Halo!

Cinta Bernoda Darah Chapter 15

Memuat...

"Lopek, peristiwa sore tadi adalah karena kesalahan teman-temanmu sendiri yang hendak melakukan perampokan sehingga terpaksa kami orang-orang muda turun tangan. Kami tidak mempunyai urusan dengan perkumpulan kalian, juga tidak mengenal ketua kalian. Kalau dia mempunyai urusan dengan kami, persilakan dia datang ke sini bicara,"

Jawabnya dengan suara angkuh dan sikap tenang. Kakek pengemis gemuk pendek itu tiba-tiba tertawa.

"Ha-ha-ha-ha, baru bisa merobohkan empat orang anak buah kami yang tiada guna saja kalian sudah besar kepala. Ah, kalian seperti anak burung yang baru belajar terbang, tidak mengenal tingginya langit luasnya lautan. Orang muda, pangcu kami memanggil kalian menghadap dengan baik-baik, harap kalian mengerti dan dapat menghargai kesabaran ini. Jangan sampai aku orang tua turun tangan terhadap bocah-bocah nakal, aku malu untuk berbuat demikian."

Seakan meledak rasa dada Lin Lin mendengar ucapan yang amat memandang rendah ini. Ia meloncat maju dan membentak,

"Pengemis tua bangka sombong, kau kira kami takut kepadamu? Biar pangcumu datang sendiri, kami tidak akan takut. Kami tidak mau datang, kalian mau apa?"

"Ho-ho, benar-benar seperti katak dalam tempurung. Orang-orang muda, apakah kalian datang dari wilayah Kerajaan Hou-han di Shan-si?"

"Memang kami datang dari wilayah Hou-han, dan kami adalah sebangsa ho-han (orang-orang gagah), apakah kalian baru tahu sekarang?"

Lin Lin yang pandai bicara itu menjawab, mendahului kakaknya yang masih diam saja. Pemuda ini maklum bahwa kalau ia membiarkan terus adiknya ini tampil ke depan dan beraksi keadaan tidak akan menjadi lebih baik, malah akan menjadi lebih kacau lagi. Maka ia cepat maju menghadapi kakek pendek itu.

"Lopek, ketahuilah bahwa kami orang-orang muda melakukan perjalanan hanya lewat saja di sini, sama sekali tidak mencari perkara dengan siapa pun juga. Kebetulan saja sore tadi kami bentrok dengan orang-orangmu karena mereka itulah yang mencari perkara. Kami hanya berhenti di sini untuk melewatkan malam, besok kami sudah pergi meninggalkan daerah ini. Harap kau orang tua menghabiskan perkara itu."

"Kalian hendak kemana?"

"Ke Ibukota Kerajaan Sung."

"Bagus"

Kalian datang dari wilayah Hou-han hendak ke Ibukota Kerajaan Sung? Orang muda, mari ikut dengan kami menghadapi pangcu kami."

Marah juga Bu Sin. Kakek pengemis ini terlalu memandang rendah. Biarpun di situ ada belasan orang pengemis, apakah dikira mereka bertiga takut?

"Kami tidak akan ikut denganmu"

Jawabnya sambil mencabut pedang, diturut oleh Sian Eng dan Lin Lin. Tiga orang muda ini seperti tiga ekor harimau memperlihatkan taring, dengan pedang di tangan mereka siap menghadapi pengeroyokan. Sedikit pun mereka tidak merasa takut.

"Wah-wah, benar gagah"

Kakek itu berkata lalu memberi isyarat kepada teman-temannya.

"Tangkap mereka"

Bu Sin memutar pedangnya, mengancam,

"Mundur kalian! Lihat pedang"

Namun kakek itu sudah menerjangnya dengan tongkat, juga beberapa orang pengemis dengan tongkat mereka menyerbu Sian Eng dan Lin Lin yang sudah menyambut mereka dengan pedang. Pertempuran hebat terjadi di bawah sinar obor. Tiga batang pedang orang-orang muda she Kam itu berkelebatan cepat bagaikan sinar halilintar menyambar-nyambar dan dalam beberapa jurus saja tiga orang pengeroyok sudah roboh sambil memekik kesakitan. Pengemis pendek gemuk memberi aba-aba. Bu Sin yang bermata awas melihat betapa para pengemis itu mengeluarkan gendewa dan anak panah. Berbahaya, pikirnya.

"Eng-moi, Lin-moi, padamkan obor dengan am-gi (senjata gelap)"

Teriaknya dan tangan kirinya sudah merogoh saku, mengeluarkan senjata rahasianya, yaitu piauw (pisau terbang). Tangan kirinya bergerak cepat, dua batang piauw menyambar dan terdengar pekik dua orang pemegang obor, tangan mereka terhujam piauw dan obor yang mereka pegang jatuh, padam.

Lin Lin dan Sian Eng juga sudah mempergunakan kelihaian mereka dengan senjata rahasia mereka, yaitu jarum-jarum halus. Dalam waktu singkat obor-obor itu runtuh dan padam. Bu Sin mempergunakan kesempatan selagi keadaan gelap ini, memberi isyarat kepada kedua orang adiknya. Mereka maklum bahwa kalau pertempuran dilanjutkan dan mereka dikeroyok dengan anak panah, tentu mereka akan celaka. Maka dengan cepat mereka mempergunakan gin-kang mereka, memutar pedang untuk menghalau setiap penghalang dan beberapa menit kemudian mereka sudah pergi dari tempat itu, lari di dalam gelap tanpa mengenal arah. Dua jam lebih mereka melarikan diri ke dalam sebuah hutan dan keadaan makin gelap karena daun-daun pohon yang amat rimbun menutupi langit di atas mereka.

"Wah, memalukan benar"

Lin Lin terengah-engah.

"Kita lari-lari seperti tiga ekor kelinci dikejar-kejar harimau"

Suaranya jelas menyatakan bahwa ia tak senang melarikan diri ini, merasa sebal dan penasaran. Bu Sin dan Sian Eng juga berhenti, menyusut keringat dengan ujung lengan baju.

"Wah, berbahaya benar,"

Kata Bu Sin.

"Lin-moi, kau benar-benar seperti yang dikatakan oleh kakek pengemis tadi, seperti katak dalam tempurung, tak tahu tingginya langit"

Kalau kita tadi tidak cepat-cepat memadamkan obor dan mereka menghujankan anak panah, apa kau kira masih akan dapat bernapas saat ini?"

"Belum tentu, Sin-ko"

Bantah Lin Lin.

"Kita masih belum kalah, dan andaikata akhirnya kita mati dikeroyok, sedikitnya pedangku akan dapat membunuh beberapa orang lawan. Sedikitnya ada beberapa nyawa musuh yang akan menjadi pengantar nyawaku, mati pun tidak penasaran. Kalau lari-lari seperti ini, benar-benar baru disebut penasaran besar"

Bu Sin hanya tersenyum. Ia mengenal watak Lin Lin yang nakal dan amat berani itu dan diam-diam ia merasa khawatir kalau-kalau adik angkat ini akan menimbulkan gara-gara kelak. Karena keadaan amat gelap dan mereka tidak dapat mengenal jalan, tiga orang muda itu lalu naik ke atas pohon yang terpaksa bermalam di situ seperti tiga ekor kera kedinginan. Lin Lin tiada hentinya mengomel. Akan tetapi karena mereka amat lelah, mereka dapat tertidur juga di atas pohon dan baru mereka bangun setelah di situ ramai oleh suara burung berkicau menyambut datangnya pagi.

Ketika Lin Lin dan Sian Eng membuka mata, mereka melihat Bu Sin sudah duduk dan memberi tanda dengan telunjuk di depan mulut, menyuruh mereka tidak membuat suara lalu menuding ke bawah. Mereka memandang dan wajah mereka berubah. Jauh di bawah, kira-kira seratus meter dari pohon tempat mereka bersembunyi, tampak seorang kakek gembel berdiri bersandar tongkatnya. Kakek yang bongkok, rambutnya riap-riapan dan matanya buta sebelah. Kakek pengemis yang pernah mereka lihat di depan rumah penginapan, yang diberi uang perak oleh Lin Lin dan kemudian meludahi uang itu sampai penyok. Dan di depan kakek itu berlutut puluhan orang pengemis, termasuk para pengemis yang mengeroyok mereka semalam, mereka berlutut tanpa berani berkutik sedikit pun juga. Kakek pengemis bongkok itu terdengar marah-marah.

"Kalian anjing-anjing tiada guna"

Terdengar ia memaki sambil membanting-banting tongkat ke atas tanah.

"Huh, lebih baik kubunuh kalian semua dan lebih baik aku bekerja seorang diri. Apa artinya punya banyak anak buah melebihi anjing gobloknya?"

Semua pengemis itu menggigil ketakutan dan terdengar mereka minta-minta ampun dan menyebut kakek itu dengan sebutan ong-ya (raja). Bu Sin dan kedua orang adiknya saling pandang. Muka mereka pucat. Kiranya kakek pengemis bongkok itu adalah semacam raja pengemis yang amat berpengaruh.

"Mana anggauta Pek-ho-kai-pang yang membikin ribut itu?"

Bagaikan empat ekor anjing, tampak empat orang pengemis merangkak maju dan berlutut di depan kakek itu. Bu Sin dan dua orang adiknya melihat bahwa orang-orang itu adalah empat orang pengemis yang mereka hajar di tepi sungai kota Wu-han.

"Cih, yang begini mengaku anggauta pengemis? Membiarkan diri dihina orang-orang muda. Cuh-cuh-cuh-cuh"

Empat kali kakek itu meludah dan empat orang pengemis itu terjengkang roboh, tak bergerak lagi setelah tubuh mereka berkelojotan sejenak. Mereka telah mati oleh ludah kakek itu"

"Biar ini sebagai pelajaran. Sekali lagi terjadi hal yang memalukan aku akan membunuh semua anggauta Pek-ho-kai-pang. Mana ketua-ketua Hui-houw-kai-pang (Perkumpulan Pengemis Harimau Terbang), Hek-liong-kai-pang (Naga Hitam), dan Ang-hwa-kai-pang (Kembang Merah)? Hayo maju sini"

Tiga orang kakek pengemis tampak merangkak maju dan berlutut di depan kakek bongkok itu.

"Perhatikan sekarang. Kalian harus dapat memperlihatkan jasa dan bakti bahwa kalian membantuku. Aku membutuhkan tempat sembunyi Hek-giam-lo. Cari sampai dapat dan kabarkan padaku. Kalau mungkin, selidiki di mana ia menyimpan robekan setengah bagian kitab kecil."

"Baik, Ong-ya. Hamba akan mengerahkan seluruh kawan di kai-pang,"

Jawab mereka berbareng dengan suara amat merendah.

"Sudah, pergi sekarang. Muak perutku melihat kalian"

Kakek bongkok itu mengomel dan bagaikan anjing-anjing diusir, puluhan orang pengemis itu pergi sambil menyeret mayat empat orang pengemis anggauta Pek-ho-kai-pang itu. Bu Sin dan dua orang adiknya bergidik. Bahkan Lin Lin yang biasanya amat tabah, kini tampak pucat. Namun, di samping kengerian ini, Lin Lin merasa marah sekali kepada kakek itu yang dianggapnya sombong dan kejam sekali.

"Orang macam dia harus dibasmi Sin-ko,"

Ia berbisik.

"Ssttt.."

Bu Sin mencegah, namun terlambat. Kakek itu tiba-tiba membalikkan tubuh dan berjalan menghampiri pohon besar di mana mereka bertiga berada. Kakek itu sama sekali tidak mendongak, akan tetapi sambil terkekeh ia berkata,

"Nyawa tiga orang muda pernah kuhargai seperak akan tetapi sekarang tiada harganya sama sekali."

Tiba-tiba kedua tangannya mendorong dan..

"kraaakkk"

Batang pohon itu remuk dan tumbanglah pohon yang besar tadi. Bu Sin dan dua orang adiknya bukanlah orang sembarangan, namun menyaksikan hal ini mereka terkejut bukan main. Cepat mereka mengerahkan gin-kang dan melompat turun sebelum mereka ikut roboh bersama pohon dan tertimpa cabang dan ranting. Begitu kaki mereka menyentuh tanah, ketiganya sudah mencabut pedang dan siap menghadapi kakek sakti itu. Mereka maklum bahwa mereka takkan diberi ampun, namun mereka bertekad untuk melawan mati-matian.

"Ho-ho-ha-hah, tak tahu diri.. tak tahu diri.."

Dukungan & Donasi

Bantu kami terus update dengan memberi dukungan melalui:

BCA 7891767327
Trakteer
Post a Comment