Golok Sakti Chapter 18

NIC

Pikirnya, "Betul- betul peristiwa dalam dunia ini tak dapat diduga-duga, Kawan karibnya yang segar bugar mengadakan telah mati, bagaimana akan terjadi dengan dirinya sendiri? Semua kejadian orang alami seperti dalam mimpi saja.

Saat ia dalam berduka demikian, tiba-tiba ia mendengar ribut ribut dikamarnya Ho Tiong Jong. Kiranya kesitu sudah datang orang-orang yang mengurus kematian, hendak mengangkut mayatnya Ho Tiong Jong.

Mereka dikepalai oleh seorang bernama Ie Yong dengan julukan si Rajawali Botak. Kepalanya botak klimis, tapi ia bertenaga besar dan ilmunya ada "Eng-jiauw-kang" suatu ilmu mencengkeram yang ganas dan terkenal dalam kalangan kangouw.

Ketika Ie Yong masuk ke kamar Ho Tiong Jong, lantas bikin pemeriksaan mayat, kemudian menyuruh dua orang sebawahannya mengambil usungan untuk mengangkut mayat pindah kekuil Po-im-yan yang terletak dibelakang rumah penginapan tamu itu.

Kepada yang lainnya ia menyuruh supaya mengambil peti mati yang belum jadi di gudang nomor dua, menyuruh tukang kayu untuk menyelesaikannya cepat-cepat.

Ketika Ie Yong mengulurkan tangannya membuka selimut yang menutupi wajah IHo Tiong Jong, tiba-tiba ia berkata pada dirinya sendiri "Ah, sungguh sayang orang begini cakap telah mati mendadak Entah apa.yang dia sudah makan sehingga menemukan ajalnya begini? Betul-betul

lucu... "

Sampai disini ia berhenti, karena dua orang yang disuruh membawa usungan sudah tiba untuk mengangkut mayatnya Ho Tiong Jong, Letaknya kuil Po im-yan kira-kira setengah lie dari rumah penginapan tamu, Disitu terdapat rimba bambu, Menurut kebiasaan orang yang mati lantas ditanam, malah petinya disiapkan juga ada peti yang bagus dan mahal harganya, ia betul-betul merasa heran ia hanya menurut perintah dari nona Seng saja.

Sebenarnya ia banyak mengetahui segala rahasia dalam benteng itu, Misalnya kedatangan Ho Tiong Jong yang mendapat sambutan lain daripada tetamu yang lainnya, kemudian kamarnya dipindahkan kekamar yang sekarang, juga yang memberi kuda dan golok serta pakaian baru pada Ho Tiong Jong ia tahu ada perintah nona Seng, tapi ia tak mau membocorkan rahasia ini kepada yang lainnya.

Hanya kematian Ho Tiong Jong yang mendadak ini benar-benar ia dibikin tidak habis mengerti, mengingat perhatiannya nona Seng ada demikian besar pada anak muda itu.

Dilain pihak Kho Kie yang sedang dalam kedukaan tiba-tiba dipanggil oleh Keng Jie untuk menghadiri perjamuan-

Kho Kie mengikuti Keng Jie, ketika sampai diruangan perjamuan, ia nampak banyak pendekar sudah pada hadir dengan roman yang angker. ia tidak ambil pusing semua ini, hanya terus nyelonong mencari tempat duduk.

Sebentar kemudian ketika ia mengangkat kepalanya, ia lihat diantara yang hadir ada beberapa imam dari Kongtong-pay, Im yang Siang-kiam Kong Soe Jin dan Kon Soe Tek diri Ngo biepay, Kauw Seng Ngo dan Hong Siang Ju dari Kun-lun-pay, kemudian murid-murid dari Siluman Khoe Tok ialah Song Boe Kie, oet ti Kang dan oet-ti-kun- Li losat juga tidak ketinggalan, iblis wanita cantik yang banyak menarik perhatian,

Yang duduk dikursi sebelah kanan tuan rumah adalah seorang paderi tua teman karibnya Lo Pocu ( majikan tua ) Seng Eng yang dikenal dengan nama Pek-Boe Taysu, disebelah kirinya seorang nikow (paderi wanita) ceng Bice Sian-kow berumur kira-kira empat puluh tahun, lalu orang-orang dari oei-san-pay Him Toa Ki danTlong le serta dua padri Tibet bernama Pua Dho Ka dan Li Dho.

Selainnya ini, banyak hadir pemuda pemudi yang Kho Kie tidak kenal semuanya kelihatan gagah, cantik dan tampan- Murid-murid dari orang bukan sembarangan-

Boleh dikata para hadirin disitu campur aduk dari golongan jalan putih dan hitam, jadi ada mengunjukkan luasnya pergaulan Seng Eng sebagai majikan dari benteng Seng ke-po, cong le yang melihat Kho Kie wajahnya seperti bersedih dan tidak melihat munculnya Ho Tiong Jong, hatinya berCekat ingin ia menanyakan pada Kho Kie, tapi sayang ia tidak ada tempo, karena matanya saat itu saling melotot dengan Tok-it Tojin dari Kong-tong-pay .

Rupanya diantara partai Kong-tong dan oei-san ada terbit ganjelan yang berlarut-larut, makanya juga kehadiran wakil-wakil kedua partai disitu telah menampakkan rasa bencinya masing-masing.

Lo-pocu Seng Eng tampak berseri-seri diantara banyak tetamu yang berisik bercakap-cakap satu dengan lain, tampaknya ia gembira sekali melihat kehadiran begitu banyak tetamu.

Sayang Seng Giok Cin, puterinya, tidak turut muncul. Kalau tidak. tentu nona yang sangat cantik itu akan menjadi sasarannya mata semua pemuda yang ada disitu.

Tapi para pemuda itu tidak usah terlalu kecewa karena ada gantinya Kim-Hong Jie putri kesayangan dari majikan benteng Kim-hong-po.

Usianya Kim Hong Jie kira-kira tujuhbelas tahun, parasnya cantik luar biasa, Yang menjadi ciri yang menyolok adalah sujennya di-pipinya yang botoh. Semang kin ia tertawa sujen itu semakin dekik, mempesonakan dan menawan hati yang melihatnya.

Kim Hong Jie adalah nona cilik yang pada lima enam tahun yang lalu menangis ditepi sawah, menangisi bonekanya yang kecemplung kedalam sawah dan Ho Tiong Jong yang menolong mengambilkan barang mainannya itu. sebagai jasa untuk pertolongan itu Ho Tiong Jong mendapat dua belas jurus ilmu golok keramat dari ayahnya Kim Hong Jie.

Hanya sayang anak muda itu tinggi hati, ia tidak mau balik kembali kerumahnya Kim Hong Jie setelah lewat satu bulan yang dijanjikan, Kalau tidak ia sudah mahir dengan tiga belas jurus semuanya ia boleh menjagoi dikalangan Kang-ouw.

Para hadirin berhenti bercakap-cakapnya ketika Lo-pocu Seng Eng sebagai tuan rumah berdiri angkat bicara. Dalam pidatonya ia mengucapkan terima atas perhatian para tetamu yang datang hadir, kemudian ia memperkenalkan satu demi satu sekalian tetamu-nya agar masing masing dapat mengenal satu dengan lain dalampibu (adu silat) nanti.

Ia mohon maaf padapara tamu kalau ada sesuatu pelayanannya yang tidak menyenangkan Kemudian ia mempersilahkan sekalian tetamunya untuk makan minum sepuasnya dalam perjamuan itu menjelang esok hari pibu di adakan.

Sebagai penutup bicaranya Seng Eng telah memberitahukan syarat-syarat dalam pibu nanti. Untuk memimpin pibu ini ditetapkan mengangkat tiga Taycu masing-masing Teng cu ada wakilnya semuanya menjadi enam orang.

orang yang berminat pibu diatas luithay (panggung berkelahi), pemuda harus menghadapi wakil Taycu kesatu, bertanding dengan tangan kosong. Kalau kalah boleh turun panggung, tapi kalau dalam tiga puluh jurus masih belum kalah, boleh maju untuk menghadapi wakil Taycu kedua dan bertanding dengan menggunakan senjata.

Kalau dalam dua puluh jurus dapat menjatuhkan wakil Taycu itu, seterusnya boleh maju ketemu dengan Taycu sendiri, Menghadapi Taycu orang boleh sesukanya memilih pertandingan, dengan tangan kosong atau senjata, juga boleh menggunakan senjata gelap.

Syaratnya, pertandingan dengan tangan kosong atau menggunakan senjata ditetapkan dalam lima belas jurus berhenti, tak perduli pertandingan masih berjalan berimbang, Tapi kalau menggunakan senjata gelap. harus berjanji dahulu dalam gerakan beberapa yang menentukan kalah menangnya.

Pada siapa yang keluar sebagai pemenang, tuan rumah berjanji akan menghadiahkan apa-apa sebagai tanda kenang-kenangan untuk kegagahan dari orang yang bersangkutan"

Semua hadirin paham dengan syarat-syarat yang disebutkan tuan rumah, tapi mereka menghadapi teka-teki, apakah diantara tiga Taycu itu ada terdapat tuan rumah sendiri?

"Lohu pikir," kata pula tuan rumah, "semua syarat yang disebutkan tadi dapat di-setujuinya oleh para sahabat, cuma yang paling penting adalah pertandingan terakhir, harap sekalian sahabat suka mengeluarkan kepandaiannya yang istimewa untuk menggembirakan para kawan yang menontonnya."

Pidato tuan rumah mendapat sambutan tepuk tangan riuh rendah dari para hadirin-Mereka kemudian sambil bersenda gurau melanjutkan pestanya dengan gembira sekali. Terdengar pula Lo-pocu Seng Eng berkata.

"Anak perempuanku saat ini masih ada sedikit urusan maka ia belum dapat datang Baiknya kalian adalah orang-orang sendiri,aku pikir semuanya tidak akan menyalahkan kepada kami berdua."

Kim Hong Jie mendengar ini kelihatan bersenyum manis, sujennya yang menyolok menggiurkan siapa yang melihatnya, menambah kejelitaannya.

"Seng sick-sick, apa tidak lebih baik lekas-lekas panggil encie Seng keluar untuk menghadiri perjemuan? Sore tadi aku hanya sebentar saja bercakap cakap dengannya dan mendapat tahu kalau encie Seng berkepandaian sastra dan silat sangat sempurna sukar orang mencari kepadanya."

"Betul, betul." menimbrung nona Lauw Eng dari Kauw ke chung di Kim leng. "Sick sick harap menyurut orang untuk mengundang dia datang tiba aku ingin sekali berkenalan dengannya."

Saat itu tiba-tiba ada orang datang mendekat Seng Eng bicara bisik bisik dikupingnya.

"Ha ha ha ha . ..." tertawa Seng Eng, sambil mengurut-urut jenggotnya yang bagus " Kebetulan lohu ada urusan masuk kedalam biarlah lohu akan memanggilnya dia keluar untuk berjumpa dengan kalian-"

Setelah berkata, ia berbangkit dari tempat duduknya dan ngeloyor masuk.

Melihat tuan rumah tidak ada ditempatnya, ceng Ie dan it Tok Tojin kembali saling pandang dengan mempelototkan matanya masing-masing. Keduanya kelihatan bernapsu untuk bertempur, cuma saja tidak baik disitu banyak tetamu dan malu hati terhadap tuan rumah, yang tentu tidak mengijinkan mereka bertempur begitu saja.

Sebentar lagi tampak cong Ie meninggalkan tempat duduknya dan menghampiri pada Kho Kie ia menanya.

"Hei, Kho toako, kau sendirian saja? Mana Tiong Jong?"

Kho Kie unjuk muka lesu, ia tak lantas menjawab, hanya menatap wajahnya nona cong yang cantik.

"Toako, kau kenapa?" desak si nona. melihat Kho Kie seperti yang ragu-ragu untuk berbicara.

Sebelum Kho Kie dapat membuka mulut menjawab, tiba-tiba terdengar suara tertawa gelak-gelak diantara tiga muridnya siluman Khoe Tok.

Mereka kelihatan iri hati melihat si nona seperti yang sangat memperhatikan sekali atas dirinya Ho Tiong Jong, itu pemuda yang ia incar mau dianiayainya.

"Nona cong... " kata oet-ti Koen mengejek. "itu siorang she Ho sudah mati, apa kau belum pergi sembahyang didepan peti matinya? Ha ha ha..." ciong Ie terkejut sekali mendengarnya.

Ia tidak ambil perduli kata katanya oet-ti Koen yang mengejek hatinya saat itu tergetar oleh kabar kematiannya Ho Tiong Jong, "Dia mati... " ia mendumel setelah bengong sejenak. Kemudian ia mengawasi pada Kho Kie. "Kho toako, apakah benar engko Ho ma...?"

Posting Komentar