bahwa Cin Yak-leng cuma omong asal omong saja, mana dia she Soat segala.

Kepandaian Siau Tho masih cetek, dia kuatir tidak mampu mengatasi Cin Yak-leng.

maka waktu menyingkirkan nona itu, lebih duiu ia tutuk Ciang-bun-biat sehingga nona itu jatuh pingsan.

Habis itu ia memondong Yak-leng dan mundur ke samping Sau Kim-leng.

Terdengar Liok-ma memberi pesan lagi: "Bilamana Soat-kongcu ingin kabur, sekali hantam boleh kau hancurkan batok kepala nona Soat!" Sau Tho mengiakan.

Tindakan ini sungguh amat keji.

Kecuali Soat Peng-say tidak menghiraukan mati hidup Cin Yak-leng lagi, kalau tidak, biarpun dia dapat mengalahkan Liok-ma tetap tidak daptt menyelamatkan Yak-leng, betapapun dia tetap tak dapat pergi begitu saja.

Peng-say bertekad akan menempur si nenek dan berharap akan timbul keajaiban.

Jika dia suruh lari sendirian dan meninggalkan Cin Yak leng, jelas hal ini tidak sudi diperbuatnya.

Bilamana keajaiban bisa timbul, tentu mereka berdua ada harapan akan hidup, kalau tidak, biarpun mati dalam pertempuran juga tidak sia2 lagi.

Segera Peng-say bertanya: "Apakah disini kita bertempur?" Cambuk kulit Liok-ma terbelit di pinggangnya, begitu dilepaskan, "tar, tarr", segera ia mengayun cambuknya beberapa kali, ia menyingkirkan meja-kursi yang berdekatan sehingga bagian tengah terluang beberapa meter persegi.

"Cukup luas tidak?" tanya si nenek dengan ketus.

-ooo0dw0ooo- = Apa maksud tujuan Liok-ma mengajak bertanding seratus jurus dengan Soat Peng say" = Ada hubungan apa antara ilmu pedang tangan kiri Soat Peng-say itu dengan keluarga Sau yang terkenal sebagai aliran Pak-cay itu" = Benarkah Soat Peng-say anak Tio Tay-peng" = Bacalah jilid selanjutnya = -ooo0dw0ooo- "Cukup," jawab Peng-say sambil menyusupkan tangan kanan keikat pinggangnya, tangan kiri memegang pedang yang masih bersarung itu dan terlintang didepan dada sebagai tanda menghormat.

Lalu ia menyambung pula: "Silakan!" Sau Kim-leng menjadi heran, Soat Peng-say membawa dua pedang, tapi tangan kanan justeru tidak digunakan melainkan dimasukkan pada ikat pinggang.

Ia menganggap sikap Soat Peng-say ini terlalu takabur dan suatu penghinaan.

Liok-ma sendiri meski tidak tahu sebab apa anak muda itu mengikat tangan kanannya, tapi ia tahu pasti bukan maksud Peng-say meremehkan dia.

Ia pikir kalau orang memang bertangan satu masih dapat dimengerti, tapi kedua tanganmu tiada cacat sedikitpun, namun sengaja menggunakan satu tangan, apakah ini tidak mencari susah sendiri" Ia tidak tahu bahwa guru Soat Peng-say justeru cuma bertangan satu, meski Soat Peng-say sendiri bertangan dua, tapi akibat belajar selama lima tahun pada Tio Tay-peng, tangan kanannya hampir kehilangan daya-guna sama sekali, seumpama tidak diikat juga tiada gunanya, bahkan akan menjadi pengalang malah.

Liok-ma tidak suka bicara tentang peraturan bertanding segala, begitu Soat Peng-say menyilakan tanpa sungkan2 ia terus ayun cambuknya dan menyabat kepinggang anak muda itu.

Ketika cambuk hampir menyentuh tubuh Soat Peng-say.

sekejap itu sarung pedang yang berwarna hitam itupun mencelat kesamping, belum lagi sarung pedang itu jatuh ke lantai, sekaligus Soat Peng say sudah bergebrak tujuh atau delapan jurus dengan si nenek, tapi setiap jurus serangannya selalu mengincar cambuk lawan.

Dengan sendirinya Liok-ma tidak membiarkan cambuknya ditabas Soat Peng-say, asal pedang anak muda itu memapas, segera ia tarik kembali cambuknya dan ganti serangan.

Namun Soat Peng-say tidak berharap akan melukai lawan.

yang diincar justeru melulu cambuk sinenek saja.

Ia tahu tidaklah mudah untuk melukai Liok-ma, jalan yang baik adalah memapas cambuknya agar serangan si nenek selalu gagal setengah jalan, akhirnya bukannya menyerang lagi tapi harus bertahan.

Posting Komentar