Kie, hingga membuat hatinya Kho Kie berdebaran-
"Ah, tidak apa, tidak apa, asal... " Kho Kie berkata tidak lampias,
"Hei, Kho toako, kau jelaskan asal apa?" Kho Kie ketawa nyengir.
Lagak-lagunya yang Jenaka ini yang membuat nona In suka kepadanya, tambahan si nona tertarik hatinya oleh riwayatnya Kho Kie yang sedih.
"Kho toa ko, jangan main-main, lekas jelaskan, asal apa sih?" sambil mengerling. "Tidak, tidak, ah, biarlah lain kali saja..."
Nona In kewalahan, ia meng kerutkan alisnya yang lentik bagus dan menatap wajahnya.
Si "Setan tanah" hingga yang diawasi menjadi tundukkan kepalanya, sebentar kemudian Kho Kie mengangkat kepalanya dan menanya. "Nona In, bagaimana kau bisa ketemu nona dan bertempur?"
"oh, iya, aku belum menuturkan padamu," jawab nona In- "Aku dengar nonaku barusan ada dalam kamarnya jenazah Ho Siangkong.Tiba tiba ada pelayan mengabarkan bahwa Lo-pocu ada mencari nonaku, maka ia dengan terburu-buru sudah meninggalkan kamar jenazah dan memesan aku menyusul belakangan, justru aku mau menyusul nonaku, aku telah berpapasan dengan nona cong."
"Aku menanyakan maksud kedatangannya ia menjawab angkuh sekali, hingga hatiku merasa tidak senang, Kita jadi bertengkar kesudahannya telah diselesaikan dengan pertempuran yang hampir hampir saja... "
Ia cukup perkataannya dengan menjura hormat sekali pada Kho Kie, mengucapkan rasa terima kasihnya, hingga Kho Kie menjadi gugup menyambutnya. "Jangan, jangan-.. buat apa mengucapkan terima kasih aku hanya... "
Ia berkata sambil tangannya diulur menyekal lengannya si nona, yang menjerit tertahan karena kesakitan itulah lengan yang terluka barusan bertempur dengan cicng ie, maka tidak heran kalau tersentuh oleh Kho Kie menjadi kesakitan-
Kho Kie tarik pulang tangannya.
"Maaf, maaf aku tidak sengaja menyentuh lenganmu yang terluka, Nona In, mari kasih aku lihat bagian mana yang terluka aku dapat mengobatinya."
Nona In tidak menjawab, hanya matanya menatap Kho Kie dan selebar mukanya menjadi merah karena merasa jengah.
Setelah melemparkan senyuman, ia enjot tubuhnya melalui tembok pekarangan meninggalkan Kho Kie yang jadi melongo dibuatnya. Nona In ketika mampir kekamamya Ho Tiong Jong dan melihat jenazahnya Ho Tiong Jong bergerak-gerak seperti mau bangun, bukan main kagetnya. Lantas saja ia melarikan diri tanpa menoleh lagi kebelakang.
Kho Kie yang jadi kebingungan karena tidak dapat melompati tembok pekarangan lalu mengeluarkan pula topi wasiatnya dan masuk kedalam tanah. sebentar lagi ia sudah berada pula didalam kamarnya Ho Tiong Jong.
"Kali ini ia kaget benar-benar, karena Ho Tiong Jong dilihatnya sudah duduk dipembaringan sambil menggerak- gerakannya tulang-tulangnya yang telah berbunyi "kretek kretek" beberapa kali. Diam-diam dalam halnya Kho Kie berkata, "Ho laote, kau mati penasaran makanya juga kau menjadi mayat hidup, Aku adalah sahabat karibmu, janganlah kau membikin ketakutan sampai mati konyol."
Ia pikir lagi, dirinya berbaju kulit kebal yang tak mempan senjata tajam atau pedang maka kalau benar-benar IHo Tiong Jong mencekik padanya, paling banyak ia mati konyol tidak sampai dirinya kena dibakar. Memikir kesini hatinya menjadi besar lagi tidak takut menghadapi mayat hidup Ho Tiong Jong.
Sebentar lagi kelihatan Ho Tiong Jong turun dari pembaringan mengulurkan tangan dan kakinya digerak-gerakan dan tubuhnya juga bergerak-gerak seperti kepegelan. Tiba-tiba terdengar ia berkata.
"Hei, aku ini sekarang berada dimana?" Kho Kie yang mendengarnya menjadi heran, matanya terbelalak.
"Dia tidak mati", katanya dalam hati, Terus ia lompat menghampiri dan berteriak. "Hei, loate, kau tak jadi mati?"
Suaranya Kho Kie menyelusup ketelinga Ho Tiong Jong yang masih dalam linglung. Perlahan-lahan ingatannya berkumpul lagi, Teriakannya Kho Kie mengingatkan ia kepada kejadian ia telah menelan pil dari nona In atas suruhannya nona Seng.
Ia pikir, dirinya ternyata tidak mati. "Hei, apakah aku ini tidak mati? Tidak mati, sebab apa?" ia berkata sendirian sambil lompat kegirangan memeluk Kho Kie. Sebentar lagi Ho Tiong Jong mendorong badannya Kho Kie dan berkata.
"Hm, Kho toako, apa barusan kau masuk ke dalam tanah? Bajumu begini dingin, bahkan masih banyak lumpurnya."
"ya memang barusan aku keluar dari tanah." jawab sang kawan sambil nyengir. Kemudian ia menceritakan pengalamannya yang barusan terjadi.
"Ho laote." katanya sebagai penutup bicaranya, "bajuku ini terbikin dari sutera ular es dari kutub utara, tak dapat robek atau di-lekati lumpur. Badanku terlindung dari goresan apapun, senjata tajam maupun peluru. Tapi ya, baju karena kelamaan akhirnya bisa robek dan hilang juga pengaruhnya terhadap lumpur, seperti buktinya sekarang kau lihat..Ha ha ha... "
Ho Tiong Jong tidak memperhatikan bicaranya sang kawan, hanya matanya berputaran melihat kesekelilingnya. Bukan main girangnya diam-diam dalam hatinya berkata "Aku tidak matinya betul
aku... "
"Bagaimana aku bisa tidak mati sesungguhnya ada suatu teka teki, Ah. Tuhan rupanya kasihan orang yang tak berdosa, aku tidak mati."
Kho Khie melihat sahabatnya seperti sedang melayang-layang pikirannya, saat itu ia ingat akan sesuatu, maka ia cepat ulur tangannya merogoh kedalam sakunya dan dikeluarkan kotak pil yang diberikan nona In kepadanya.
"Ho laote." katanya, dalam kotak ini ada sebutir pil lagi yang kau belum telan, apa kiranya kau berani menelannya."
Ho Tiong mengawasi kotak kecil itu beberapa lamanya, kemudian perlahan-lahan mengulurkan tangannya untuk menerimanya dari Kho Kie.
ia membuka, dalam mana memang masih ada sebutir lagi temannya pil yang telah ia telan, matanya mengawasi pil ajaib itu sejenak. kemudian berkata. "Kho toako apa pil ini yang tulen?."
"Ya, aku tidakjelas, menurut katanya nona In yang tulen, tapi kenyataannya sekarang kau tidak mati."
Ho Tiong Jong sudah ambil keputusan, ia tidak perduli pil itu yang tulen atau beracun, ia sudah jumput dan menelannya lagi, Kemudian ia jatuhkan diri dipembaringan, berkata kepada Kho Kie.
"Kho toako, kali ini kalau aku benar-benar mati, kau jangan bersusah hati. Soal mati hidup ada ditangannya Tuhan Yang Maha kuasa, Orang semacamku perlu apa hidup lama-lama dalam penderitaan, lebih baik mati tidak ada ceritanya lagi."
Kho Kie bengong melihat keberaniannya sang sahabat yang tanpa ragu-ragu telah menelannya pil yang masih dalam teka-teki beracun atau tidaknya.
"Ho laote." katanya. "aku harus memuji padamu yang demikian tabah sudah berani menelannya. Kalau untuk orang lain, aku berani pastikan tentu tidak berani." Ho Tiong Jong tidak menjawab, ia pejamkan matanya rebah diatas pembaringan seolah-olah ia sedang menantikan reaksinya pil yang ditelannya tadi.
Ho Tiong Jong merasa heran- Ternyata dengan menelan pil yang satunya itu bukannya ia mati, akan tetapi pelahan-lahan ia rasakan perubahan yang tidak diduga-duga dalam tubuhnya, semangatnya dirasakan tambah berlipat ganda, bukan main segarnya dan badannya dirasakan kuat sekali.
Mendadak ia lompat bangun dan berkata pada Kho Kie.
"Kho toako, pil tadi bukannya pil kematian sebab aku rasakan perubahan dalam tubuhku. Bukan saja semangatku bertambah, tapi kekuatanku juga bukan main rasanya, Badanku merasa sangat segar, yang tadi ini tentu betul Siauw hoan-tan-" Kho Kie yang nendengarnya pun merasa girang.
"Kalau begitu, coba kau mainkan ilmu pukulan tangan kosong yang aku ajari padamu." katanya pada sianak muda. Ho Tiong Jong menurut.
Kho Kie setelah melihat Ho Tiong Jong habis memainkan ilmu pukulannya menjadi putus asa, karena dilihatnya Ho Tiong Jong tidak mendapat kemajuan apa-apa. Hanya semangatnya saja betul tampak berubah banyak.
Maka ia pikir, pil itu hanya untuk menipu orang saja, tidak ada faedahnya.
"Pil itu sudah lama disimpan-" kata Ho Tiong Jong, "mungkin kasiatnya sudah lumer. sebab menurut katanya nona In pil ini kalau dimakan kita akan mendapat keuntungan seperti juga kita sudah berlatih tenaga dalam puluhan tahun lamanya."
Kho Kie tidak menjawab, Kedua-duanya terdiam beberapa lama, kemudian Kho Kie yang membuka suara mengajak Ho Tiong Jong untuk meninggalkan kamar jenazah itu.
"Tapi toako" kata IHo Tiong Jong, "bagaimana aku bisa pulang ke benteng karena mereka menganggap aku ini sudah mati? Aku pikir, biarkan saja mereka menganggap aku sudah mati, Kelak kemudian hari aku dapat malang melintang didUnia kangouw dengan nama baru, tentu saja sebelumnya ini aku harus mencari dahulu suhu yang berkepandaian tinggi."
"Baiklah," kata Kho Kie setelah berpikir sejenak "cuma aku harus mengambil buntelanku dan golokmu dahulu di benteng kita baru bersama-sama melarikan diri dari sini. orang lihat aku berlalu sendirian, mereka tentu tidak curiga aku melarikan jenazahmu, bukan?"
Ho Tiong Jong setuju dengan pikirannya sang kawan-Mereka lalu keluar dari kuil Po-im yan-
Setelah melewati rimba bambu, IHo Tiong Jong sembunyi dibawahnya sebuah pohon besar, sedang Kho Kie meneruskan langkahnya menuju ke benteng.
Ho Tiong Jong menengadah ke langit yang diterangi oleh sinarnya bintang-bintang. Malam itu ada demikian sunyi, hingga pikirannya jadi melayang-layang kemasa lampau yang terus terusan hidup menderita kesedihan-
Dalam keadaan termenung-menung demikian, ia tidak berasa ada dua bayangan yang mendekati kepadanya. Kapan mereka itu perdengarkan suara ketawanya yang aneh, barulah Ho Tiong Jong menjadi kaget.
Ia berpaling kebelakang dan dilihatnya ia punya musuh tampak berdiri dihadapannya. Mereka itu ada "Sepasang orang ganas" Teng Hong dan Lauw cica Teng.