Halo!

Maling Budiman Berpedang Perak Chapter 17

Memuat...

Tan Hong tersenyum. “Biarlah kau tinggal di kamar saja, sute. Memang pekerjaan ini adalah pekerjaanku sendiri yang tak dapat kutinggalkan. Semalam saja aku tidak melakukan pekerjaan ini, aku merasa seakan-akan berhutang kepada rakyat dusun yang menderita dan sengsara yang perlu ditolong. Nah! Sute, dan kau juga sumoi, tinggallah baik-baik di sini, aku akan pergi malam ini dan besok pagi-pagi aku tentu telah kembali ke sini untuk melanjutkan perjalanan kita.”

Ketika Tan Hong telah melayang naik ke atas genteng untuk melakukan pekerjannya sebagai Maling Budiman, tiba-tiba dari bawah melompat pula bayangan orang yang gerakannya tidak kalah gesitnya. Tan Hong menengok dan ternyata bahwa yang mengejarnya adalah Siok Lan sendiri!

“Sumoi, mengapa kau menyusul?” tanyanya. “Tan-suheng, perkenalkanlah aku ikut denganmu. Aku menjadi tertarik dan ingin sekali menyaksikan hasil pekerjaanmu. Aku ingin menambah pengalamanku.”

“Eh ... eh ... ! Kau ingin belajar menjadi ... maling?” Tan Hong menggoda, akan tetapi hatinya girang bukan alang kepalang karena ditemani oleh sumoinya yang telah merebut hati sanubarinya itu.

Wajah Siok Lan memerah. “Suheng! Jangan kau memperolok-olokkanku! Dulu aku masih belum mengerti betul tentang sifat pekerjaanmu ini, bahkan sekarangpun aku masih belum tahu jelas. Oleh karena itu sekarang aku hendak menyaksikan sendiri dan kemudian barulah aku dapat memutuskan apakah pekerjaanmu ini baik atau tidak. “

Di dalam hatinya Tan Hong berkata seorang diri, “Hmm! Jadi kau hendak ... mengujiku? Baik ... nona manis! Akan kaulihat nanti bahwa aku Tan Hong bukanlah seorang jahat.” Akan tetapi kepada Siok Lan ia hanya tersenyum dan berkata, “Baiklah sumoi, akan tetapi apakah kau sudah memberi tahu kepada Ong-sute? Jangan-jangan nanti ia mencarimu dan merasa khawatir bila ia tidak mendapatkan kau berada di dalam kamarmu.”

“Perlu apa memberi tahu orang lain? Segala sesuatu yang kulakukan tak perlu harus mendapat izin dulu dari siapapun juga!”

Diam-diam Tan Hong merasa heran juga melihat kekerasan hati gadis ini, akan tetapi ia tidak berkata apa- apa, hanya mengajaknya. “Marilah kita berangkat, sumoi. Dan jangan lupa, kalau berada di rumah yang kita jadikan sasaran, harap kau suka menutupi mukamu dengan saputangan agar tak mudah dikenal orang.” Siok Lan hendak membantah dan menyatakan bahwa perbuatan ini bersifat penakut, akan tetapi Tan Hong mendahuluinya dan berkata, “Ingat, sumoi! Pada saat ini kita adalah maling, dan tahukah kau apa kewajiban maling? Yakni, seorang maling harus mengambil barang atau uang orang dengan diam-diam dan menjaga sedapat mungkin agar jangan sampai dikenal mukanya!”

Siok Lan tak dapat membantah lagi, lalu mangangguk sambil tersenyum pula. Mereka lalu melompat pergi dan penduduk kota itu tentu akan geger dan ribut apabila mereka mengetahui bahwa di saat itu diatas genteng- genteng rumah mereka terdapat dua sosok bayangan hitam yang gerakannya gesit sekali, yakni sepasang Maling Budiman sedang menjalankan tugasnya!

Dengan matanya yang tajam Tan Hong mencari-cari rumah-rumah gedung yang besar dan yang tak salah lagi menjadi tempat kediaman seorang hartawan, baik ia seorang pedagang maupun seorang pembesar. Akhirnya ia melihat sebuah gedung yang mempunyai wuwungan tinggi. Gedung ini besar sekali, temboknya tebal dan disekeliling tembok tebal dan tinggi berwarna hijau. Tan Hong memberi tanda kepada Siok Lan dan keduanya lalu menggunakan ilmu loncat mereka dan bagaikan dua ekor burung kepinis mereka melayang masuk ke dalam taman itu.

“Sumoi, ikuti saja aku,” Bisik Tan Hong yang segera maju menghampiri gedung itu dengan jalan menyusup di antara tumbuh-tumbuhan di dalam taman. Hati Siok Lan berdebardebar juga karena selama hidupnya baru kali ini ia bertindak dengan jalan sembunyi dan menyusup-nyusup sebagai lakunya seorang maling tulen! Ia merasa heran sekali karena dadanya berdebar gembira dan ia teringat akan masa kanak-kanak dulu ketika dengan Kiu Hwa ia bermain kejar-kejaran dan sembunyi-sembunyian. Pada saat itu iapun merasa girang dan dadanya berdebar gembira seperti sekarang ini, rasa gembira dan berdebar yang ditimbulkan oleh rasa takut kalau-kalau dilihat orang! Ia ikut menyusup-nyusup di belakang Tan Hong dan kagum melihat betapa Tan Hong bergerak demikian gesit dan cepat, tetapi amat hati-hati hingga daun-daun kering yang terpijak oleh pemuda itu seakan-akan tak mengeluarkan suara! Iapun lalu berjalan dengan ujung kakinya agar tidak menimbulkan suara berisik.

Dari balik batang pohon, Tan Hong mengintai ke sekeliling gedung itu. Setelah merasa pasti bahwa di situ aman dan tidak ada orang, ia lalu memberi isyarat kepada sumoinya dan dengan cepat sekali tubuhnya melayang ke atas genteng gedung itu. Siok Lan lalu ikut melompat. Kembali ia mendapatkan Tan Hong mendekam di atas wuwungan bagaikan seorang sedang bersembunyi. Iapun ikut mendekam pula dan keduanya lalu memandang ke sekeliling dengan mata tajam. Ketika tak disengaja mereka saling pandang, hampir Siok Lan tak dapat menahan ketawanya, demikian pula Tan Hong. Entah mengapa, mereka merasa gembira dan geli, merasa bahwa mereka kembali ke masa kanak-kanak dan sedang bermainmain sembunyi untuk dicari oleh kawan lain.

Setelah mencari letak kamar besar di dalam gedung itu, Tan Hong lalu membuka genteng dengan cepat kemudian mereka lalu mengintai ke dalam. Dengan hati ingin tahu sekali, Siok Lan-pun mengincar ke dalam kamar.

Tan Hong dan Siok Lan yang mengintai di atas genteng melihat sebuah kamar besar yang mewah dan indah. Di dalam kamar itu duduk seorang setengah tua bersama isterinya. Mereka ini adalah pemilik rumah dan mereka sedang sibuk bekerja. Yang kali-laki menulis dalam sebuah buku, mencatat-catat dan yang perempuan sedang menghitung uang emas yang bertumpuk-tumpuk di atas meja!

Melihat betapa Tan Hong diam saja tak bergerak, gadis itu menjadi heran dan memberi isyarat dengan tangannya sambil menuding ke bawah. Akan tetapi Tan Hong menggelengkan kepala, bahkan lalu berdiri menjauhi tempat itu sambil memberi tanda kepada Siok Lan supaya ikut. Setelah mereka berada agak jauh dari kamar itu, Tan Hong berkata, “Kita tak dapat bertindak sekarang, mereka masih sibuk dan belum pergi tidur, “ katanya perlahan.

Siok Lan merasa heran sekali. “Mengapa kau takuti mereka suheng? Bukankah mereka itu orang-orang lemah yang mudah saja disingkirkan?”

Sekali lagi Tan Hong menggeleng-gelengkan kepalanya. “Kau masih belum memahami sifat pekerjaanku ini, sumoi. Ingatlah bahwa aku adalah seorang maling, bukan seorang perampok yang mengambil barang orang dengan kekerasan dan menggunakan senjata. Aku hanya mengambil uang orang tanpa diketahui oleh pemiliknya.”

Siok Lan tidak puas mendengar keterangan ini. “Kalau kau tidak mau terlihat oleh mereka, bukankah ada jalan lain yang lebih mudah? Mengapa harus menanti sampai mereka tidur?” Bagaimana kalau mereka semalam ini tidak tidur?”

“Kita harus menanti di atas genteng.”

“Apa ... ? Menanti di sini sampai mereka tidur dan membiarkan diri kedinginan di atas genteng menjadi korban tiupan angin malam yang dingin ini? Alangkah bodohnya!”

Tan Hong tersenyum. “Memang pekerjaan ini memerlukan kesabaran besar, sumoi. Atau, barangkali kau mempunyai cara lain yang lebih sempurna?” Siok Lan merasa bahwa sekarang iapun telah menjadi kawanan maling yang merundingkan cara bagaimana untuk mencuri barang orang lain! Ia merasa mendapat kegembiraan luar biasa dalam pekerjaan baru yang tadinya dianggap hina ini.

“Mengapa kita tidak membuat mereka tidak berdaya tanpa terlihat? Dengan menggunakan tiam-hwat (ilmu menotok urat) yang dilakukan dengan sambitan benda keras, kita mudah saja membuat mereka tak berdaya!”

Tan Hong mengangguk-angguk dan menganggap bahwa usul ini baik juga. Memang kalau ia mau, mudah saja ia membikin kedua orang di dalam kamar itu tidak berdaya tanpa mereka sempat melihat dirinya. Ia lalu bermufakat dan keduanya lalu turun mencari beberapa buah kerikil yang halus, kemudian keduanya melompat pula ke atas dan mengintai dari atas genteng.

Kedua suami isteri hartawan yang tidak mendengar sesuatu dan tak pernah menyangka akan datangnya bahaya itu masih sibuk bekerja, yang perempuan menghitung- hitung uang, yang laki-laki mencatatkan besarnya hasil yang mereka dapat dalam perdagangan mereka. Tiba-tiba dari atas genteng, melalui lubang yang dibuat oleh Tan Hong, dua butir batu kecil melayang cepat dan dengan tepat dua butir batu kecil itu menotok jalan darah di leher suami isteri hartawan itu. Tanpa dapat mengeluarkan suara apa- apa, keduanya menjadi lemas dan pingsan di tempat masing-masing!

-oo0dw0oo-

Tak lama kemudian, Tan Hong dan Siok Lan melayang turun ke dalam kamar itu. Tanpa memandang kepada kedua korban itu, Tan Hong lalu mengeluarkan dua buah kantong kuningnya dari saku baju dan mengisi kantong itu penuh-penuh dengan uang perak dan emas yang bertumpuk di atas meja, bahkan ditambahnya pula dengan uang perak yang tersimpan di dalam lemari. Ketika ia telah selesai dengan pekerjaannya dan menoleh kepada Siok Lan, ia melihat betapa gadis ini berdiri bagaikan patung memandang kepada dua orang itu. Wajah gadis itu memperlihatkan perasaan iba kepada mereka. Tan Hong memandang kepada mereka dan melihat bahwa kedua orang suami isteri itu mempunyai wajah yang baik dan sabar, mempunyai watak yang baik dan tidak kikir. Akan tetapi ia tidak memperdulikan semua ini dan segera memegang tangan sumoinya untuk diajak pergi dari situ. Siok Lan tidak berkata apa-apa, akan tetapi segera ikut melompat keluar dari kamar itu dengan wajah masih menyatakan tidak tega dan tidak senang. Ketika mereka tiba di luar, ia berkata kepada Tan Hong, “Tan-suheng! Betapapun juga aku tidak suka melihat pekerjaanmu ini.”

“Mengapa, sumoi?” tanya Tan Hong dengan tenang. “Kuanggap terlalu kejam!”

“Mengapa kejam? Bukankah kau sendiri yang mengusulkan tindakan itu dan totokan kita itu tidak berbahaya, dan paling lama satu jam lagi mereka akan sadar kembali tanpa menderita sakit?”

Dukungan & Donasi

Bantu kami terus update dengan memberi dukungan melalui:

BCA 7891767327
Trakteer
Post a Comment