Kiranya tempo hari Cin Yak-leng menyaru sebagai lelaki, tapi ia lupa beda antara lelaki dan perempuan, dia bersikap mesra dengan Sau Kim-leng yang baru dijumpainya.
Tak tersangka Sau Kim-leng juga tidak dapat membedakan mana jantan dan mana betina, ia anggap Cin Yak-leng sebagai kekasihnya, setengah tahun berpisah, dia jatuh sakit rindu bagi si "dia".
Kini melihat si "dia" ternyata tidak ingkar janji dan masih ingat padanya, Sau Kim-leng tertawa senang, ucapnya dengan lembut: "Kau ini memang pintar omong yang manis2, katamu merindukaktu segala, padahal Siau-ngo tay hanya berjarak tiga hari perjalanan dari rumahmu, tapi sudah setengah tahun kau tidak datang menjenguk diriku.
Aku sendirikan anak perempuan dan tidak bebas pergi mencari kau.
Umpaama kuberani mencari kau, jangan2 akan kau pandang hina pula.
Yang benar akulah yang tidak pernah lupa, tapi kau yang telah melupakan diriku.
Kalau tidak, mengapa janji tiga bulan baru sekarang kau datang lagi?" Ang-hay-ji masih ingusan, ia tidak tahu seluk-beluk urusan muda-mudi, mendadak ia menyela: "Malahan datangnya kemari harus diringkus bersama kakaknya oleh Lolo." Seketika Sau Kim-leng melenggong, air matapun bercucuran, ucapnya degan tergagap: "Jadi-jadi engkau .
" Cepat Cin Yak-leng berkata dengan menyengir: "O, Cici yang baik, janganlah marah dulu.
Sesungguh aku terlalu sibuk dan tidak sempat berkunjung kemari.
Selagi aku hendak berangkat, entah mengapa Liok-ma terus main ringkus dan menculikku ke sini." Liok ma menjadi curiga, pikirnya: "Yang kubawa kemari hanya Soat Peng say, mana pernah kupaksa orang ini ikut ke sini?" Karena itu, ia lantas mengawasi Cin Yak-leng dengan cermat.
Tampaknya rasa menyesal Sau Kim-leng belum hapus, katanya dengan sayu: "Jangan kau bohongi diriku lagi.
Kalian putera orang kaya dan berpangkat, biasanya tentu tidak cukup hanya mempunyai seorang kekasih, mana engkau menaruh perhatian terhadap perempuan gunung macamku ini.
Biarlah kukatakan terus terang dan tidak perlu malu2, sejak berpisah, siang dan malam senantiasa kuharapkan kedatanganmu.
Asalkan mendengar orang berjalan diluar kamar lantas kusangka kau telah datang.
Siapa tahu tunggu punya tunggu, bayanganpun tetap tak nampak.
Bilamana kuterjaga pada waktu tidur, aku lantas menangis mengenangkan dirimu.
Sampai2 Siau Tho bilang aku ini bodoh, belum apa2 sudah sakit rindu kepada lelaki yang baru dikenalnya." Mendadak Liok-ma menjengek: "Hm, hakikatnya dia bukan lelaki!" Rupanya setelah diamat-amati sejak tadi, baru sekarang dia mengetahui wajah asli Cin Yak-leng.
Tapi Sau Kim-leng mengira si nenek sengaja ber-olok2, maka tidak diperhatikannya.
Melihat sang Siocia tidak percaya pada ucapannya.
segera si nenek bertanya kepada Ang-hayji: "Dimana dia mendapatkan pakaian laki2 itu?" Ang-hay-ji masih kecil, hakikatnya dia tidak tahu urusan laki2 dan perempuan dan apa bedanya bagi sang bibi, maka dengan tertawa ia menjawab secara lugu: "Menurut perintah Lolo, kuberi minum dia sebotol Leng-ju-coan, setelah siuman dia lantas tanya kakak Peng-nya, kubilang Soat Peng-say telah dibawa Lolo menemai Kokoh (bibi).
Entah sebab apa, dia mendesak agar kucarikan seperangkat pakaian anak pelajar baginya.
Kuingat Sau Tiong menyimpan seperangkat pakaian baju baru, aku tidak tahu apakah itu pakaian anak pelajar atau bukan, tapi kuambilkan juga pakaian itu.
Selesai dia berdandan barulah kutahu dia inilah Soat Peng-say yang sebenarya." Sau Tiong yang dimaksudkan Ang-hay-ji adalah seorang budak muda keluarga Sau, dia sering disuruh belanja ke kota Pakkhia.
Anak muda umumnya suka necis, dia sering melihat kaum Kongcu berdadan dengan perlente, maka diam2 iapun memesan seperangkat baju kaum Kongcu tersebut, tapi belum pernah dipakainya selama ini dan selalu disimpan saja, hal ini diketahui oleh Ang hay-ji, maka untuk memenuhi permintaan Cin Yak-leng, dia lantas mencuri pakaian baru Sau Tiong itu.
Keterangan Ang-hay-ji itu cukup jelas, tapi tiada sepatah katapun membongkar penyamaran Cin Yak-leng.
Maka si nenek lantas mendesak pula: "Sebelum memakai baju Sau Tiong ini, bagaimana bentuknya?" "Serupa Kokoh," tutur Ang-hay ji dengan tertawa ngikik.
"Panjang rambutnya, cakap benar!" Sampai di sini, air muka Sau Kim-leng menjadi pucat seketika, matanya yang jeli itu menatap tajam ke tubuh Cin Yak-leng.
pandangnn yang gemas, sinar matanya itu seakan2 ingin menembus badan Cin Yak-leng Diam2 Soat Peng-say berkuatir melihat gelagat tidak menguntungkan, tapi seketika iapun tidak tahu cara bagaimana memecahkan kesukaran didepan mata ini.
Cin Yak-leng tidak tahu kelihayan "Pak cay" yang terkenal itu, ia pikir bila penyamarannya sudah terbongkar, maka biarlah nanti dijelaskan sekalian secara terus terang, toh bukan maksudku hendak berdusta.
tapi Sau Kim-leng sendiri yang mengira dia sebagai lelaki.
Namun ia pun tahu si nenek tidak boleh diremehkan, diam2 ia memberi tanda kepada Soat Peng-say, maksudnya menyuruh anak muda itu melarikan diri bilamana gelagat tidak menguntungkan.
Namun Soat Peng say menggeleng pelahan diam2 dia mengeluh dalam hati: "Jangankan aku tidak mampu lari, seumpama gerak-gerikku tanpa alangan apapun juga aku tidak sanggup lolos didepan mata si nenek." Tak tersangka Cin Yak-leng malah salah sangka, ia tidak tahu Hiat-to Soat Peng-say baru terbuka akibat tutukan si nenek yang lain daripada yang lain itu, dalam waktu satu dua hari anak muda itu tidak dapat mengerahkan tenaga dan tidak dapat berjalan cepat, ia mengira gelengan kepala Soat Peng-say itu menyuruhnya jangan kuatir.
Sebab itulah ia lantas berkata dengan terus terang, "Cici yang baik, kau tahu anak perempuan seperti kita ini tentu tidak leluasa bepergian, untuk menghindari gangguan lelaki busuk, paling baik kalau kita menyamar.
Memang salah adik, tidak kukatakan hal ini kepadamu sehingga Cici .
" Tidak seharusnya Yak-leng merngeluarkan suara tertawa yang bernada geli, keruan air muka Sau Kim-leng seketika berubah hijau, mendadak ia menarik tangannya dan menyurut mundur beberapa langkah, saking marahnya sampai tubuhnya gemetar, ia tuding Yak-leng dan berkata dengan suara ter-putus": "Kau.
kau menipu aku dan sekarang.
sekarang kau meng-olok2 diriku pula.
" Rasa menyesal.
dongkol, malu dan benci bercampur aduk, Sau Kim-leng merasa keterus-terangannya mengungkapkan isi hatinya tadi membuat dirinya kehilangan muka habis-an2, serentak ia membalik tubuh dan berlari kekamar tidurnya, tapi baru beberapa langkah ia lantas jatuh tersungkur.
Cepat Liok-ma melayang kesana dan membangunkan Sau Kim-leng, katanya dengan penuh kasih sayang: "Siau Leng, jangan sampai terganggu kesehatanmu, biar Liok-ma melampiaskan dendammu." 'Siau Leng" atau Leng cilik adalah nama kecil Sau Kim-leng, sebagai budak tiga turunan keluarga Sau, kedudukan Liok-ma jelas berbeda daripada budak umumnya, dia selalu memangggil Sau Kim-leng dengan nama kecil.
Setelah mendudukkan Sau Kim-leng pada sebuah kursi, lalu Liok-ma berpaling, dengan ketus dan dingin ia berkata: "Soat Peng say, kalian kakak beradik ingin mati dengan cara bagaimana?" Cin Yak-leng tidak menduga urusan akan berubah menjadi segawat ini, ia menggeleng dan menjawab: "Liok-ma, jangan kau takut-takuti orang, kesalahan kami tidak perlu harus ditebus dengan kematian." "Hm, kau kira anggota keluarga Sau Pak cay boleh dihina sesukamu?" jengek Liok-ma.
"jangankan Siocia kami telah kau bikin susah sehebat ini, cukup seorang budak keluarga Sau kau hina sudah berhalangan menghukum mati padamu." Cin Yak-leng berkerut hidung dan berkata "Wah, mana begitu galak, sedikit2 lantas mau membunuh orang.
Apakah kalian tidak tahu undang-undang?" "Undang2" Hm, si tua raja berharga berapa peser dimata keluarga Sau Pak-cay kami"!" jengek Liok-ma.
"Ai.
tampaknya kita telah ketemu bandit," ujar Cin Yak-leng sambil menjulur lidah.
"Hayolah Peng koko, lekas kita pergi saja.
Jika tinggal lama disini, jangan2 akan ketularan bau bandit!" Dibalik ucapannya ini dia memberi isyarat kepada Soat Peng-say agar ber-siap2 kabur saja.
Tapi Liok-ma lantas berteriak: "Pergi" Hm, kalian ingin pergi ke mana?" Soat Peng-say memandang keluar, dilihatnya kedua pelayan kamar Sau Kim-leng tadi menghadang di depan pintu, ia tahu tiada seorang anggota keluarga Sau Pak-cay yang tak mahir ilmu silat, tapi iapun tidak bermaksud kabur, ia malahan mendekati orang tua itu dan berkata: "Lolo, dalam perkara ini memang salah adik perempuanku, apakah engkau sudi memberi kelonggaran?" "Aku cuma bertanya kalian ingin mati dengan cara bagaimana?" jawab Liok-ma dengan ketus.
Mendongkol juga Cin Yak-leng, tanyanya: "Numpang tanya, ada berapa macam kematian yang kau sediakan?" "Ada kematian seberat gunung Thay dan ada kematian seenteng bulu, ada pula kematian yang cepat dan lambat, boleh kalian pilih," jawab Liok-ma.
Dari Tio Tay-peng pernah Soat Peng say diberitahu bahwa "Lam-han dan Pak-cay" suka bertindak se-wenang2 dan tiada satupun yang bicara tentang aturan umum.
Karena itulah iapun sungkan untuk banyak berdebat, segera ia bertanya: "Dari ucapan nenek ini, bolehkah kiranya kami memilih mati seberat gunung Thay saja?" Ia pikir, kalau dapat mati dengan gilang-gemilang, maka cukup berharga rasanya.
Cuma tidak diketahui dengan cara bagaimana mereka menghendaki pelaksanaan kematiannya.
Apalagi inipun suatu titik perputaran, sebab Soat Pengsay mengira Liok-ma akan menyuruhnya melakukan sesuatu yang maha sulit sebelum membunuh mereka.
Ia pikir kalau perlu kesempatan ini akan gunakannya untuk kabur.
Siapa tahu beginilah keterangan Liok-ma: "Jika kalian memilih mati seberat gunung Thay, maka akan kuberi kelonggaran kepada kalian dan menganggap kalian sebagai manusia, mayat kalian akan kami kubur selayaknya.
Kalau tidak, kematian kalian akan berlangsung dengan penuh penderitaan, setelah matipun kalian akan dianggap seperti binatang dan dibuang kehutan untuk umpan anjing liar." Soat Peng say menggeleng kepala, katanya dengan gegetun: "O, kiranya sama saja, akhirnya juga mati!" "Jadi kalian ingin memilih cara yang lain?" jengek Liok-ma.
"Toh sama2 mati, peduli menderita atau tidak, dikubur atau tidak, jika sudah mati segalanya habis perkara, hanya orang tolol yang bicara tentang penguburan secara besar-an2.
bila menjadi isi perut anjing liar kan semuanya menjadi bersih malah?" Liok-ma berbalik melengak, ia pikir anak muda ini ternyata mempunyai kelapangan hati dan pandang kematian sebagai sesuatu yang wajar.
Mendadak, secepat kilat telapak tangannya menabas pundak Cin Yak-leng.
Tapi selama tujuh tahun berlatih ilmu yang tertera di Siang-jing-pit-lok ternyata tidak sia2, dengan cepat Cin Yak-leng miringkan tubuh dan mendak sedikit, "serr", tahu2 ia sudah menyelinap lewat di bawah tabasan tangan Liok-ma.
Namun Liok-ma memang lihay, sekali menyerang tidak kena, segera serangan lain menyusul secara ber-tubi2, telapak tangannya membalik menjadi mencengkeram.