Saat itu Ong Kai sedang berada di luar kota karena sedang menjalankan tugasnya mengawal barang-barang. Ketika pada keesokan harinya ia kembali ke rumah dan mendengar tunangannya diculik orang, bukan main marah dan geramnya. Pemuda ini lalu melakukan penyelidikan di rumah tunangannya di mana calon ibu mertuanya didapati sedang menangis sedih dan berkali-kali ia jatuh pingsan memikirkan nasib gadisnya. Oleh karena tidak melihat tanda-tanda yang mendatangkan curiga dalam kamar tunangannya itu, Ong Kai dapat menduga bahwa yang melakukan penculikan tentu seorang penjahat berilmu tinggi, maka ia terus melakukan penyelidikan. Kebetulan sekali ketika tiga orang hwesio biadab itu sedang membawa lari Kiu Hwa yang dalam keadaan meronta-ronta, terlihat oleh seorang petani di luar kota, akan tetapi karena takutnya, petani itu menyembunyikan diri di balik pohon. Dari petani inilah Ong Kai tahu bahwa orang yang melarikan tunangannya itu adalah tiga orang hwesio gemuk. Ia segera melakukan pengejaran sampai ke kuil tua itu. Dan alangkah hancur rasa hatinya ketika mendapatkan tunangannya rebah di lantai kuil dalam keadaan telah tak bernyawa lagi.
Sebaliknya, di dalam kesedihannya, Ong Kai merasa bangga dan lega juga melihat kematian tunangan yang dicintainya itu adalah karena membunuh diri dengan tusuk konde! Dalam menangisi jenazah Kiu Hwa, dalam hatinya Ong kai memuji kesucian gadis ini dan bersumpah hendak membalas dendam dan mencari ketiga orang hwesio gemuk itu.
Ong Kai yang cerdik itu lalu melakukan pengejaran dan penyelidikan. Untung baginya bahwa Pek-hoa sam-sian adalah tokoh-tokoh persilatan yang mempunyai adat sombong dan menganggap bahwa di dunia ini tidak ada orang yang berani melawan mereka. Karena kesombongannya inilah, ketiga orang hwesio gemuk ini sama sekali tidak ada niat untuk menyembunyikan diri atau berusaha agar jejak mereka nanti tidak diikuti dan dicari orang. Secara terang-terangan mereka berjalan di jalan umum melanjutkan perjalanan mereka hingga akhirnya mereka sampai di Wi-ciu.
Ong Kai tentu dengan mudah saja dapat mengikuti jejak ketiga orang hwesio gemuk itu, dan ketika melihat mereka masuk di kota Wi-ciu, dengan cepat Ong Kai lalu menuju ke rumah suhunya yang berada tak jauh dari kota Wi-ciu itu.
Tak terkira marah hatinya Lo Cin Ki dan Lo Siok Lan mendengarkan bencana yang menimpa diri Kiu Hwa, maka tidak ayal lagi ayah dan anak ini melakukan penyelidikan ke Wi-ciu untuk membalas dendam. Oleh karena inilah maka Tan Hong sampai melihat Siok Lan dan ayahnya berkunjung ke kelenteng Kim-ci-tang, di mana gadis dan ayahnya itu sedang menyelidiki keadaan kelenteng. Dan ini pulalah sebabnya mengapa Tan Hong dapat bertemu dengan ong Kai yang tadinya mencurigainya.
Setelah mendengar penuturan Ong kai sambil mengalirkan air mata karena teringat akan tunangannya itu, Tan Hong menjadi terharu sekali.
“Saudara Ong kai, jangan kau khawatir. Biarpun aku bodoh, akan tetapi aku bersumpah hendak membantumu mencari dan membinasakan dua orang iblis yang masih hidup itu!”
Juga To tek Hosiang menyatakan penyesalannya mengapa matanya seakan-akan telah buta, tidak melihat dan membedakan mana orang jahat dan mana yang baik. Berkali-kali hwesio ini menyebut nama dewata, karena heran dan terkejut mendengarkan kejahatan dan kekejian yang dilakukan oleh tiga orang hwesio yang berkepandaian tinggi dan yang terkenal sebagai tokoh-tokoh dunia persilatan itu! Ketika mereka menengok keadaan Lo Cin Ki lagi, orang tua ini berkata dengan suara menyesal kepada Ong Kai, “Ong Kai ... ! Sungguh menyesal aku, sebab kurang hati- hati hingga aku dapat dilukai oleh Kim Kong Hwesio! Dan menurut pemeriksaanku, lukaku ini sedikitnya dalam waktu satu bulan baru bisa sembuh dan pulih kembali seperti sediakala. Aku menyesalkan juga, Ong Kai, karena luka ini menghalangiku untuk membantumu menangkap dan menewaskan musuh-musuh besar kita itu,” Lo Cin Ki menarik napas dalam-dalam.
“Tidak apa, suhu. Biarlah teecu sendiri yang akan pergi berhadapan dengan mereka!” kata Ong kai dengan kesal dengan menggertakkan giginya.
“Ong-suheng, mengapa kau berkata begitu? Jangan khawatir, aku akan mewakili ayah membantumu!” kata Siok Lan dengan perkasanya.
“Dan akupun bersedia setiap detik menjadi pembantumu, saudara Ong!” kata Tan Hong dengan muka berseri.
“Baik sekali, kalian anak-anak muda memiliki semangat demikian besar,” kata Lo Cin Ki dengan girangnya. “Memang, sudah seharusnya demikianlah watak dan sikap orangorang ksatria, pantang mundur menghadapi bahaya besar dalam membela kebenaran. Dan dengan adanya kalian bertiga, apabila maju bersama, kurasa takkan sangat berat menghadapi dua orang hwesio iblis itu. “
Ong Kai tidak berani membantah, lalu kemudian ia memandang wajah Tan Hong dengan ragu-ragu. Mengapa pemuda maling ini dibawa-bawa? Bukankah pemuda inipun menuntut penghidupan yang tidak layak? Lo Cin Ki agaknya dapat menduga apa yang dipikirkan oleh muridnya, maka ia lalu berkata, “Ong Kai, ketahuilah. Tan Hong ini adalah Gin-kiam Gi-to yang biarpun menjadi maling, akan tetapi bukan untuk diri sendiri. Untuk melakukan kebajikan dengan jalan apa yang akan diambil seseorang, dapat dipilihnya menurut pertimbangannya sendiri. Pokoknya asalkan berdasarkan kebenaran dan kebaikan, maka jalan itu adalah jalan satu-satunya yang dianggap baik. Lagi pula, agaknya kau belum tahu bahwa Tan Hong ini sebenarnya masih suhengmu sendiri!”
Terbelalak kedua mata Ong Kai memandang gurunya yang segera tersenyum, “Bukankah kau pernah mendengar ceritaku tentang suhengku yang bernama Cin Cin Tojin? Nah, pemuda ini adalah murid tunggal Cin Cin Tojin!”
Ong Kai yang berwatak jujur itu menjadi bertambah girang mendengar hal ini, “Ah! Pantas saja ilmu kepandaianmu lebih tinggi dari kepandaianku! Rupanya kau murid Cin Cin Supek. Pantas, pantas! Tan-suheng, kalau demikian, kita adalah masih sekeluarga dan tentu saja kau harus ikut membantuku!”
Tan Hong tersenyum dan merasa girang melihat kejujuran pemuda muka hitam yang mengalami kesedihan ditinggalkan mati oleh tunangannya dalam keadaan menyedihkan itu. Diam-diam ia lalu bertekad untuk membalas sakit hatinya itu.
Demikianlah setelah mendapat doa restu dari Lo Cin Ki, ketiga anak muda itu, Ong Kai, Tan Hong dan Siok Lan berangkat untuk mengejar Bhok Kong Hwesio dan kim Kong Hwesio ke mana saja.
***
Kali ini, karena maklum bahwa musuh-musuh mereka yang hebat itu tentu takkan membiarkan mereka melarikan diri begitu saja. Bhok Kong dan Kim Kong Hwesio melarikan diri dengan cara bersembunyi dan diam-diam. Mereka berdua juga merasa sakit hati sekali. Setelah mengubur jenazah Beng Kong Hwesio di sebuah hutan mereka berjanji dalam hati akan membalaskan sakit hati sute mereka ini. Akan tetapi, kedua hwesio ini maklum bahwa mereka takkan dapat melawan Lo Cin Ki dan pembantu-pembantunya yang gesit dan cekatan itu. Maka keduanya lalu mengambil keputusan untuk kembali ke Pek- hoa-san dan mencari daya upaya untuk menjaga kedatangan musuh dan sekalian membasmi mereka.
Mereka lalu mengambil jalan memutar dan mencari seorang kawan mereka yang bernama Ti Bong Hosiang, seorang hwesio perantau yang memiliki kepandaian tinggi dan jauh lebih lihai daripada mereka sendiri. Mereka bermaksud untuk mengajak kawan ini naik ke Pek-hoa-san bersama beberapa orang kawan lain untuk memperkuat kedudukan mereka sambil menjaga kedatangan Lo Cin Ki dan pembantu-pembantunya.
Sementara itu Tan Hong, Ong Kai dan Siok Lan mencari jejak mereka sambil bertanya-tanya sepanjang jalan. Tiap kali mendengar cerita orang tentang dua orang hwesio gemuk, mereka lalu pergi menyelidik dan mengejar. Akan tetapi hasilnya nihil belaka, karena kedua musuh besar yang dicari-carinya itu telah pergi lagi tanpa meninggalkan jejak. Memang tidak mudah untuk mengejar dua orang musuh yang berkepandaian tinggi dan yang telah berlaku hati-hati dan melarikan diri secara sembunyi-sembunyi. Maka tak lama kemudian, ketiga orang anak muda itu telah kehilangan jejak kedua musuhnya hingga Ong Kai menjadi tambah sakit hati. Pemuda muka hitam ini merasa tidak sabar dan kalau mungkin, menurut hatinya, ingin sekali ia segera bertemu dan menyabung jiwa dengan pembunuh- pembunuh tunangannya yang tercinta itu! Melihat kemurungan Ong Kai, Siok Lan menghibur, “Ong-suheng! Sudahlah, jangan kau bersedih terus, ingat, kesedihan yang berlarut-larut dapat merusak kesehatan, justeru pada waktu ini kau harus dapat menjaga kesehatanmu untuk dapat menunaikan tugasmu membalas dendam!” Kata-kata Siok Lan ini membangkitkan semangat Ong Kai.
“Aku telah bersumpah untuk membunuh kedua iblis itu!” katanya dengan geram.
“Ucapan sumoi tadi benar, Ong-sute. Memang tak perlu kau terlalu berduka cita, sebaliknya yang terpenting ialah kita bersama mencari daya upaya dan jalan bagaimana kita bisa menyusul dan mendapatkan tempat persembunyian mereka itu,” kata Tan Hong.
“Tak dinyana bahwa selain kejam dan jahat, mereka itupun pengecut sekali. Tidak tahu malu, namanya saja besar sebagai tokoh-tokoh Pek-hoa-san, tetapi menghadapi musuh, mereka lari dan bersembunyi!” Ong Kai berkata dengan gemas yang meluap-luap.
Mendengar nama bukit ini, tiba-tiba wajah Tan Hong berseri. “Ah ... ! Benar juga! Tentu mereka itu telah lari kembali ke Pek-hoa-san! Mari kita mengejar ke sana! Tahukah kalian di mana Pek-hoa-san itu?”
Kedua kawannya menyatakan tidak tahu, maka mereka lalu mulai mencari keterangan di mana adanya Bukit Pek- hoa-san. Dari para penduduk yang sering mengadakan perantauan mereka mendapat keterangan bahwa Pek-hoa- san adalah sebuah bukit di barat yang letaknya jauh juga dari tempat itu. Sesudah mereka mendapat keterangan, hari ini juga mereka lalu memulai perjalanan, mereka ke barat untuk mencari musuh-musuh mereka di sarang kedua hwesio itu. Malam hari itu mereka bermalam di sebuah rumah penginapan. Tan Hong sekamar dengan Ong Kai, sedangkan Siok Lan mengambil kamar terpisah seorang diri.
Pada waktu itu, bekas-bekas kerusakan yang diakibatkan oleh bencana banjir masih terasa sekali, maka Tan Hong tidak melupakan pekerjaannya yang telah biasa ia lakukan. Ia lalu berpamitan dengan Siok Lan dan Ong Kai untuk pergi sebentar mencuri uang dari rumah para hartawan, lalu kemudian membagi-bagikannya kepada penderita korban banjir.
Ong Kai berkata, “Aah, aku tidak perduli akan segala pekerjaan mencuri ini! Kalau ini memang sudah menjadi tugasmu untuk menolong sesama manusia yang menderita sengsara, silahkan kaupergi, Tan-suheng. Akan tetapi berhati-hatilah.”