Halo!

Mestika Golok Naga Chapter 17

Memuat...

Ketika melihat ke bawah ini, Tiong Li melamun, teringat akan hal-hal yang telah lalu dan tak terasa lagi hatinya menjadi kosong dan trenyuh, merasa hid up seorang diri dan hampa. Cepat-Cepat tangan kirinya mengusap ke arah kedua matanya yang tiba-tiba menjadi basah air mata! Untung tidak ada Tee Kui Lo-jin di situ.

Kalau gurunya yang gendut pendek itu melihatnya menangis, tentu guru itu akan tertawa terpingkal pingkal kemudian marah kepadanya. Bagi gurunya itu, pantang untuk menangis selama hidupnya. Tertawalah dan jangan sekali sekali menangis, begitu pesannya berulang kali.

Duka timbul dari iba diri. Dan iba diri timbul kalau pikiran ini mengenang hal-haI yang lalu, mengenangkan segala kehilangan yang direnggut dari dirinya, atau kalau pikiran mengenangkan masa depan akan hal-hal yang tidak menyenangkan bagi dirinya.

Begitu mengenangkan masa lalu, Tiong Li teringat akan ayahnya yang terbunuh mati, akan Реk Hong San- jin yang juga terbunuh mati, kemudian dia membayangkan masa depannya yang dianggapnya kosong dan suram, tidak mempunyai siapa-siapa lagi di dunia ini, tidak mempunyai tempat tinggal, tidak memiliki apa-apa kecuali sebuntal рakаian sederhana!

Masa lalunya muram, masa depannya suram! Lalu semua kenangan dan bayangan itu mendatang kan iba- diri, merasa diri paling sengsara di dunia ini dan setelah timbul iba diri, lalu muncullah du ka. Berbahagialah orang karena lepas dari duka kalau dia tidak mengenangkan masa lalu dan tidak membayangkan masa depan.

Kalau orang hanya menghadapi masa kini , saat ini, saat demi saat, apa adanya, wajar, maka kedukaanpun tidak akan pernah menyerang dirinya, Tentu saja waktu lalu boleh diingat, akan tetapi yang ada hubungannya dengan pekerjaan, demikian pula waktu yang akan datang boleh diperhitungkan untuk pekerjaan, akan tetapi kalau waktu lalu dan waktu mendatang itu di hu- bungkan dengan keadaan diri, maka hasilnya hanya akan mendatangkan rasa takut, dan rasa duka belaka. Tidak ada gunanya sama sekali .

Tiong Li yang sedang termenung teringat akan pelajaran ini , maka wajahnya menjadi сеrah kembali . . Lenyaplah segala kenangan masa lalu, hilanglah segala bayangan masa depan. Dan pemandangan di bawah lereng gunung nampak indah bukan main. Indah dan luas, terbentang luas di depan kakinya!.

Dan semua kekhawatiran dan keresahan tadi yang mengganggu batinnya lenyaplah seketika dan dia bangkit, mengayun langkah dengan tegapnya seperti seekor harimau melangkah menuruni lereng itu.

Yang dinamakan hidup ini adalah sekarang ini, saat demi saat, inilah hidup,sambung menyambung dari saat ke saat. Yang lalu itu sudah mati, tak perlu diingat kembali. Yang akan datang itu hanya lamunan, hanya khayal, tidak perlu dibayangkan.

Saat ini, sekarang ini, harus bersih dan benar dan segalanya akan berjalan dengan baik. Saat demi saat waspada dan benar, waktu yang lain tidak perlu dipikir. Masa lalu hanya menimbulkan kesedihan belaka, dan dendam kebencian.

Masa depan hanya mendatangkan rasa takut dan khawatir belaka. Akan tetapi kalau saat ini, yang kita hadapi saat demi saat, tidak ada rasa takut, tidak ada rasa sedih, yang ada hanyalah apa adanya.

Kini dia sudah berada di kaki pegunungan Kui-san. Sudah mulai ada pedusunan. Ketika dia sudah melewati beberapa buah dusun dan tiba di tepi sebuah hutan, tiba tiba dari balik pohon-pohon besar itu berloncatan Iimabelas orang yang rata-rata bertubuh tinggi besar dan kokoh kuat.

Wajah mereka bengis dan mereka adalah orang-orang yang, biasa memaksakan kehendaknya sendiri, gerombolan perampok yang tidak segan melakukan bentuk kekerasan apapun untuk memaksakan kehendak. Di antara limabelas orang itu terdapat kepalanya, seorang berusia empatpuluhan tahun yang bertubuh tinggi besar dan mukanya penuh brewok, matanya besar dan tangannya memegang sebatang golok besar yang mengkilap saking tajamnya.

0o-dw-o0

"Heii, berhenti!" Bentak kepala perampok ini sambil memandang dengan matanya yang besar menakutkan. "Siapa engkau, dari mana hendak ke mana?"

Tiong Li bersikap tenang walaupun dia sudah pernah mendengar dari para gurunya bahwa sekarang banyak gerombolan perampok dan gerombolan yang menamakan dirinya pejuang akan tetapi tidak segan melakukan segala bentuk kekerasan untuk merampok. Sebutan pejuang hanya untuk kedok saja.

"Namaku Tan Tiong Li, datang dari puncak gunung dan hendak turun gunung," jawabnya terus terang.

"Bagus, tinggalkan buntalan dalam pikulanmu itu atau tinggalkan kepalamu. Pilih!"

"Sobat, buntalan ini hanya terisi pakaian yang sederhana dan tidak ada harganya. Kutinggalkan tidak ada gunanya untuk kalian, maka tidak akan kutinggalkan," jawab Tio ng Li tetap tenang, akan tetapi dia waspada karena orang-orang seperti ini tidak segan melakukan segala kecurangan pula.

"Kalau begitu, tinggalkan kepalamu. Aku ingin meIi hat engkau tidak berkepala lagi !" kata kepala perampok itu dan empatbelas orang anak buahnya menyeringai kejam. Agaknya mempermainkan nyawa orang bagi mereka merupakan hib uran dan kesenangan tersendiri.

"Twa-ko, biarkan aku memuntir putus leher orang ini!" kata seorang anak buahnya yang bertubuh gendut sekali dan mukanya hitam seperti pantat ke wali. Setelah berkata demikian, dia sudah melangkah maju menghadapi Tio ng Li,

"Orang muda, serahkan kepalamu untuk kupuntir sampai putus!" setelah berkata demikian, raksasa gendut itu lalu menerjang maju dengan kedua tangan dipentang seperti seekor biruang hendak menerjang, lalu tangan itu menangkap hendak mencengkeram kepala Tiong Li. Akan tetapi dengan tenang pemuda itu melangkah dua kali ke belakang, lalu kakinya mencuat dengan sebuah tendangan yang tepat mengenai perut yang gendut itu.

"Bukk!" Raksasa itu terjengkang keras dan dia akan bangkit berdiri, namun jatuh terduduk kembali sambil mengelus dan menekan perutnya yang terasa nyeri bukan mai n, mulas melilit-lilit.

Melihat si gendut ini roboh dengan sekali tendang saja, kawan-kawan nya menjadi marah dan mereka rnencabut golok, lalu menyerang Tiong Li kalang kabut. Juga kepala perampok tidak ketinggalan. Dia yang paling tangkas di antara teman-temannya sudah pula maju membacokkan goloknya kepada Tiong Li.

Tiong Li menggunakan ilmu meri ngankan tubuh Jiauw- sang-hui mengelak ke sana kemari dengan kecepatan yang luar biasa sehi ngga gerombolan perampok itu merasa seolah mereka menyerang sebuah bayangan saja yang berkelebaian ke sana sini .

Setelah menurunkan buntalannya dan memegang tongkatnya, Tio ng Li lalu menggerakkan tongkatnya, menyerang dengan totokan totokan dan seorang demi demi seorang kawanan perampok itu roboh bergu1i ngan.

Kepala perampok menyerang dengan pengerahan sepenuh tenaganya, akan terapi goloknva terlepas ketika Tiong Li menotok pergelangan tangannya, Kemudian, sebuah tendangan merobohkannya. Limabelas orang perampok itu roboh semua mengaduh-aduh dan tidak mampu bangkit kembali. Tio ng Li melompat ke dekat kepala perampok dan menodongkan ranting kayu itu kearah lehernya.

"Bagaimana, sobat? Apakah engkau masih ingin melanjutkan perkelahia n ini?"

Kepala perampok itu mengerti betul bahwa dia berhadapan dengan seorang pendekar yang lihai sekali, maka tanpa malu-malu dia lalu berlutut.

"Ampunkan kami, tai-hiap. Kami seperti buta, tidak melihat bukit Thai-san menjulang tinggi di depan mata dan berani mengganggu tai-hap (pendekar besar)”

"Kalian memang buta. Bukan karena menyeranq aku, melainkan karena mengganggu rakyat jelata yang tidak berdosa. Kalian buta tidak melihat bahwa kalian merampoki sesama manusia yang sama sekali tidak bersalah. Apakah kalian begitu buta sehi ngga tidak melihat betapa rakyat jelata sudah amat menderita hidupnya ? Sepatutnya orang gagah-gagah dan kuat- kuat seperti kalian ini membantu manusia lain yang sengsara. bukan malah mengganggu rakyat ang sudah cukup menderita. Dari pada menggunakan tenaga dan kekuatan kalian mengganggu rakyat tanpa mengenal prikemanusiaan, lebi h baik kalau kalian membantu perjuangan para pe ndekar patriot yang hendak membela negara mengusir penjajah Bangsa Yu-cen." "Kami juga seringkali memasuki daerah Kerajaan Kin dan mengacau daerah musuh itu. taihiap. Kami membunuhi banyak orang dan merampas harta milik mereka....!" kepala perampok itu hendak memamerkan jasanya,

"Itu bukan perjuangan namanya ! Perjuangan tidak sama dengan merampoki. Perjuangan berarti menentang pasukan musuh yang mengacau di daerah Kerajaan Sung, atau maju perang bertempur melawan pasukan musuh. Akan tetapi kalian hanya memasuki daerah ! kekuasaan lawan untuk merampoki rakyat pula. Apabedanya rakyat di sana dan rakyat di sini ! Sama saja. Sebangsa dan mereka adalah orang-orang yang tidak berdosa. Orang-orang macam kalian ini sepantasnya dibasmi habis!" Tiong Li menggertak.

"Ampun, tai-hiap. "

"Berjanjilah bahwa kalian akan bergabung dengan para pejuang dan tidak melakukan perampokan lagi, dan aku akan memaafkan kalian. Ketahuilah, kalau kalian berjuang dengan sungguh-sungguh membela rakyat, maka rakyat tentu akan dengan rela hati memberikan ара yang mereka miliki untuk kalia n makan."

"Saya berjanji, tai-hiap."

"Aku ingin kalian semua yang berjanji, tidak hanya engkau!"

"Kami berjanji, tai-hiap...!" semua orang berseru.

"Aku tidak memaksa kalian. Kalau kalian sudah berjanji, lakukanlah dengan sungguh-sungguh, penuhi janji itu. Akan tetapi kalau kalia n tidak suka, boleh bangkit dan melawan aku sampai mati!"

"Kami tidak berani tai-hiap. Kami berjanji " "Nah, baiklah, aku melepaskan kalian. Akan tetapi ingat, aku akan selalu mengamati dan kalau sekali saja aku melihat kalian masih melakukan perampokan, aku pasti akan membasmi kalian."

Dukungan & Donasi

Bantu kami terus update dengan memberi dukungan melalui:

BCA 7891767327
Trakteer
Post a Comment