Dendam Si Anak Haram Chapter 18

NIC

“Berani apa? Dia hanya gila-gilaan nekat, biar dipuji orang banyak, terutama sekali biar dipuji siokhu. Hemm, perbuatannya ini benar-benar merendahkan nama besar keluarga Bu!” kata Liu Kong maraba.

“Eh, kenapa ayah membolehkannya? Selain pelayan dia.... menurut ayah.... dia tidak punya ayah. Bibi Ciok Kim masih gadis... ketika mengandung..?”

“Anak haram...??!” Liu Kong memotong ucapan Siang Hwi, suaranya agak keras sehingga mengherankan semua orang.

“Ssssttt...!” Kwee Cin memperingatkan suhengnya. Sedikit percakapan itu menusuk hati Kwan Bu. Bohong mereka, pikirnya. Dia anak haram? Akan tetapi karena Ya Keng Cu sudah bicara lagi, ia terpaksa mencurahkan perhatian kepada lawan ini.

“Bagus, kalau engkau memang bukan orang luar, engkau pelayan keluarga Bu.” Memang hati tosu ini lega. Andaikan Pat-jiu Lo-koai hadir dan bersembunyi, kakek gendut itu tentu tidak akan dapat campur tangan, sebagai orang luar.

“Nah, bocah tolol, apakah kau minta mampus? Kau mau bicara apa menengahi urusan kami dengan majikanmu?”

“Totiang, agaknya kau yang sudah tua sekarang sudah mulai pikun. Lupa lagikah kau akan janji sepuluh tahun yang lalu? Nah, aku sudah memenuhi janji!” Tosu itu melotot marah.

“Omong kosong! Aku berjanji dengan Pat-jiu...” Tosu itu menahan ucapannya karena teringat bahwa kata-kata itu seperti menantang si kakek gundul dan kalau dia berada di situ, bisa berabe!

“Hemm, sama saja, totiang. Aku yang datang untuk memenuhi janji itu. Aku mewakili beliau.” Sementara itu Kam Tek dan Gan lt Bong dua orang di antara Sin-to Chit-hiap sudah tidak sabar lagi menyaksikan betapa Ya keng Cu melayani seorang pelayan untuk berdebat!

“Totiang, untuk apa berbicara dengan anjing ini? Biar kuhabiskan dia sekarang juga!” kata Kam Tek mencabut golok besarnya. Kam Tek bukan seorang penjahat yang bisa menghina orang, akan tetapi karena dalam urusan ini ia menganggap keluarga Bu penjilat-penjilat kaisar yang harus dibasmi, maka ia menganggap pelayan inipun bukan orang baik-baik. Ia dan Gan lt Bong khawatir kalau-kalau keluarga Bu mengatur jebakan, apalagi kalau dilihat betapa banyaknya tamu keluarga Bu yang hadir di situ.

“Benar, tidak ada gunanya totiang mengajak dia bicara. Biar kubunuh saja dia!” kata pula Gan lt Bong, juga mencabut golok untuk menakut-nakuti agar pelayan tolol itu segera lari kabur. Andaikata pelayan itu lari pergi, mereka berdua inipun juga tidak akan mengejarnya dan tentu akan senang hati mentertawakannya. Akan tetapi Kwan Bu sama sekali tidak lari pergi, bahkan sedikitpun tidak takut. Namun, untuk menyenangkan hati dua orang kasar itu, ia pura-pura ngeri melihat golok yang besar- besar itu dan ia berkata,

“Aku bukan anjing. Kalau kalian sudah ketagihan daging anjing, biar nanti kuberikan anjing hitam yang buduk, boleh kau sembelih. Eh, totiang, apakah mereka ini jagal-jagal anjing?” Kembali terdengar orang di sana sini tertawa. Ya Keng Cu sendiri tentu saja merasa enggan untuk turun tangan menghajar seorang pelayan, akan tetapi dia bukanlah seorang bodoh. Ya Keng Cu adalah seorang tokoh kang-ouw yang berpengalaman. Melihat sikap pelayan ini yang amat berani, ia menghubungkannya dengan Pat-jiu Lo-koai dan menduga bahwa tentu ada sesuatu yang membuat pemuda pelayan ini sedemikian beraninya. Maka ia lalu berkata kepada kedua orang bergolok itu.

“Boleh kalian robohkan dia, tak perlu dibunuh.” Kam Tek maju dan mengamang-amangkan goloknya kepada Kwan Bu. Kwan Bu mundur-mundur seperti orang ngeri, tubuhnya agak berjongkok, pantatnya meruncing, matanya melotot,

Sikapnya membuat para tamu menyeringai, setengah geli setengah khawatir. Kam Tek yang mendengar perintah tosu itu lalu melangkah maju, goloknya menyambar dari kanan ke kiri menyerampang kaki pemuda itu. Dia pun seorang diantara Sin-to Chit-hiap tentu saja enggan membunuh seorang pelayan. Ia menyerang hanya untuk melukai kaki Kwan Bu saja. Melihat serangan ini, Kwan Bu meloncat dengan gaya ilmu silat majikannya, meloncat mundur tapi terhuyung-huyung hampir jatuh sehingga biarpun ia berhasil menyelamatkan kakinya, ia kellihatan lucu sekali. Para tamu yang tadinya khawatir, menjadi tertawa geli, Kwan Bu yang meloncat mundur kini dalam posisi jongkok, membalikkan tubuh berkata kepada Siang Hwi yang duduk tak berapa jauh.

“Nona, kau tolonglah, kalau ada gerakanku yang keliru, kau beritahu!”

“Awas, Kwan Bu...!” Siang Hwi berteriak melihat golok sudah menyambar, sedangkan pemuda itu masih berjongkok.

Tentu saja Kwan Bu maklum akan sambaran dari belakang ini, namun ia sengaja mendiamkan saja dan baru setelah Siang Hwi berteriak, ia lalu membuat gerakkan mengelak dengan cara menggelundung. Biarpun kaku, Siang Hwi dan dua suhengnya melihat jelas bahwa itu adalah jurus ilmu silat mereka bernama “Trenggiling Menggelundung Keluar Sarangnya”. Golok yang sudah dekat sekali dengan pundak Kwan Bu, kembali luput bahkan kini mengenai lantai sampai muncrat bunga api. Kam Tek penasaran bukan main. Dia seorang Sin-to (Golok Sakti) dua kali menyerang pelayan ini sampai gagal. Ah, tidak mungkin! Ia menerjang lagi dan sibuklah Kwan Bu mengelak ke sana ke mari dan melihat ini, Siang Hwi pun sibuk memberi petunjuk-petunjuk sampai bibirnya bergerak-gerak terus saking capainya ia menyebutkan jurus-jurus untuk Kwan Bu.

“Ouw-yan-hoan-sin (Burung Walet Hitam Membalik)! Kim-le-coan-po (Ikan Emas Terjang Ombak)! Koai-liong-ciong-thian (Siluman Naga Terjang Langit)!!” Repot juga Kwan Bu, akan tetapi karena gerakan-gerakannya yang memang kaku dan aneh, malah luar biasa sekali membingungkan Kam Tek. Apalagi ketika beberapa kali ia merasa seakan-akan goloknya menyeleweng sendiri, seperti ada tenaga tak tampak yang membuat goloknya tidak menurut perintah tangannya, benar-benar membuat ia bingung dan penasaran!

Sementara itu melihat lagak Kwan Bu seperti Kauw-ce-thian (si Raja Monyet) berjungkir balik meloncat ke sana kemari dengan gerakan-gerakan lucu, akan tetapi selalu dengan tepat dapat mengelak, para tamu bersorak-sorak dan bertepuk tangan. Tentu saja semua tamu memihak Kwan Bu yang mereka tahu memebela tuan rumah. Sementara itu, diam-diam Bu Keng Liong terkejut bukan main. Pandang matanya jauh lebih tajam daripada Siang Hwi. Ia melihat sesuatu yang aneh di dalam gerakan-gerakan Kwan Bu, gerakan yang sempurna tapi sengaja dibikin kaku! Dan melihat pula betapa jari-jari tangan Kwan Bu kadang-kadang menyentil ke arah golok yang tiba-tiba saja menyeleweng!

“Siang Hwi, jangan ribut, diam saja kau!” bentaknya. Mendengar bentakan ayahnya, Siang Hwi diam, dan memang mulutnya juga sudah cape. Kwan Bu tertawa.

“Heh-heh-heh, si jagal anjing yang satunya lagi mana? Majulah agar aku dapat sekaligus merobohkan kalian. Heh-heh!” Golok Kam Tek menyambar dan Kwan Bu meloncat.

“Haaaiiittt, Hampir kena, tapi luput!” Penonton bersorak dan Kam Tek makin beringas. Melihat keadaan saudaranya ini, Gan It Bong berteriak keras dan goloknya menyambar, tepat dari kiri pada saat golok. Kam Tek menyambar dari kanan. Kedua golok itu merupakan gunting besar yang menggunting tubuh Kwan Bu dari atas bawah, kanan kiri! Kedua orang Sin-to ini sekarang tidak lagi main-main, tidak lagi bermaksud melukai, melainkan bermaksud membunuh!

“Hayaaa! Berbahaya sekali... tapi luput!” Tubuh kwan Bu secara aneh melejit dan bebas dari guntingan kedua golok, akan tetapi anehnya, kedua golok itu menyeleweng dan tahu-tahu bertemu sendiri dengan kawannya.

“Cringgg...!” Bunga api muncrat ke sana-sini menyilaukan mata.

“Wah-wah, jangan berebut, dong! Dagingku cukup banyak, tak usah berebutan, sedikit-sedikit asal adil!” Kwan Bu ngoceh terus membuat dua orang itu makin marah. Ketika kembali kedua golok menyambar, Kwan Bu merebahkan diri dan menggelinding. Di dalam dunia persilatan, tidak ada gerakan menggelinding seperti ini, rebah begitu saja lalu menggelinding pergi. Namun nyatanya, ia kembali dapat membebaskan diri.

Posting Komentar