“Hui-moi. !” Wang Sin memanggil isterinya. Ketika Ong Hui tidak menoleh dan
juga tidak kembali ia melompat mengejar. Tiba-tiba angin bersiut di pinggir kanannya dan tahu-tahu Ci Ying sudah berdiri menghadang di depannya, memandang kepadanya dengan sinar mata marah dan mulut tersenyum mengejek.
“Dia telah merampas hak orang lain dan sekarang pergi dengan aman, aku tidak turun tangan membunuh ia, juga sudah amat baik baginya.”
:Ci Ying, dia.... dia isteriku. ” kata Wang Sin dengan hati terpukul.
“Hemmm, kalau aku. apamukah? Sungguh rendah, dapat yang baru lupa yang lama.
Apa kau hendak mengingkari janji lama yang diadakan oleh orang-orang tua kita?”
Wang Sin tidak dapat menjawab, ia bingung. Ia melihat bayangan isterinya sudah jauh sekali. Kembali ia hendak mengejar, akan tetapi dengan sekali dorong di pundaknya Ci Ying dapat menahannya, membuat Wang Sin hampir terjengkang. Orang muda ini kaget sekali dan maklum bahwa Ci Ying sudah memiliki kepandaian yang luar biasa dan ia takkan dapat melawannya.
“Akan tetapi dia..... dia sudah mengandung. Ci Ying, kau kasihanilah dia. ”
Wajah Ci Ying yang cantik itu berubah ketika sinar matanya kembali menjadi liar. Ia bertolak pinggang dan suaranya penuh ancaman. “Wang Sin, hanya ada dua jalan kalau kau hendak kembali kepada kuntilanak itu. Pertama kau bunuh aku kalau kau bisa, dan kedua aku akan mencari dia dan membunuh dia dan anaknya!”
Inilah kata-kata yang hebat, yang membuat jantung Wang Sin berdebar keras. Tak dapat ia mengambil keputusan di saat itu. Hati kecilnya berkata bahwa dalam hal ini, dialah yang salah. Ci Ying hanya menuntut haknya sebagai akibat dari ikatan jodoh yang lalu. Dia maklum akan hal ini maka ketika ia hendak dinikahkan dengan Ong Hui dahulu, dia sudah ragu-ragu dan sudah berterus terang kepada Ong Hui dan ayahnya. Akhirnya dia menerima karena dia berpengharapan kalau Ci Ying masih hidup, ia dapat mengawini tunangannya itu disamping Ong Hui.
Siapa kira bahwa Ci Ying benar-benar masih hidup dan gadis ini tidak rela membiarkan dia menikah dengan wanita lain. Siapa kira Ci Ying sudah begini berubah, membuat cintanya yang dahulu lenyap. Cinta kasihnya yang dulu terhadap Ci Ying telah diganti dengan cinta kasih terhadap Ong Hui, terhadap isterinya, ibu dari calon anaknya.
“Wang Sin, di mana semangatmu?” Ci Ying menegur. “Bukankah kau kembali untuk menolong kawan-kawan dan saudara-saudara kita? Benar kita sudah berhasil membasmi tuan tanah-tuan tanah dan kaki tangannya di Loka, akan tetapi bukankah musuh besar kita yang utama, si anjing Yang Nam, masih hidup?”
Wang Sin sadar mendengar ini. Baiklah, pikirnya, urusan penting ini diselesaikan dulu. Kelak mudah dia menyusul isterinya. Adapun tentang perjodohannya dengan Ci Ying, perlahan-lahan ia dapat menyadarkan gadis ini bahwa ikatan jodoh itu tidak mungkin dilanjutkan mengingat bahwa dia sudah mempunyai isteri lain, malah sudah hampir menjadi seorang bapak. Akan ia ceritakan perlahan-lahan kepada Ci Ying tentang pertemuannya dengan Ong Hui dan mengapa ia sampai menikah dengan gadis Han itu.
Setelah kembali memikirkan nasib kawan-kawannya, para budak itu, bangkit kembali semangat Wang Sin dan ia dapat melupakan kebingungannya karena urusan pribadinya. Ia melihat semua budak dari dusun Loka sudah berkumpul di tempat itu dan segera ia mendengar laporan mereka.
Ternyata bahwa semua tuan tanah telah melarikan diri berikut keluarga mereka, dilindungi oleh beberapa orang tukang pukul, pendeta dan alat-alat negara yang ikut melarikan diri ke utara. Dusun Loka sudah kosong ditinggalkan, yang ada hanya sisa para budak yang tidak tewas dalam pertempuran.
“Nak Wang Sin dan Ci Ying, kalian telah menolong kami dari penindasan para tuan tanah di Loka, untuk itu kami merasa beruntung dan berterima kasih sekali. Impian yang sudah berabad-abad dimimpikan oleh para budak hari ini menjadi kenyataan. Akan tetapi, harap kalian tidak kepalang tanggung menolong kami,” kata seorang budak tua yang bersemangat dan tadi ikut bertempur mati-matian.
“Apa maksudmu paman tua?” tanya Wang Sin.
“Masih ada tuan tanah dan kaki tangannya yang berhasil melarikan diri,” jawab budak itu. “Sudah dapat dipastikan bahwa mereka tentu akan melaporkan diri ke Lasha.
Kejadian hari ini di Loka tentu takkan dibiarkan begitu saja oleh pembesar-pembesar di Lasha, juga kematian pendeta-pendeta Lama yang membantu tuan-tuan tanah tentu takkan dibiarkan oleh pendeta-pendeta kepala di sana. Pembalasan tentu akan segera tiba dan sukar dibayangkan apa yang akan terjadi kalau bala tentara dan para pendeta itu datang membalas dendam ke sini,”
“Takut apa?” tiba-tiba Ci Ying berseru keras mengagetkan semua orang. “Biarkan mereka datang akan kuganyang satu demi satu?” Wang Sin mengerutkan kening dan menggeleng kepalanya.
“Tidak bisa begitu, Ci Ying. Kau dan aku mungkin bisa menjaga diri dan melakukan perlawanan. Akan tetapi bagaimana dengan kawan-kawan yang lemah ini? Kalau pembalasan dari Lasha datang jumlah mereka tentu akan lebih banyak dan tidak dapat kita membiarkan kawan ini menjadi korban.”
Ci Ying hendak membantah, akan tetapi setelah ia mulai berbaik kembali dengan tunangannya ini, tidak mau ia bertengkar. Ia tertawa dan berkata. “Kanda Wang Sin yang baik, terserah kau yang urus. Sebagai istrimu aku menurut saja.”
Kecut-kecut hati Wang Sin mendengar ini, akan tetapi ia tidak dapat membantah, hanya tersenyum saja. Lalu ia menghadapi semua budak dan berkata, suaranya keras dan nyaring.
“Kawan-kawan semua! Urusan menghadapi musuh kalian serahkan saja kepada aku dan Ci Ying. Sekarang harap kalian suka memenuhi permintaanku ini. Lebih dulu kalian urus semua jenazah kawan-kawan kita yang gugur, kubur baik-baik dan rawat yang terluka. Kemudian kumpulkan semua harta milik tuan tanah dan bagi-bagi yang rata. Setelah itu kalian harus cepat-cepat meninggalkan tempat ini dan carilah penghidupan baru di tanah timur di mana kalian akan terbebas dari penghisapan dan penindasan tuan tanah yang kejam. Biar aku dan Ci Ying menjaga keamanan kalian sampai kalian dapat keluar dari tapal batas Tibet.”
Semua budak setuju dan beramai-ramai mereka lalu bekerja siang malam. Permintaan Wang Sin ini dapat diselesaikan dalam waktu dua hari dan pada hari ketiga berangkatlah mereka itu, lebih dari tiga ratus orang budak, berbondong-bondong melarikan diri ke timur.
Setelah mengawal rombongan pengungsi ini selama dua hari, Ci Ying lalu berkata kepada Wang Sin. “Cukup, kita tidak boleh mengawal terus. Kita harus kembali!”
“Kenapa?” tanya Wang Sin kaget.
“Kita harus mengejar ke Lasha. Anjing Yang Nam masih belum mampus!” Ketika menyebut nama ini matanya memancarkan sinar kilat.
Wang Sin mengangguk. “Kau betul, setelah sampai di sini, sebelum membasmi Yang Nam, tugas kita belum selesai. Membasmi pohon jahat harus dengan akar-akarnya, dan di antara semua musuh kita, Yang Nam paling busuk.” Sama sekali dia tidak menyangka bahwa sebetulnya adanya Ci Ying mengajak dia kembali ke barat untuk menyerbu ke Lasha, sebetulnya karena gadis ini khawatir kalau-kalau Wang Sin hendak menyusul Ong Hui.
Wang Sin lalu mengumpulkan para pengungsi dan berkata.
“Sekarang kalian boleh melanjutkan perjalanan dan sebaiknya dilakukan secara berpencar. Kalau terlalu banyak bergerombol bisa menimbulkan kecurigaan dan juga lebih mudah terdapat jejak kalian kalau ada pengejaran.” Wang Sin maklum bahwa nasib para budak ini belum tentu baik semua. Ada bahaya mereka bertemu orang jahat atau dapat dikejar oleh kaki tangan tuan tanah. Maka kalau berpencar, setidaknya bukan semua yang akan celaka.
Para budak kecewa akan tetapi tak dapat membantah. Ketika mereka berkemas terdapat keributan tentang kawan-kawan yang terluka. Mereka saling menolak, keberatan kalau harus membawa kawan-kawan yang terluka berat dan tidak dapat berjalan sendiri.
Memang, dalam penderitaan dan menghadapi bahaya orang-orang dapat bersatu padu dan saling membela, akan tetapi sekali keluar dari bahaya, sifat mementingkan diri sendiri timbul dan masing-masing hendak menyelamatkan diri dan keluarga sendiri.
Wang Sin menjadi bingung melihat kegaduhan ini. Di antaranya para budak, yang terluka berat dan harus ditolong ada tiga puluh orang lebih. Mereka hendak berpencaran dan saling menolak untuk membawa kawan-kawan terluka. Bagaimana baiknya?
“Coba kumpulkan mereka yang terluka berat ke sini!” tiba-tiba Ci Ying yang tidak sabar lagi membentak.
Semua orang lalu sibuk, mengangkuti mereka yang terluka berat, dikumpulkan di lapangan. Yang luka-luka berat ini menyedihkan sekali keadaannya. Mereka terluka karena bacokan senjata tajam dan keluhan mereka menimbulkan sedih dalam hati.
“Selain tiga puluh satu orang ini, yang lain-lain dapat berjalan sendiri?” tanya Ci Ying.
“Bisa!” jawab para budak serampak.
Tiba-tiba Ci Ying meloncat dan tubuhnya berkelebat seperti burung walet menyambar ke sana ke mari, tangannya kiri kanan digerakkan ke arah orang-orang yang terluka berat.
“Ci Ying. !!” Wang Sin berseru kaget sekali melihat gadis itu sekali pukul