Halo!

Kisah Si Tawon Merah Dari Bukit Heng-san Chapter 16

Memuat...

“Silakan, dan jangan sungkan-sungkan,” jawab Bwee Hwa.

Karena maklum bahwa dia berhadapan dengan seorang lawan tangguh, begitu bergerak, langsung saja Lie Hoat mengerahkan tenaga dalamnya dan mengeluarkan ilmu andalannya, yaitu Tiat-see-ciang! Kedua tangannya berubah menghitam dan setiap tamparan, pukulan atau cengkeramannya merupakan serangan maut yang berbahaya!

Akan tetapi sekali ini Lie Hoat yang berjuluk Kang-jiuw-eng (Garuda Kuku Baja) itu seolah membentur batu karang! Gadis muda itu berani menangkis dan beradu tangan dengannya dan ternyata gadis itu memiliki kedua tangan yang kini menjadi sekeras baja dan tidak kalah kuat dibandingkan kedua tangan yang mengandung ilmu Tiat-see-ciang itu!

Bwee Hwa mempergunakan ilmu mengeraskan tangan yang disebut Liap-kang Pek-ko-jiu (Membuat Tangan Keras Seperti Baja) sehingga kalau tangannya menangkis atau bertemu tangan Lie Hoat, terdengar suara berdenting seolah bukan lengan tangan dari kulit daging dan tulang yang saling bertemu, melainkan dua potong besi baja yang amat kuat!

Kemudian Bwee Hwa membalas serangan lawan dan ia memainkan ilmu silat Bi-ciong-kun (Kepalan Menyesatkan), ilmu silat yang indah namun memiliki kembangan-kembangan yang aneh sehingga membingungkan lawan.

Menghadapi gerakan-gerakan yang cepat dan juga aneh itu, Lie Hoat menjadi bingung dan pusing. Gerakan kedua tangan Bwee Hwa tak terduga dan aneh-aneh dan akhirnya gadis itu dapat mendorong pundak Lie Hoat yang membuat dia terpental jatuh bergulingan di atas tanah sehingga pakaiannya menjadi kotor semua. Biarpun dia tidak terluka sama sekali, Lie Hoat maklum bahwa kalau gadis itu berniat buruk, tentu dia akan tewas atau sedikitnya terluka berat. Maka dia lalu melompat berdiri dan memberi hormat.

“Ang-hong-cu sungguh hebat, aku mengaku kalah!” kata Lie Hoat dan dia lalu mengundurkan diri.

“Bukan main! Benar-benar luar biasa! Seumur hidupku belum pernah aku melihat seorang gadis semuda ini memiliki ilmu silat sehebat itu. Mari, mari Ang-hong-cu. Cobalah engkau memberi petunjuk untuk menambah kemampuanku yang tak seberapa ini.” Bwee Hwa mengangkat muka dan melihat seorang laki-laki yang usianya sudah sekitar enampuluh tahun, bertubuh tinggi kurus dan berjenggot panjang. Orang ini pakaiannya bersih, wajahnya kekuning- kuningan dan sikapnya halus dan sopan.

“Siapakah nama paman? Apakah paman juga pembantu Paman Gak Sun Thai?”

Kakek itu mengangguk dan menggunakan tangan kiri mengelus jenggotnya yang panjang. “Benar, Ang- hong-cu. Namaku Souw Ban Lip dan aku juga pembantu Gak-toako.”

Bwee Hwa merasa heran bagaimana kakek yang tampaknya lebih tua dari Gak Sun Thai inipun menyebut toako (kakak tertua) kepada Gak Sun Thai. Ia tidak tahu bahwa sebutan itu untuk menghormat orang yang kedudukannya lebih tinggi, walaupun usianya lebih muda. Ia memperhatikan dan melihat sebuah kantung merah yang biasanya untuk menyimpan senjata rahasia tergantung di pinggang kakek itu.

“Paman Souw, engkau hendak menggunakan senjata apakah untuk menguji kepandaianku?”

Souw Ban Lip tersenyum juga dan menepuk-nepuk kantung piauw (senjata rahasia) dan berkata. “Orang menjuluki aku Lian-hoan-piauw (Si Piauw Beruntun) dan dalam kantungku ini tersimpan duapuluh lima batang piauw. Sanggupkah engkau menghadapi semua senjata rahasiaku ini, Ang-hong-cu?”

Bwee Hwa tersenyum, dalam hati menertawakan kakek itu. Ia sendiri mendapat julukan Ang-hong-cu karena keahliannya melepaskan senjata rahasia hong-cu-ciam yang kecil dan sukar disambitkan, bagaimana mungkin ia takut menghadapi segala macam piauw yang merupakan senjata rahasia yang kasar?

“Silakan engkau melepaskan semua piauw itu. Aku tidak akan meninggalkan lingkaran ini.” Sambil berkata demikian Bwee Hwa mempergunakan ujung sepatu kirinya menggariskan lingkaran di luar tempat ia berdiri!

Ucapan Bwee Hwa ini bukan saja membuat semua orang merasa terkejut dan heran, bahkan membuat Gak Sun Thai merasa bahwa sekali ini Bwee Hwa betul-betul agak keterlaluan dalam kesombongannya. Maka dia lalu berkata, “Ini sama sekali tidak adil! Akan tetapi karena nona sendiri yang memutuskan untuk menghindarkan diri dari semua piauw yang dilepas saudara Souw Ban Lip tanpa keluar dari garis lingkaran yang nona buat sendiri, sudahlah. Akan tetapi aku harus mengambil keputusan yang adil. Engkau boleh membalas dengan senjata rahasia juga, yaitu, kalau engkau dapat mempergunakan senjata rahasia, Ang-hong-cu.”

Bwee Hwa tersenyum dan berkata kepada Souw Ban Lip, “Paman Souw, silakan mulai dengan serangan piauw-mu!” Ia berdiri dengan tenang saja seakan-akan tidak menghadapi lawan yang siap menyambitkan senjata rahasianya yang berbahaya.

Souw Ban Lip merogoh kantung piauwnya dan mengeluarkan tiga batang piauw dengan tangan kanannya. Kemudian dia berseru, “Ang-hong-cu, awas piauw-ku!”

Begitu tangannya bergerak, sinar hitam meluncur cepat sekali ke arah Bwee Hwa. Gadis itu tidak menggerakkan tubuh untuk mengelak, hanya tangan kiri-nya bergerak cepat, dan tahu-tahu piauw itu telah disambar dan ditangkap tangan kirinya. Piauw kedua dan ke tiga menyambar susul menyusul. Bwee Hwa menyambitkan piauw di tangannya, memapaki piauw kedua sehingga dua batang piauw itu bertumbukan di udara dan jatuh ke atas tanah, sedangkan piauw ketiga yang mengarah lambungnya dapat ia tangkis dengan tendangan ujung sepatunya.

Melihat betapa gadis itu dengan mudah saja dapat mematahkan serangan tiga batang piauwnya, Souw Ban Lip merasa kagum sekali akan tetapi juga penasaran. Dia cepat mengeluarkan enam batang piauw, masing-masing tangan memegang tiga batang. Begitu dia menggerakkan kedua tangannya, secara beruntun enam batang piauw itu meluncur ke arah tubuh Bwee Hwa dan yang dijadikan sasaran adalah bagian tubuh yang berbahaya.

Namun, ternyata gadis itu memiliki gerakan kaki tangan yang cepat bukan main. Bagaikan mengubah kedua tangannya menjadi empat, dibantu kedua kakinya dia dapat menangkis dengan kebutan tangan dan tertendang kaki sehingga enam batang piauw itu semua runtuh tanpa dapat melukainya sedikitpun.

Kembali enam batang piauw melayang, kini bukan lagi beruntun melainkan berbareng! Sungguh berbahaya sekali serangan enam batang piauw yang meluncur berbareng ini. Akan tetapi, dengan gerakan cepat Bwee Hwa telah melepaskan pengikat rambutnya yang terbuat dari sutera halus berwarna merah dan ketika ia mengebut-ngebutkan sutera merah itu, enam batang piauw itu semua terpukul runtuh! Padahal yang dipergunakan untuk menangkis itu hanya sehelai sutera merah tipis, namun di tangan yang disaluri tenaga sakti itu, sutera merah tadi menjadi kaku dan kuat bagaikan sebatang pedang saja.

Setelah mengukur sampai di mana kekuatan dan keampuhan daya serang senjata rahasia lawan, Bwee Hwa sengaja berdiri membelakangi lawannya! Enam batang piauw yang menyambar dari belakang itu dapat ditangkis semua dengan cara memutar kain suteranya ke belakang tubuh. Ia hanya mengandalkan pendengarannya yang sangat tajam terlatih untuk menyelamatkan dirinya. Jangankan hanya diserang piauw dari belakang, biarpun diserang dari manapun juga dan di tempat gelap gulita sekalipun, ia akan sanggup menghindarkan diri karena ketajaman pendengarannya dapat menggantikan penglihatannya.

Ketika Souw Ban Lip yang sudah putus asa itu menyambitkan piauw terakhir ke arah leher Bwee Hwa, gadis itu miringkan kepalanya dan tahu-tahu ia berhasil menggigit paiuw itu dari samping! Lalu ia meniup dan piauw itu meluncur dan menancap pada cabang pohon yang tubuh di pekarangan itu.

“Paman Souw, kepandaianmu menyerang dengan piauw sungguh tidak rendah.” Souw Ban Lip bersungut-sungut dengan wajah berubah kemerahan.

“Hemm, jangan engkau menyindir, Ang-hong-cu. Buktinya tak sebuahpun piauwku dapat menyentuh ujung bajumu. Sayang engkau tadi tidak membalasku dengan senjata rahasia sehingga tak dapat kuketahui sampai di mana kelihaianmu mempergunakan senjata rahasia.”

“Ah, jangan tergesa-gesa berkata begitu, saudara Souw. Tadi aku melihat sekelebatan tangan Ang-hong- cu bergerak dan kulihat sinar-sinar lembut berkelebat ke arahmu dengan mengeluarkan bunyi mengaung. Coba engkau periksa yang betul, jangan-jangan engkau telah terluka oleh senjata rahasia Ang-hong-cu,” kata Gak Sun Thai yang memang memiliki tingkat kepandaian lebih tinggi daripada tingkat Souw Ban Lip dan memiliki penglihatan yang lebih tajam. Souw Ban Lip terkejut mendengar ucapan itu. Tadi diapun mendengar suara mengaung lembut akan tetapi tidak merasakan sesuatu yang mencurigakan. Kini dia melihat dan memeriksa ke seluruh bagian tubuhnya untuk melihat apakah ada yang terluka, akan tetapi dia tidak menemukan sesuatu.

“Engkau mencari apakah, Paman Souw? Coba engkau periksa kantung piauwmu dan lihat dengan teliti!” kata Bwee Hwa yang tersenyum manis.

Souw Ban Lip cepat mengambil kantung piauwnya yang sudah kosong dan memeriksa dalamnya. Tiba- tiba dia berseru, “Hayaaaa!!” Setelah betseru kaget dengan mata terbelalak dan wajah pucat, dia segera menjura kepada Bwee Hwa dan berkata, “Kemampuanku menggunakan senjata rahasia tidak ada sepersepuluh bagian dari kelihaianmu menggunakan hong-cu-ciam, nona.”

Ternyata di sebelah dalam kantung piauw itu telah menancap tiga batang jarum tawon yang berjajar rapi. Kalau gadis itu menghendaki, tentu saja jarum-jarum itu akan bersarang di tubuhnya! Dia memperlihatkan jarum-jarum itu kepada Gak Sun Thai yang merasa kagum sekali.

“Ang-hong-cu ternyata bukan julukan kosong belaka. Engkau sungguh lihai, nona. Biarpun aku sudah menyaksikan dengan mata sendiri akan kelihaianmu, akan tetapi biarlah aku merasakannya sendiri. Tidak setiap hari kami dapat berjumpa dengan seorang iihai sepertimu. Karena itu aku sendiri, ingin minta petunjuk darimu.”

Gak Sun Thai lalu mencabut sepasang pedangnya.

Dukungan & Donasi

Bantu kami terus update dengan memberi dukungan melalui:

BCA 7891767327
Trakteer
Post a Comment