“Totiang, silakan maju,” katanya.
Kim Kong Tojin lalu berseru keras dan mengirim serangan cepat sekali dengan pedangnya. Nyo Liong menangkis tahu-tahu ranting itu menyambar menuju ke leher Nyo Liong dalam sebuah totokan kilat yang berbahaya sekali, jauh lebih berbahaya dari pada serangan pedang tadi. Nyo Liong cepat mengelak dan sambil menggoyangkan tubuhnya ke kiri, tahu-tahu pedangnya menyambar dari kanan. Inilah hebatnya ilmu pedang Pat-kwa Im-yang. Kedudukan kaki Nyo Liong bergerak-gerak menurut garis-garis dan peraturan Pat-kwa, sedangkan tubuh dan pedangnya bergerak-gerak secara berlawanan menurut peraturan im dan yang, hingga selalu pedang di tangannya menyerang secara berlawanan dengan apa yang tampak. Akan tetapi, karena pada tiga hari yang lalu Kim Kong Tojin pernah merasai kehebatan Pat-kwa Im-yang Kiamsut, maka kini ia dapat berlaku hati-hati dan tidak mudah terpedaya.
Demikianlah, mereka berdua saling serang dengan seru sekali dan kedua suheng dari pada Kim Kong Tojin itu hanya berdiri memandang dengan sikap tenang. Akan tetapi di dalam hati mereka merasa terkejut dan kagum sekali karena kini mereka baru percaya akan cerita sutenya bahwa pemuda ini benar-benar hebat ilmu pedangnya.
Karena kini Kim Kong Tojin menambah senjatanya dengan sebatang ranting pohon Liu yang digunakan untuk menotok jalan darah, maka ketangguhannya lebih hebat dari pada tiga hari yang lalu, apalagi karena tosu ini kini sedikit banyak telah tahu akan ilmu pedang Nyo Liong. Baiknya sebelum menghadapi tosu ini, Nyo Liong telah mendapat petunjuk-petunjuk dari Kok Kong Hwesio hingga kelemahan-kelemahan yang masih ada pada gerak-gerakannya kini telah lenyap. Hal inipun mengejutkan Kim Kong Tojin, karena kelemahan-kelemahan yang kemarin dulu ia lihat pada ilmu silat pemuda itu, kini telah lenyap bahkan telah berganti dengan jurus-jurus ilmu pedang cabang Go-bi yang berbahaya dan ganas.
Setelah bertewmpur dua ratus jurus lebih, perlahan-lahan dengan ilmu silatnya yang hebat itu Nyo Liong dapat mendesak mundur lawannya. Pada suatu kesempatan yang baik, ujung pedang Thian Hong Kiam berhasil membabat putus ranting pohon Liu di tangan Kim Kong Tojin hingga terpaksa tosu itu melayani Nyo Liong dengan pedangnya saja. Kini ia terdesak hebat dan sewaktu-waktu tentu akan kena dirobohkan.
Melihat keadaan sutenya, Kim Bok Tojin merasa khawatir. Ia lalu berseru keras, “Sute, mundurlah!” Dan tubuhnya lalu melayang ketengah-tengah kedua orang yang asyik bertempur itu sambil menggoyang-goyangkan senjatanya yang luar biasa sehelai sabuk yang panjangnya empat kaki lebih.
Kim Kong Tojin segera melompat mundur, juga Nyo Liong hendak mundur, akan tetapi Kim Bok Tojin berseru, “Anak muda, mari kita main-main sebentar!”
Sambil berkata demikian, ang-kin (sabuk merah) yang berada di tangannya menyambar dan ujung sabuk itu bagaikan kepala ular meluncur bagaikan hidup menotok ke arah jalan darah kwe-hian-hiat. Nyo Liong terkejut sekali dan mengelak sambil melompat mundur lalu menyabetkan pedangnya untuk membabat sabuk itu. Akan tetapi sungguh mengherankan, ketika pedangnya beradu dengan sabuk, sabuk itu berubah menjadi lemas dan ringan hingga tak mungkin terbabat karena baru tersambar angin pedang saja sudah melayang menjauh.
Nyo Liong tahu bahwa lawannya mempergunakan tenaga lweekang yang tinggi, maka ia berlaku hati-hati sekali dan berjaga diri dengan tenang dan waspada. Sabuk di tangan Kim Bok Tojin itu benar-benar berbahaya sekali karena dengan tenaga lweekangnya yang sudah terlatih sempurna, kain merah itu dapat menjadi keras, menegang atau lemas dan ulet menurut kemauan pemegangnya. Dengan tenaga keras, sabuk merah itu dapat digunakan untuk menotok jalan darah dan dalam keadaan lemas dan ulet, senjata istimewa ini dapat digunakan untuk menyabet atau membelit pedang.
Kali ini Nyo Liong benar-benar menghadapi seorang lawan yang tangguh dan berbahaya sekali. Biarpun ilmu silatnya luar biasa, akan tetapi senjata lawan yang memiliki tenaga keras dan lemas itu dapat mengimbangi permainannya yang berdasarkan tenaga im dan yang atau tenaga lemas dan keras. Terpaksa ia harus mengerahkan seluruh perhatian, tenaga, dan kepandaiannya agar jangan sampai terkalahkan.
Pada suatu saat Nyo Liong menyerang dengan pedangnya yang ditusukkan ke arah leher lawannya. Ketika Kim Bok Tojin memiringkan kepala mengelak tusukan itu, Nyo Liong meneruskan senjatanya membabat leher lawan. Kim Bok Tosu terkejut sekali. Memang semenjak tadi ia sering dikejutkan oleh gerakan-gerakan yang susul menyusul yang digunakan Nyo Liong dalam serangannya. Ia cepat menangkis dengan sabuk merahnya dan menggunakan tenaga lemas hingga sabuk itu tepat sekali membelit pedang. Nyo Liong menggunakan tangan kiri menghantam ke bawah untuk memukul ke arah pusar lawan dan membuyarkan tenaga lweekang lawan yang berpusat di pusar, akan tetapi Kim Bok Tosu juga melayangkan tangan kirinya hingga kedua tangan itu bertemu. Telapak kedua tangan itu saling menempel dan tak dapat lepas lagi, seakan-akan menjadi lengket.
Kini terjadi adu tenaga lweekang yang mendebarkan dan menegangkan. Pedang dan sabuk telah menjadi satu dan kedua tangan kiripun telah menempel pula. Kedua-duanya mengerahkan tenaga khikang dan lweekang untuk menjatuhkan lawan.
Adu tenaga ini berjalan lama karena siapa yang berani melepaskan sebuah tangan akan mendapat celaka. Bibir Nyo Liong menggigil dalam mempertahankan tenaganya, sedangkan pada jidat Kim Bok Tosu telah nampak peluh keluar sebesar kacang. Semua orang yang berada di situ maklum bahwa keadaan kedua orang itu berbahaya sekali, dan banyak kemungkinan seorang di antara mereka akan terluka hebat. Akan tetapi untuk membantu juga sangat berbahaya, karena tidak mungkin lagi kedua orang itu dipisahkan tanpa membahayakan keselamatan mereka. Baik di pihak Bu-tong-pai, maupun di pihak Kok Kong Hwesio, memandang pergulatan hebat dan mati-matian itu dengan dada berdebar dan hampir tidak berani bernapas. Terutama Yang Giok yang biarpun belum memiliki kepandaian tinggi akan tetapi telah mengetahui keadaan yang menegangkan itu. Ia menggigit bibirnya dan memandang ke arah tunangannya dengan muka pucat. Tak terasa pula air matanya mengalir membasahi pipinya. Bagaimana kalau Nyo Liong terkena celaka atau binasa?
Akan tetapi, tidak percuma Nyo Liong melatih diri menurut petunjuk kitab Pat-kwa Im-yang Coan-si yang sakti itu. Latihan lweekangnya biarpun belum lama, akan tetapi berkat cara-cara berlatih yang sangat luar biasa dari pelajaran di dalam kitab itu, ia memperoleh tenaga lweekang yang tidak kalah dibandingkan dengan latihan orang yang berpuluh tahun lamanya menurut cara biasa. Oleh karena ini, ia dapat mengimbangi tenaga Kim Bok Tojin yang terkenal sebagai ahli lweekeh yang kenamaan.
Melihat betapa lawannya yang masih muda sekali ini dapat mengimbangi kekuatan lweekangnya, Kim Bok Tojin merasa gemas dan marah sekali. Dan inilah kekeliruannya. Di dalam hal tenaga dalam, pantangan terbesar adalah nafsu marah, karena nafsu ini akan menyerang perjalanan darah dan oleh karenanya akan mengacaukan jalan darah yang telah teratur oleh pernapasan dalam menggerakkan tenaga lweekang. Maka begitu nafsu itu menyerang ke dalam hatinya, Nyo Liong dapat meradsakan betapa telapak tangan lawannya menjadi panas dan libatan sabuk pada pedangnya agak mengendur. Pemuda yang cerdik ini dapat menduga, maka ia lalu memandang lawannya dan mengeluarkan senyum mengejek. Melihat senyum ini, makin marahlah Kim Bok Tojin dan makin lemah pulalah pemusatan tenaganya hingga pada saat yang tepat sekali Nyo Liong mengumpulkan pernapasannya dan mengerahkan seluruh tenaga, tangan kiri mendorong dan tangan kanan yang memegang pedang menarik sambil berseru, “Ahhh!!”
Kim Bok Tojin tak kuat menahan serangan hebat ini. Ia merasa betapa dari telapak tangan kiri Nyo Liong mengalir hawa dingin yang menusuk dan menyerang terus ke jantungnya. Ia merasa dadanya panas sekali dan tiba-tiba saja pedang Thian Hong Kiam yang ditarik oleh Nyo Liong berhasil memutuskan sabuknya dan ia lalu terhuyung ke belakang, lalu berteriak ngeri dan roboh. Dari mulutnya memancar darah merah dan ia lalu rebah pingsan. Kim Huo Tojin cepat menotok kedua pundak sutenya dan mengurut-urut dadanya hingga biarpun menderita luka dalam yang hebat, jiwa Kim Bok Tojin dapat tertolong.,
Sementara itu, Nyo Liong masih tetap berdiri bagaikan patung. Pengerahan tenaga yang hebat itu telah membuat tubuhnya kaku dan untuk beberapa lama ia tidak dapat menggerakkan tubuhnya hingga tangan kanannya masih memegang pedang yang diacungkan ke atas dan tangan kirinya masih saja dalam posisi mendorong lawan. Yang Giok dengan isak tangis lari menghampiri dan hampir lupa akan keadaan dirinya dan hendak memeluk tubuh Nyo Liong, akan tetapi tiba-tiba lengan tangannya ditarik orang dengan kuat. Ketika ia menengok, ternyata yang menariknya itu adalah Kok Kong Hwesio atau sucouwnya, yang berkata.
“Yang Giok, tenanglah hatimu. Nyo sicu tidak apa-apa, hanya saja ia tidak boleh diganggu pada saat ini!”
Tak lama kemudian, Nyo Liong yang telah mengatur kembali pernapasannya dan telah merasa betapa tenaganya telah normal kembali, lalu memasukkan pedang ke sarung pedangnya dan ia menjura ke arah ketiga tosu itu. “Aku yang muda telah berlaku kurang ajar, harap sam-wi totiang sudi memaafkan.”
Dengan hati panas Kim Huo Tojin lalu maju dan berkata. “Anak muda, kau benar-benar luar biasa. Mari-mari, majulah dan layani aku. Kalau aku kalah olehmu, kami bertiga takkan banyak cakap lagi dan selamanya takkan mau mengganggumu lagi!”
Nyo Liong maklum bahwa tenaganya sudah banyak berkurang dan ia merasa lelah sekali, akan tetapi kalau ia tidak berani melayani tosu ini, apa akan dianggap mereka? Pada saat itu, Kok Kong Hwesio berkata sambil tersenyum lebar.
“Hm, ketiga kawan dari Bu-tong-san, tidak malukah menyerang seorang pemuda dengan bergantian? Apakah hal ini tidak akan menjadi buah tertawaan orang-orang kang-ouw apabila mereka mendengar betapa tiga orang tokoh terbesar dari Bu-tong-pai secara berturut-turut mengeroyok seorang pemuda yang masih muda sekali?”
Merahlah seluruh muka Kim Huo Tojin mendengar sindiran ini. Memang, kalau dipikir-pikir, pihaknya telah berlaku tidak pantas, karena seharusnya ia mengerti bahwa pemuda itu telah mengeluarkan banyak tenaga dan kalau sekarang diharuskan bertempur lagi, maka andaikata ia akan mendapat kemenangan, akan tetapi kemenangan dari seorang lawan yang telah lelah takkan mengharumkan namanya. Maka, untuk menebus kekalahan pihaknya dan untuk membikin terang muka karena kekalahan dua kali berturut-turut itu, ia lalu berkata kepada Kok Kong Hwesio.
“Kok Kong suhu, bagi pinto siapa saja yang hendak maju anak muda she Nyo ini maupun kau sendiri tiada bedanya. Kalau pemuda ini hendak beristirahat dan kau mau mewakilinya pun boleh. Aku tidak akan memilih lawan!”