Apa yang terjadi selanjutnya sedemikian cepatnya sehingga sukar di ikuti pandangan mata, akan tetapi tahu-tahu dua orang pengemis itu menjerit dan roboh dalam keadaan tak bernyawa lagi dan hebatnya, tepat di dahi mereka tampak luka berlubang ditembusi gelang besi beracun. Kiranya ketika tadi diserang pedang pengemis kurus, Kwi Lan juga tahu bahwa dari belakang ia diserang dengan senjata rahasia maka secepat kilat ia berkelebat kedepan, menangkap tangan yang berpedang dari samping lalu membetot tubuh itu dipakai menangkis gelang besi yang menyambar punggungnya sehingga senjata rahasia itu tepat menyambar dahi pengemis kurus.
Adapun Si Pengemis pendek yang melepas senjata rahasia secara curang itu, sebelum sempat mengelak, telah "dimakan"
Senjata rahasianya sendiri yang dilemparkan oleh pemuda teman Kwi Lan dengan gerakan sembarangan namun yang membuat senjata itu menyambar cepat sekali dan masuk ke dalam dahi pemiliknya. Kini tinggal dua orang yang bukan pengemis, teman-teman dari pengemis baju bersih, berdiri memandang dengan mata terbelalak kaget. Mereka berdua mengerti bahwa dua orang muda itu memiliki kepandaian yang amat tinggi. Orang pertama yang mukanya penuh brewok segera melangkah maju dan menjura sambil mengangkat kedua tangan kedada dan berkata,
"Kepandaian Ji-wi (Tuan Berdua) sungguh hebat dan membuat kami merasa kagum sekali"
Kwi Lan hanya tersenyum mengejek, akan tetapi pemuda itu tertawa-tawa tanpa membalas penghormatan orang.
"Heh-heh, kulihat kalian berdua bukan pengemis. Tapi tadi membantu dalam pertandingan antar pengemis. Apakah sekarang hendak menuntut bela atas kematian dua orang sahabatmu ini?"
Si Brewok menggeleng-geleng kepalanya.
"Kami tidak tersangkut dalam urusan antara mereka dan Ji-wi, dan telah saya lihat betapa mereka itu mencari mati sendiri dengan keberanian mereka melawan dan memandang rendah Ji-wi. Sungguhpun menghadapi empat orang anggauta Khong-sim Kai-pang pengemis baju butut tadi kami merupakan sekutu mereka, namun urusan terhadap Ji-wi kami tidak ikut campur."
"Menggerakkan lidah memang amat mudah"
Kwi Lan berkata mengejek.
"Kau bilang tidak ikut campur, akan tetapi siapa tadi yang ikut menyerangku dengan senjata rahasia ketika aku beradadi atas pohon itu?"
Wajah Si Brewok menjadi merah. Memang tadi dia ikut menyerang Kwi Lan dengan senjata rahasianya yang berbentuk peluru bintang. Ia menjura kepada gadis itu dan berkata,
"Harap Nona maafkan, tadi saya menyangka Nona adalah kawan pengemis Khong-sim Kai-pang."
"Tidak peduli apa yang kau sangka. Hayo serang aku lagi dengan senjata rahasiamu"
Bentak Kwi Lan sambil tersenyum mengejek. Berubah muka Si Brewok.
"Saya.. saya mana berani?"
"Berani atau tidak masa bodoh, kau harus. Kalau membangkang, jangan bilang aku keterlaluan"
Suara ini mengandung penuh ancaman sehingga muka yang penuh brewok itu menjadi pucat. Ia berdiri saling pandang dengan kawannya. Kawannya itu agaknya lebih berani daripada Si Brewok, matanya yang agak menjuling itu dipelototkan ke arah Kwi Lan dan ia berseru,
"Nona, engkau sungguh keterlaluan"
Kami adalah orang-orang Thian-liong-pang, bukan orang-orang sembarangan. Kalau Suhengku ini berlaku mengalah kepadamu, adalah karena melihat engkau masih muda, masih setengah kanak-kanak. Setelah Ouw-suheng mengalah, mengapa engkau malah mendesaknya? Sekali dia turun tangan, engkau akan celaka, dan hal itu akan sayang sekali, melihat engkau begini muda dan cantik"
"Sute, diam.." "Si Brewok menegur adik seperguruannya. Kwi Lan marah sekali, akan tetapi tak seorang pun tahu akan hal ini karena senyumnya makin manis.
"Ah, begitukah? Jadi kalian ini orang-orang Thian-liong-pang yang lihai? Kebetulan sekali, lekas kalian berdua menyerangku dengan senjata-senjata rahasia kalian"
Si Brewok ragu-ragu, akan tetapi Si Mata Juling berkata.
"suheng, dia yang minta dihajar, tunggu apa lagi?"
Sambil berkata demikian Si Juling mengeluarkan dua buah senjata rahasianya, yaitu peluru bintang. Senjata rahasia ini terbuat daripada baja, ujungnya runcing-runcing dan karena bentuknya bulat seperti peluru, maka dapat disambitkan dengan keras. Melihat ini, Si Brewok yang didesak-desak juga mengeluarkan senjata rahasia yang sama, akan tetapi hanya sebuah.
"Hayo lekas serang, tunggu apa lagi?"
Kwi Lan berseru, berdiri dengan sikap seenaknya, bahkan sengaja ia miringkan tubuh dan menoleh membelakangi dua orang itu. Selagi Si Brewok ragu-ragu dan adik seperguruannya yang marah itu menanti gerakan kakaknya, terdengar pemuda itu tertawa bergelak.
"Ha-ha-ha. Aku mendengar nama besar Thian-liong-pang sebagai perkumpulan yang disegani dan ditakuti, yang mempunyai cabang di seluruh negeri, yang dipimpin oleh orang-orang sakti. Akan tetapi ternyata kini orang-orangnya hanya pengecut-pengecut yang suka menyerang seorang gadis dengan curang.."
"Eh, manusia berandalan. Diam kau, Ini bukan urusanmu"
Kwi Lan membentak dan melotot kepada pemuda itu.
Si Pemuda masih tertawa-tawa, akan tetapi tiba-tiba matanya terbelalak dan wajahnya memperlihatkan sikap kaget ketika pemuda itu melihat betapa dua orang itu menggunakan kesempatan selagi Kwi Lan menoleh dan bicara kepadanya untuk menyerang dengan senjata rahasia mereka. Pemuda itu menjadi pucat karena maklum betapa hebatnya serangan itu dan betapa ia sendiri yang berdiri jauh tidak sempat mencegah serangan ini. Akan tetapi wajah yang kaget itu berubah girang dan sinar matanya menyorotkan kekaguman ketika ia mendengar pekik kesakitan kedua orang anggauta Thian-liong-pangitu. Si Mata Juling roboh dan tewas seketika karena pelipis dan dadanya dihantam senjata rahasianya sendiri, sedangkan Si Brewok roboh kesakitan akan tetapi segera melompat bangun kembali karena hanya pahanya yang terluka oleh senjata rahasianya sendiri pula.
Ia berdiri dengan mata terbelalak kagum dan heran. Memang luar biasa sekali caranya gadis itu menghadapi serangan senjata rahasia tadi. Biarpun sedang menengok kebelakang, namun Kwi Lan tahu akan serangan senjata rahasia. Bahkan tanpa menoleh lagi ia menggerakkan kedua tangannya, menyambar senjata rahasia Si Juling yang datang lebih dulu kearah pelipis dan dada, kemudian secepat kilat ia mengembalikan dua senjata itu ke arah pemiliknya, tepat mengenai pelipis dan dada. Adapun peluru bintang yang dilepas Si Brewok hanya mengarah pahanya, itupun tidak tepat di tengah-tengah, maka Kwi Lan juga me "retour"
Senjata rahasia itu tepat mengenai pinggir paha Si Brewok yang mendatangkan luka daging. Sambil meringis menahan sakit, Si Brewok menjura kepada Kwi Lan.
"Benar hebat dan mengagumkan. Saya mengaku kalah dan kematian Suteku adalah karena tidak hati-hatinya. Mohon tanya, siapakah nama Nona yang gagah?"
Kwi Lan sudah menggerakkan bibir hendak mengaku, akan tetapi tiba-tiba pemuda itu berkata,
"Eh, apakah matamu sudah buta? Terang Nona ini menggunakan nama Mutiara Hitam, engkau masih bertanya-tanya lagi?"
Sambil berkata demikian, pemuda itu sekali menggerakkan kaki tubuhnya sudah melayang dan hinggap didekat Kwi Lan seperti gerakan seekor burung ringannya. Si Brewok memandang kagum dan tersenyum mendengar kata-kata itu. Ia menduga bahwa gadis ini memakai nama julukan Mutiara Hitam karena gagang pedangnya terhias sebutir mutiara hitam yang besar. Ia lalu menjura kepada pemuda itu dan ber tanya,
"Terima kasih atas penjelasan Tuan Muda. Bolehkah saya mengetahui nama Kongcu?"
"Namanya Si Berandal, apa kalian belum tahu?"
Suara ini keluar dari mulut Kwi Lan yang hendak membalas pemuda itu. Akan tetapi Si Berandal hanya tertawa, lalu berkata kepada anggauta Thian-liong-pang itu.
"Kau ini manusia tidak tahu diri berani main-main di depan Mutiara Hitam dan Berandal, sungguh sudah bosan hidup"
"Mohon Ji-wi (Tuan Berdua) sudi memaafkan, karena tidak mengenal maka kami telah berlaku kurang hormat. Harap Ji-wi suka memandang perkumpulan dan ketua kami memberi maaf kepada saya."
"Kalau kami tidak memaafkan, apa kau kira akan masih tinggal hidup?"
Si Berandal bersombong.
"Hayo ceritakan siapa engkau dan apa urusan Thian-liong-pang dengan pengemis-pengemis itu serta mengapa pula terjadi pertandingan dengan pengemis-pengemis Khong-sim Kai-pang? Dan mengapa pula nama Bu-tek Siu-lam tadi kudengar disebut Ciangbujin oleh pengemis pendek itu?"
"Saya bernama Ouw Kiu seperti semua pimpinan dan petugas Thian-liong-pang saya taat dan tunduk kepada perintah atasan. Saya dan Sute Ouw Lun itu mendapat tugas untuk menyampaikan undangan kepada para pimpinan Hek-coa Kai-pang, untuk menghadiri pengangkatan ketua baru Thian-liong-pang pertengahan bulan depan. Ketika hendak kembali ke Yen-an, di sini kami bertemu dengan tiga orang anggauta Hek-coa Kai-pang yang berhadapan dengan empat orang Khong-sim Kai-pang. Tentu saja kami membantu Hek-coa Kai-pang dan salah mengira bahwa Ji-wi adalah teman-teman anggauta Khong-sim Kai-pang."
"Dan tentang Bu-tek Siu-lam?"
Pemuda itu mendesak. Ouw Kiu tidak menjawab, wajahnya pucat.
"Ah, urusan begitu saja mengapa mesti banyak tanya lagi?"
Kwi Lan mencela.
"Si badut Bu-tek Siu-lam itu sudah jelas menjadi cukong dunia pengemis golongan hitam"
Ingin aku bertemu dengan badut itu untuk memberi hajaran agar ia kapok dan tidak membiarkan anak buahnya bermain curang"
Ouw Kiu makin pucat.
"Saya.. saya tidak mempunyai cukup harga untuk menyebut-nyebut nama besar Beliau, hanya saya mengerti bahwa Beliau merupakan seorang tokoh besar yang amat dihormati Thian-liong-pang. Suaranya agak gemetar dan matanya lirak-lirik ke kanan kiri penuh kekhawatiran.
"Sudah, pergilah dan bawa mayat temanmu. Mengingat Thian-liong-pang kami memaafkanmu dan bulan depan kalau tiada halangan, kami akan datang menonton keramaian di Yen-an."
Ouw Kiu menjura mengucapkan terima kasih, kemudian menyambar mayat sutenya dan pergi dari situ dengan langkah terpincang-pincang.
Kwi Lan membalikkan tubuh terus lari pergi pula dari tempat itu. Akan tetapi belum jauh ia pergi, ia mendengar suara orang berlari di belakangnya. Ketika melirik dan melihat bahwa yang mengikutinya adalah pemuda itu, Kwi Lan lalu mengerahkan ginkangnya dan berlari makin cepat. Setelah lari agak jauh, ia melirik kebelakang. Kiranya pemuda itu masih saja mengikuti di belakangnya, hanya terpisah tiga meter. Kwi Lan penasaran dan mengerahkan seluruh tenaganya, lari secepat terbang. Pemuda itupun mengerahkan tenaganya. Beberapa lama mereka berlari-larian cepat sampai puluhan li jauhnya. Akhirnya terdengar pemuda itu berkata dengan napas memburu.
"Waduh.., berat nih. Eh, Mutiara Hitam, apakah engkau takut padaku maka melarikan diri?"
Kalau pemuda itu mengeluarkan ucapan lain, agaknya Kwi Lan tidak akan mempedulikannya dan akan berlari terus. Akan tetapi dikatakan takut merupakan pantangan besar baginya, maka cepat ia mengerem larinya, berhenti dengan tiba-tiba sehingga pemuda yang membalap dibelakangnya itu hampir saja menubruknya kalau tidak cepat-cepat membuang diri ke samping dan berjungkir balik dua kali.Gerakan pemuda ini amat lucu, akan tetapi juga indah dan membuktikan kegesitannya yang luar biasa.
"Takut? Siapa bilang aku takut padamu?"
Kwi Lan bertanya, memandang tajam dan mengangkat muka membusungkan dada, sikapnya menantang.
"Tentu saja aku yang bilang.."
Pemuda itu berhenti dan mengatur napasnya yang agak terengah-engah.