Agaknya Phang Lok kini telah teringat dan dapat menduga siapa adanya pemuda ini
Perasaan kaget dan khawatir itu ditutupinya dengan keberanian dan kekasarannya
"Ah, kiranya engkau bocah setan itu? Hemm, engkau sudah dewasa sekarang!! Nah, mau apa engkau datang mencari aku?" Sepasang mata Cin Han mencorong penuh kemarahan
"Phang Lok, manusia keji, perbuatan yang kau lakukan di dalam gubuk itu pantas dihukum dengan hukum mati!!" "Hemm, siapa yang akan menghukum aku? Hah, bocah sombong! Majikanku memberikan wanita itu menjadi isteriku, apa salahnya kalau aku menidurinya? Engkau mau apa sekarang?" "Mau mencabut nyawamu!" bentak Cin Han
Phang Lok adalah seorang kasar yang mengandalkan tenaga besar, maka dengan marah diapun mendahului Cin Han, menerjang maju dengan kedua lengan dibuka, seperti seekor biruang marah melakukan serangan terhadap lawannya
Namun, tentu saja gerakan serangan ngawur itu dengan mudah dapat dihindarkan oleh Cin Han yang menggeser tubuh ke samping dan sekali kakinya bergerak, kedua tulang lutut Phang Lok sudah tercium ujung sepatu dan tak dapat dicegah lagi tubuh Phang Lok terpelanting! Akan tetapi, orang ini memiliki tubuh yang kuat dan begitu terpelanting, dia meloncat bangun lagi dan menyerang semakin sengit
Cin Han menyambutnya dengan tamparan dua kali dari kanan kiri dan kembali tubuh tinggi besar itu terjatuh
Ketika dia bangkit lagi, kedua pipinya bengkak dan dari ujung mulutnya keluar darah
Akan tetapi dia tidak menjadi gentar dan terus menubruk lagi, disambut tendangan kaki Cin Han yang membuatnya terpelanting untuk ketiga kalinya
Dengan nekat Phang Lok menyerang terus, akan tetapi dia dihajar oleh Cin Han sampai jatuh bangun dan babak belur
Tentu saja semakin lama, kepalanya menjadi semakin pusing, tenaganya berkurang dan ketika dia terbangun, dia sempoyongan
Mukanya sudah bengkak-bengkak dan melihat keadaan Phang Lok, isterinya dan anaknya menangisinya dan memeluknya
Isteri Phang Lok lalu menjatuhkan diri berlutut di depan kaki Cin Han
"Kongcu, ampunilah suamiku
ampunilah dia
!" Cin Han berdiri seperti patung, Tadinya dia mengira bahwa Phaog Lok adalah orang yang amat jahat, yang dibenci oleh semua orang
Akan tetapi kini, dia melihat betapa isteri
Phang Lok minta-minta ampun untuk suaminya, dan betapa anaknya merangkul dan menangisinya! Dan keadaan mereka demikian miskinnya! Kalau dia membunuh Phang Lok, lalu bagaimana dengan kehidupan anak isterinya ? Pula, orang ini tidak dapat terlalu disalahkan ketika memperkosa ibunya
Bukankah, cocok dengan keterangan Nyonya Lui, ibunya itu diberikan kepada Phang Lok untuk menjadi isterinya? Phang Lok memaksa menggauli ibunya, sebagai seorang suami menggauli isterinya, dan dia tahu bahwa pada waktu itu Phang Lok dalam keadaan mabok
"Phang Lok, katakan siapa yang telah membunuh ayah kandungku ? Katakan sejujurnya, atau aku tidak hanya akan membunuhmu, akan tetapi juga akan membunuh anak isterimu !" Seketika pucat wajah Phang Lok mendengar ancaman ini
Dia tahu bahwa pemuda ini lihai bukan main dan dia tidak berdaya melawannya
Dan mendengar ancaman bahwa anak isterinya akan dibunuh, tiba-tiba saja lenyaplah semua keberanian dan kenekatannya
Dia lalu berlutut dan suaranya seperti orang menangis ketika dia berkata
"Kongcu
jangan
jangan bunuh anak isteriku, mereka tidak berdosa
ampunkan mereka
" Dia meratap
"Katakan sebenarnya, siapa membunuh ayah kandungku!" Cin Han membentak dengan suara mengandung ancaman
Dengan suara agak gemetar karena masih ketakutan kalau-kalau anak isterinya akan dibunuh pemuda itu, Phang Lok menjawab, "Yang membunuh ayahmu adalah isterinya sendiri
Isterinya ingin menguasai Lui Tai-jin, maka suaminya diracuni
Aku sendiri yang melihat dia membuang sisa racun dalam botol, dan ada beberapa orang pelayan lain
Karena itu, untuk mencegah hal itu teisiar di luaran, Lui Tai-jin memaksa wanita itu
eh, ibumu
untuk menjadi isteriku
" "Desss
" Cin Han menendang dengan keras dan Pnang Lok terlempar, lalu terbanting keras dan pingsan
Cin Han menekan perasaannya
Kiranya memang benar, ibunya yang telah membunuh ayahnya sendiri
Dan agaknya, karena 'tidak' berhasil menguasai Lui Tai-jin dan karena penyesalan mungkin setelah membunuh suami sendiri, kemudian karena diperkosa Phang Lok, semua perasaan itu sang membuat ibunya membunuh diri, karena penyesalan, karena kecewa, karena malu
Phang Lok tidak dapat terlalu disalahkan, dan di situ terdapat anak isterinya yang kini meraung-raung menangisi tubuh yang pingsan itu
Diam-diam Cin Han lalu meloncat pergi meninggalkan tempat itu
Sungguh aneh
Setelah kini dia pergi meninggalkan Wan-sian, hatinya terasa ringan bukan main
Tidak lagi ada dendam membebani batinnya
Ayahnya sudah mati dan yang membunuh adalah ibunya sendiri
Sudahlah
Ibunya juga sudah menerima hukuman atas dosanya dan ibunya sudah meninggal pula
Itupun sudah selesai
Lui Taijin juga sudah menderita sengsara lahir batin, mungkin karena hukuman Thian, demikian pula Phang Lok hidup dalam keadaan miskin, dan diapun sudah menghajarnya
Semua itu cukup sudah
Tidak ada lagi dendam, tidak ada hutang piutang dan Cin Han merasa betapa Iringan hatinya
Hanya ada satu hal yang selalu menjadi ganjalan hatinya, membuatnya gelisah dan bingung
Yaitu kalau terbayang wajah Kim Eng!
Dia selalu menarik napas panjang karena hatinya seperti ditusuk kalau dia teringat kepada Kim Eng
Dia mencinta gadis itu, tidak salah lagi! Akan tetapi kenyataan membuktikan bahwa dia harus berdiri sebagai musuh dari gadis itu
Setidaknya, dia pernah datang untuk membunuh ayah gadis itu! Betapa Kim Eng tentu amat membencinya! Dan inilah yang menyedihkan hatinya, Dibenci oleh gadis yang dicintanya, satu-satunya gadis yang pernah di-cintanya! Teringatlah dia kepada Kim Cong Bu dan Ciu Lian Hwa
Merekalah dua orang yang terdekat dengannya di saat itu
Bagaimanapun juga, mereka berdua adalah kawan-kawannya ketika mereka masih berada di kuil, walaupun hubungannya dengan mereka tak dapat dibilang akrab
Akan tetapi, bukankah kedua orang teman itu pernah berpamit ketika meninggalkan kuil dan mengatakan agar dia suka mengunjungi mereka di Tongan? Teringat kepada mereka, dengan hati gembira Cin Han lalu pergi mengunjungi kota Tong-an di Propinsi Secuan selatan
Kota ini cukup besar dan bersih
Setelah tiba di kota itu, Cin Han memilih sebuah kamar di hotel yang sederhana namun bersih, dengan sewa kamar yang tidak mahal
Dia merasa berterima kasih sekali kepada Hek-bin Lo-han, gurunya yang telah memberinya sekantung uang emas, untuk bekal perjalanan
Tanpa bekal itu, dia tidak tahu, bagaimana dia akan dapat melakukan, perjalanan tanpa mencuri atau merampok yang amat dilarang oleh gurunya
Pada keesokan harinya barulah dia pergi berkunjung ke rumah Kim Cong Bu
Dia telah melakukan penyelidikan di mana adanya rumah ayah pemuda itu, yaitu Komandan Kim yang amat terkenal di kota Tong-an
Kim ciangkun (Perwira Kim) adalah kepala atau komandan keamanan kota Tong-an, maka ketika dia melakukan penyelidikan, semua orang tahu belaka di mana rumah Kim-ciangkun
Sampai lama Cin Han berdiri, di luar pintu gerbang pagar tembok rumah gedung yang megah itu
Dia merasa rendah diri dan bimbang melihat betapa gedung itu besar dan megah, dan di depannya terjaga oleh beberapa orang perajurit
Akan tetapi mengingat bahwa Cong Bu dahulu minta kepadanya agar suka berkunjung, diapun membesarkan hatinya dan melangkah menghampiri gardu penjagaan di dekat pintu gerbang
Dua orang perajurit segera keluar menyambutnya dan dengan pandang mata penuh selidik bertanya siapa dia dan apa keperluannya
"Saya bernama Bu Cin Han, seorang teman dari kongcu (tuan muda) Kim Cong Bu ketika dia masih belajar di dalam kuil di puncak Bukit Mawar
Harap suka sampaikan kepadanya bahwa saya datang berkunjung seperti yang dipesankan ketika dia meninggalkan kuil
" Cin-Han dipersilakan menanti dan seorang di antara para penjaga itu lalu pergi melapor ke dalam
Tak lama kemudian diapun datang dan Cin Han dipersilakan masuk dan diantar oleh seorang perajurit ke ruangan tamu di mana dia ditinggalkan seorang diri dan dipersilakan duduk menunggu
Cin Han merasa makin rendah diri ketika memasuki ruangan itu
Sebuah ruangan yang luas dan dilengkapi prabot ruangan yang serba mewah, dengan hiasan dinding berupa lukisan-lukisan dan tulisan-tulisan indah
Alangkah mewah dan kayanya orang tua Kim Cong Bu, pikirnya
Bahkan tempat itu lebih mewah dari pada gedung milik Jaksa Lui di Wan-sian dahulu
Tentu orang tuanya berkedudukan, tinggi dan amat kaya, pikir Cin Han
Tanpa disadarinya, dia membandingkan keadaan pemuda itu dengan keadaan dirinya sendiri dan dia merasa semakin rendah diri
Dia seorang pemuda yatim piatu, tidak mempunyai tempat, tinggal dan tidak mempunyai apa-apa!! Kalau, tidak gurunya yang memberi bekal uang, tentu dia sekarang telah menjadi seorang jembel, gelandangan tanpa tempat tinggal
Mengapa kita selalu, membandingkan diri sendiri dengan mereka yang lebih tinggi dari pada kita? Lebih pandai, lebih kaya, lebih tinggi kedudukannya, dan segala yang serba lebih lagi
Membandingkan diri dengan mereka yang berada diatas mendatangkan kecewa, rendah diri, dan juga iri hati
Kalau kita selalu memandang ke atas, kitapun kehilangan kewaspadaan dan kaki kita mudah tersandung! Mengapa kita tidak mau memandang ke bawah, melihat kenyataan dan melihat betapa di bawah kita masih jauh lebih banyak lagi terdapat mereka yang segalanya serba kurang dibandingkan dengan kita?
Kalau kita selalu memandang ke bawah, maka sudah sepatutnya kita berterima kasih kepada Yang Memberi Hidup, karena keadaan kita masih merupakan berkah
Lebih tepat lagi, dapatkah kita memandang segala sesuatu, menghadapi segala sesuatu tanpa membandingkan dengan apapun juga, melainkan menghadapinya seperti apa adanya? Suara langkah yang datang dari dalam menyeret kembali Cin Han dari dunia lamunan
Dia mengangkat muka menyambut munculnya, orang dari pintu dalam dengan hati berdebar tegang
Seperti apa sekarang Kim Cong Bu, anak yang dulu agak congkak, tampan, gagah dengan alis yang tebal itu? Ketika akhirnya si pemilik kaki muncul, Cin Han segera bangkit berdiri dan dia berhadapan dengan seorang pemuda yang dikenalnya karena memang Kim Cong Bu masih seperti dulu
Tampan, gagah, dan bersikap congkak, dengan senyum yang membayangkan keyakinan, akan pentingnya diri sendiri
"Kim-kongcu
!" Cin Han berseru gembira dan memberi hormat
"Tentu engkau masih mengenalku!" Sepasang alis yang tebal itu berkerut dai pandang mata itu amat merendahkan
"Ah, kiranya engkau! Bukankah engkau Bu Cin Han yang dulu menjadi kacung di dalam kuil, pembantu dari kepala dapur?" Nada suara itu masih seperti dulu, amat congkak dan merendahkan, akan tetapi Cin Han sudah mengenal watak Cong Bu, maka dia bersikap biasa walaupun penghormatannya tadi tidak dibalas sama sekali oleh tuan rumah
"Benar, Kim-kongcu
Engkau kira siapa?" kata Cin Han sambil tersenyum