Tiba-tiba tongkat di tangan kakek itu melayang, bagaikan seekor ular bergerak-gerak di udara dan menyambar mereka. Bu Sin, Sian Eng dan Lin Lin cepat mengangkat pedang membacok.
"Tranggggg"
Tiga batang pedang di tangan mereka terlepas dari tangan, runtuh di atas tanah depan mereka, sedangkan tongkat itu terpental kembali, melayang ke tangan si kakek bongkok yang tertawa berkakakan.
"Ha-ha-ha-ha-hah"
Bu Sin dan dua orang gadis itu terlalu kaget dan heran akan kesaktian lawan, sehingga mereka diam tak bergerak, berdiri seperti patung dan agaknya hanya menanti datangnya pukulan maut.
Pada saat itu, terdengar suara suling, nyaring melengking bergema di seluruh hutan, makin lama makin dekat. Bu Sin dan dua orang gadis itu tak kuasa mendengar lebih lama lagi, jantung mereka terguncang dan tubuh mereka menggigil, terpaksa mereka menggunakan kedua tangan untuk menutupi telinga. Biarpun demikian, masih saja suara lengking tinggi itu menembus dan membuat telinga terasa sakit sekali. Kakek itu kelihatan terkejut pula, lalu tersaruk-saruk pergi meninggalkan tempat itu, sama sekali tidak menengok ke arah Bu Sin bertiga seakan-akan ia telah lupa akan adanya tiga orang muda itu. Suara suling berhenti dan tiga orang muda itu melepaskan tangan. Terdengar suara orang yang penuh wibawa.
"It-gan Kai-ong, Kau bersama Hek-giam-lo dan Siang-mou Sin-ni secara pengecut menyerang Bu Kek Siansu dah merampas kitab dan alat khim. Biarpun Bu Kek Siansu tidak peduli dan mengampuni kalian, namun aku tidak bisa membiarkan begitu saja. Berikan kitab dan nyawamu"
Tak lama kemudian, tampaklah oleh Bu Sin bertiga orang yang bicara ini, akan tetapi hanya punggungnya saja. Dia itu seorang laki-laki yang tinggi besar, membawa suling, berjalan perlahan.
"Dia bersuling.."
Bu Sin teringat akan musuh besar, pembunuh ayahnya. Di lain saat Bu Sin dan Sian Eng sudah menyerang laki-laki itu dengan piauw dan jaarum. Orang itu berjalan seenaknya, seakan-akan tidak tahu bahwa dari belakangnya menyambar senjata-senjata rahasia. Dan tiga orang muda itu melihat dengan jelas betapa tiga batang piauw dan tujuh batang jarum itu mengenai tepat tubuh bagian belakang, namun orang itu tetap saja enak-enak berjalan tanpa menghiraukan sesuatu, seakan-akan semua senjata rahasia itu hanya daun-daun yang gugur. Sebentar kemudian ia lenyap di balik pepohonan.
"Mari kejar.."
Bu Sin berkata.
"Tiada gunanya, Sin-ko. Tak mungkin dapat dikejar,"
Bantah Lin Lin yang sejak tadi berdiri seperti patung, Bu Sin maklum akan hal ini, akan tetapi melihat sikap Lin Lin ia mengerutkan kening.
"Lin-moi, kenapa kau tadi tidak ikut menyerangnya? Dia pembunuh Ayah"
"Belum tentu, Sin-ko. Apa buktinya? Lagi pula, aku tidak mau menyerang orang secara menggelap tanpa memberi peringatan. Mendiang Ayah takkan senang melihatnya."
Merah wajah Bu Sin dan Sian Eng membentak,
"Lin-moi, omongan apa ini? Kau tidak membantu, malah mencela. Kalau dia benar musuh besar Ayah, kenapa kita mesti banyak memakai aturan? Jelas bahwa dia berilmu tinggi, lebih tinggi daripada tingkat kita, perlu apa kita memakai sungkan-sungkan segala? Yang perlu, kita harus dapat membalas dendam"
Lin Lin menarik napas panjang.
"Kalian tahu bahwa aku tidak akan ragu-ragu mempertaruhkan nyawaku untuk membalas sakit hati Ayah. Akan tetapi, aku tidak percaya bahwa dia itu pembunuh Ayah. Dengar saja kata-katanya terhadap kakek iblis tadi. Terang dia itu orang baik, maka memusuhi kakek pengemis iblis yang bernama It-gan Kai-ong tadi. Kalau kita bertindak sembrono dan salah sangka, menjatuhkan fitnah terhadap orang baik-baik, bukanlah lebih celaka lagi?"
"Dia bersuling, dia lihai, tidak salah lagi."
Kata Sian Eng.
"Kalau memang dia musuh kita kelak pasti dapat bertemu lagi. Sekarang lebih baik kita lekas pergi dari tempat ini"
Kata Bu Sin yang masih ngeri kalau teringat akan pengalamannya dengan kakek iblis tadi.
Dengan cepat tiga orang muda ini melanjutkan perjalanan, ke arah jurusan munculnya matahari pagi. Enam orang laki-laki sederhana itu mengelilingi api unggun di dalam hutan. Mereka adalah pemburu-pemburu binatang yang tampaknya belum memperoleh hasil dan melewatkan malam gelap di dalam hutan besar membuat api unggun, duduk mengelilinginya sambil bercakap-cakap. Tiba-tiba mereka berhenti bicara dan tangan mereka meraba senjata masing-masing, yaitu tombak panjang, dan mata mereka menatap ke satu jurusan dari mana mereka tadi mendengar suara mencurigakan. Dua orang segera memadamkan api unggun. Kemudian mereka merunduk dan menyelinap di balik pohon, menghampiri tempat itu dengan hati-hati.
Siapa tahu malam ini mereka beruntung mendapatkan binatang buruan yang kemalaman di situ. Akan tetapi mereka keliru. Suara yang mereka kira ditimbulkan oleh binatang buruan, kiranya dibuat oleh tiga orang muda yang agaknya baru saja datang dan sedang berusaha membuat api unggun. Seorang tampan dan dua orang gadis cantik. Seorang di antara para pemburu, yang berjenggot pendek, pemimpin rombongan pemburu enam orang ini, tertawa dan disusul oleh teman-temannya. Bu Sin, Sian Eng, dan Lin Lin terkejut, cepat menengok menghadapi enam orang yang muncul dari kegelapan itu, tangan meraba gagang pedang.
"Ha-ha-ha, harap Sam-wi orang-orang muda jangan khawatir. Kami hanya pemburu-pemburu binatang biasa, bukan perampok,"
Katanya.
"Cu-wi mengagetkan saja, muncul begini tiba-tiba dari tempat gelap,"
Kata Bu Sin setengah menengur.
"Ha-ha, maafkan kami. Kami tadi sedang bercakap-cakap di sana, mendengar suara Sam-wi yang kami kira binatang hutan. Heran sekali, bagaimana orang-orang muda seperti Sam-wi ini berada di hutan liar?"
"Kami adalah pengembara-pengembara yang kemalaman di jalan,"
Jawab Bu Sin singkat.
"Maafkan kami kalau kami mengganggu Cu-wi sekalian."
"Ha-ha, tidak mengapa.. tidak mengapa.. hutan ini bukanlah milik kami. Tadinya saya heran melihat Sam-wi yang begini muda berani memasuki hutan liar ini di waktu malam gelap, akan tetapi melihat pedang Sam-wi, keheranan saya hilang. Mari kawan-kawan, kita membuat api unggun di sini saja."
Mereka membuat api unggun besar dan duduk mengelilinginya.
"Tan-twako, kau lanjutkan dongengnnu tentang Suling Emas,"
Kata seorang dan suara ini dibenarkan oleh yang lain, Laki-laki berjenggot pendek itu berkata sungguh-sungguh,
"Bukan dongeng, melainkan kenyataan. Aku sendiri pernah ditolongnya. Sungguhpun aku masih belum dapat memastikan apakah dia itu manusia atau dewa, namun aku sudah amat beruntung mendapat pertolongannya."
"Ceritakan.. ceritakan.."
Teman-temannya mendesak. Bu Sin bertukar pandang dengan dua orang adiknya. Mereka tadinya menaruh curiga terhadap enam orang yang mengaku pemburu-pemburu ini, akan tetapi mendengar disebutnya nama Suling Emas, mereka tertarik sekali. Agaknya kata-kata suling itulah yang menarik perhatian. Bukankah musuh besar mereka adalah seorang yang membawa suling? Karena itu mereka bertiga lalu ikut mendengarkan, sungguhpun mereka memilih tempat duduk yang agak jauh, di atas batu-batu besar dan selalu siap waspada menjaga segala kemungkinan.
"Terjadinya di hutan Hek-yang-liu (Cemara Hitam), pemburu she Tan itu mulai bercerita, kurang lebih tiga bulan yang lalu. Kalian tahu hutan itu penuh dengan ular besar. Aku memang hendak berburu ular, mendapat pesanan kulit ular dari saudagar kulit, dan jantung ular kembang dari seorang pemilik toko obat di kota Wu-han."
"Kau memang tabah sekali, Tan-twako, berburu ular besar sendirian saja,"
Komentar seorang temannya.
"Aku sudah biasa berburu ular, cukup dengan tombak dan anak panah serta gendewa. Dalam waktu dua hari saja aku sudah dapat memanah mati dua ekor ular sebesar paha. Akan tetapi pada hari ke tiga, ketika aku sedang menjemur kulit dan jantung ular, tiba-tiba muncul empat ekor harimau yang langsung menyerangku. Mereka adalah dua ekor harimau tua dan dua ekor masih muda. Aku cepat meraih tombak dan melawan, akan tetapi bagaimana dapat melawan empat ekor harimau yang menyerang sekaligus? Agaknya mereka berlumba untuk menerkam aku lebih dulu. Aku dapat menusuk paha seekor harimau, akan tetapi pada saat tombakku masih menancap di paha, harimau jantan yang tua telah menubruk dan menerkam pundak kiriku. Aku melepaskan tombak, mencabut pisau, akan tetapi sebelum aku dapat menusuk dada berbulu putih di atas mukaku itu, harimau ke dua sudah menggigit pangkal lengan kananku sehingga pisau itu terlepas, seluruh tubuh terasa nyeri dan aku tak berdaya lagi.."
"Twako, kukira apa yang dapat kau lakukan hanya berteriak minta tolong,"
Kata seorang. Kata-kata ini kalau diucapkan pada suasana yang tidak sedang tegang tentu terdengar lucu.
"Hutan itu sunyi, minta tolong apa artinya? Pula, aku sudah nekat dan siap menghadapi kematian sebagai seorang pemburu"
Bantah pemburu she Tan dengan suara gagah.
"Akan tetapi agaknya belum tiba saatnya aku mati. Pada waktu itu aku sudah hampir pingsan, pandangan mataku sudah kabur. Tiba-tiba terdengar suara suling yang melingking tinggi. Empat ekor harimau itu agaknya terkejut, aku sendiri merasa seakan-akan kedua telingaku ditusuk jarum dan agaknya aku sudah pingsan. Namun dalam keadaan hampir tak sadar itu aku melihat bayangan orang memegang suling yang berkilauan ditimpa sinar matahari. Jelas bahwa suling itu terbuat daripada benda kuning berkilauan, tentu suling emas. Terdengar suara gaduh ketika empat ekor harimau itu meraung-raung dan mengaum, lalu tampak harimau-harimau itu bergerak cepat, menerkam ke depan, terjadi perkelahian cepat yang tak dapat diikuti pandangan mata, kemudian aku tidak ingat apa-apa lagi.."
"Lalu bagaimana, Twako?"
Lima orang pendengarnya makin tegang. Juga tiga orang muda itu mendengarkan penuh perhatian.
"Entah berapa lama aku pingsan, aku tidak tahu. Ketika aku membuka mata, kulihat bangkai empat ekor harimau menggeletak di sana-sini. Anehnya, pundak dan lenganku sudah terbalut oleh robekan bajuku sendiri, rasanya dingin nyaman dan aku tidak merasakan nyeri lagi. Ketika kuperiksa bangkai-bangkai itu, kiranya empat ekor harimau itu pecah kepalanya. Wah, aku pesta besar, tidak saja karena mendapat daging harimau yang menguatkan tubuh, juga mendapatkan empat lembar kulit harimau yang utuh dan indah. Mau aku mengalami hal itu sekali lagi kalau hadiahnya demikian besar."