Padahal biasanya, dara-dara yang berdarah "biasa"
Ini hanya diambil sebagai selir-selir oleh para pangeran dan raja. Akan tetapi, Pangeran Han Ti Ong tidak mau mengambil selir dan hanya mempunyai seorang isteri, yaitu anak nelayan yang menjadi pengikut keluarga raja, seorang dara biasa saja, namun yang sesungguhnya memiliki kecantikan yang mengatasi kecantikan para puteri raja! Dari isteri tercinta ini, Pangeran Han Ti Ong mempunyai seorang puteri yang pada waktu itu berusia enam tahun, seorang anak perempuan yang mungil, cantik, keras hati seperti ayahnya dan gembira seperti ibunya.
Anak ini diberi nama Han Swat Hong (Angin Salju) ini diambil oleh Pangeran Han Ti Ong untuk menamakan puterinya karena ketika puterinya terlahir, Pulau Es dilanda angin dan salju yang amat kuat! Pada pagi hari itu Swat Hong, nak perempuan berusia enam tahun lebih itu, duduk bengong di tepi
pantai Pulau Es. Dia sengaja memilih tempat sunyi yang agak tinggi ini untuk melihat jauh ke selatan, dan hatinya penuh rindu terhadap ayahnya yang sudah pergi selama tiga bulan itu.
"Hong-ji (Anak Hong)..."
Swat Hong menoleh dan melihat bahwa yang memanggil tadi adalah ibunya, dia lalu meloncat bangun, lari menghampiri ibunya, meloncat dan merangkul leher ibunya dan menangis. Ibunya tertawa.
"Aih-aihhh... anakku yang biasanya periang tertawa mengapa menangis? Mengapa bulan yang berseri gembira menjadi suram? Awan hitam apakah yang menghalanginya?"
"Ibu, kau...kau kejam!"
"Ihh! Ibumu kejam? Mungkin kalau sedang menyembelih ikan atau ayam. Akan tetapi ibumu tidak kejam terhadap manusia."
Memang watak Liu Bwee, ibu anak itu, atau isteri Pangeran Han Ti Ong adalah lincah gembira yang menurun pula kepada Swat Hong.
"Ibu kejam, mengapa Ibu tidak berduka? Apakah Ibu tidak rindu kepada Ayah?"
Tiba-tiba muka wanita itu menjadi merah sekali dan terasa lagi dua titik air mata meloncat turun ke atas pipinya.
Melihat ini, Swat Hong melorot turun dan bertepuk-tepuk tangan,
"Hi-hi, Ibu menangis! Ibu juga rindu kepada Ayah? Hayoh, Ibu sangkal kalau berani!"
Memang watak anak-anak, begitu melihat orang lain berduka, dia sendiri lupa akan kedukaanya dan merasa terhibur! Ibunya berlutut, memeluk dan menciuminya, akan tetapi masih bercucuran air mata. Swat Hong yang tadinya berbalik menggoda ibunya yang dianggapnya rindu kepada ayahnya seperti juga dia tadi, kini menjadi terheran dan berkhawatir.
"Ibu, mengapa ibu berduka? Apa yang terjadi? Apakah diam-diam ibu begitu merindukan Ayah dan menyembunyikannya saja?"
Liu Bwee memaksa diri tersenyum dan menghapus air matanya, mengangguk-angguk sebagai jawaban karena masih sukar baginya untuk mengeluarkan suara tanpa terisak menangis. Akan tetapi puterinya itu adalah seorang anak yang amat cerdik, maka tentu saja tidak dapat dibohonginya semudah itu.
"Ibu ada apakah? Harap Ibu beritahu kepadaku, siapa yang menyusah-kan hati Ibu? Akan kuhajar dia!"
Swat Hong mengepal kedua tinjunya yang kecil seolah-olah orang yang menyusahkan hati ibunya sudah berada disitu dan akan dihantamnya. Melihat sikap anaknya ini, hati Liu Bwee terharu sekali dan ingin dia menangis lagi, akan tetapi ditekannya perasaan harunya dan dia tertawa.
"Aih, Hong-ji, kalau ada yang kurang ajar kepada ibumu, apakah Ibumu tidak dapat menghajarnya sendiri?"
Swat Hong tertawa.
"Memang aku tahu bahwa kepandaian Ibu juga hebat, biarpun tidak sehebat Ayah, akan tetapi tidak puas kalau aku tidak menghajar dengan kedua tanganku sendiri kepada orang yang menyusahkan hati Ibu."
"Anakku yang baik...!"
Untuk menekan harunya, LIu Bwee mengangkat tubuh anaknya, dipeluk, diciuminya kemudian dia membentak,
"Terbanglah!"
Dan melempar tubuh anak itu ke atas. Swat Hong bersorak gembira. Itulah sebuah diantara permainan mereka. Dia senang sekali kalau dilempar ke udara oleh Ibunya, terutama kalau ayahnya yang melakukannya karena lemparan ayahnya membuat tubuhnya "terbang"
Tinggi sekali.
Namun kini lemparan ibunya cukup menggembirakan hatinya karena biarpun Ibunya tidak sekuat ayahnya, lemparannya cukup membuat tubuhnya melambung tinggi melewati puncak pohon! Ketika tubuhnya melayang turun, ibunya sudah siap menyambutnya, akan tetapi dasar anak nakal, dia menggunakan kesempatan ini untuk berlatih! Dia cepat membalikkan tubuh sehingga kedua kakinya diatas dan cepat dia menggunakan kedua tangannya untuk menyerang ibunya, mencengkram ke arah ubun-ubun. Itulah jurus terakhir yang dilatihnya dari ayahnya yang seharusnya dilakukan dengan loncatan ke atas dan menyerang ubun-ubun kepala lawan, akan tetapi kini dilakukannya ketika dia melayang turun!
"Haaiiiit...!!"
Untuk memperingatkan ibunya, Swat Hong menjerit sebelum menyerang. Tentu saja Liu Bwee tidak perlu diperingatkannya lagi. Semenjak menjadi isteri Pangeran Han Ti Ong, wanita puteri nelayan yang tentu saja seperti semua penghuni Pulau Es telah memiliki dasar ilmu silat tinggi, telah digembleng oleh suaminya dengan ilmu-ilmu simpanan yang tinggi sehingga dia menjadi seorang yang sakti seperti semua keluarga kerajaan itu. Melihat kegembiraan puterinya, dia pun cepat mengelak, dari samping dia menyambar kedua lengan anaknya dan dengan bentakan nyaring kembali tubuh anaknya dilemparkan ke atas! Tubuh itu melayang tinggi dan tiba-tiba dari atas Swat Hong berteriak girang,
"Heiii, Ibu... itu Ayah datang....!!"
Mendengar ini, Liu Bwee cepat lari kepinggir tebing tinggi dan memandang ke laut. Wajahnya berseri-seri, jantungnya berdebar karena penuh rindu kepada suaminya.
Benar saja. Tampak sebuah perahu dan dia mudah mengenal suaminya yang mendayung perahu itu dengan kekuatan dahsyat sehingga perahu kecil meluncur seperti seekor ikan hiu yang marah. Akan tetapi alis wanita ini berkerut ketika dia melihat dua orang lain di dalam perahu. Seorang wanita muda yang cantik! Hatinya terasa tidak enak. Dia tidak akan mengikat suaminya, dan sebagai seorang isteri pangeran calon raja tentu saja dia maklum bahwa suaminya berhak mengambil selir-selir sebanyaknya. Akan tetapi entah mengapa, kedatangan suaminya dengan dua orang itu, terutama seorang wanita cantik, mendatangkan rasa gelisah yang aneh didalam hatinya.
"Ibuuuu... tolong dulu aku... !"
Teriakan Swat Hong ini mengejutkan hatinya. Dia menengok dan melihat tubuh anaknya meluncur turun.
Dia kaget dan baru sadar bahwa ketegangan mendengar suaminya pulang membuat dia lupa kepada puterinya. Sungguhpun Swat Hong telah memiliki ginkang yang cukup baik akan tetapi meluncur turun dari tempat tinggi seperti itu ada bahayanya patah atau setidaknya salah urat. Untuk meloncat sudah tidak ada waktu lagi, maka cepat dia menyambar sebuah ranting kayu di dekat kakinya, melontarkan kayu itu dengan tepat melayang di bawah kaki Swat Hong dan anak ini juga idak menyia-nyiakan pertolongan ibunya. Dia menginjak kayu itu dan tenaga luncuran kayu itu dapat menahan dan mengurangi tenaga luncuran tubuhnya sendiri dari atas sehingga dia dapat meloncat kebawah dengan aman. Seperti tidak pernah mengalami bahaya apa-apa, anak itu lalu lari ke arah ibunya dan berteriak girang,
"Ayah datang, Ibu?"
Ibunya hanya mengangguk tanpa menoleh, tetapi memandang ke arah perahu yang makin mendekat pantai.
"Heii, Ayah bukan datang sendiri! Ada seorang wanita dan anak laki-laki bersama ayah di dalam perahu!"
Liu Bwe tetap tidak menjawab akan tetapi memandang tajam penuh selidiki ke arah perahu.
"Wah, jangan-jangan itu selir dan putera... ayah!"
Swat Hong yang memang berwatak terbuka itu berkata mengomel. Dia pun sudah tahu akan kebiasaan para pangeran untuk mengambil selir, maka dia tidak akan merasa heran pula kalau ayahnya juga mempunyai selir di luar pulau Es, biar pun hatinya merasa tidak senang dan penuh iri memandang kepada anak laki-laki di dalam perahu itu. Mendengar ucapan yang tanpa disengaja oleh Swat Hong merupakan benda tajam menusuk hatinya itu, Liu Bwee menjawab,
"Perempuan itu masih terlalu muda untuk menjadi ibu anak laki-laki itu, Sungguhpun bukan tidak mungkin dia adalah selir Ayahmu karena dia memang cantik."
Jawaban ini keluar dari lubuk hati Liu Bwee sehingga keluar melalui mulutnya seperti tidak disadarinya. Barulah dia kaget ketika kalimat itu telah terucapkan. Cepat dia menoleh ke arah puterinya dan merasa menyesal telah mengeluarkan katakata yang penuh cemburu tadi. Segera digandengnya tangan anaknya dan untuk mengapus kata-katanya dari hati anaknya dia berkata riang,
"Ehh, kenapa kita disini saja? Hayo kita sambut Ayahmu!"
Berlari-larianlah mereka menuruni tebing untuk menyambut kedatangan Pangeran Han Ti Ong di pantai pasir.
Sikap wanita yang penuh kegembiraan ini menyembunyikan semua perasaanya sehingga Swat Hong sudah lupa lagi akan kedukaan ibunya tadi. Sebenarnya, memang amat giranglah hati Liu Bwee melihat kembalinya suaminya sungguhpun kegembiraanya itu akan lebih besar andai kata suaminya pulang sendirian saja. Semenjak suaminya pergi beberapa bulan yang lalu dia mengalami penderitaan batin yang hebat. Memang dia maklum bahwa dirinya tidak disukai oleh keluarga kerajaan, karena dianggap seorang wanita berdarah rendah. Kebencian keluarga itu menjadi-jadi ketika mendapat kenyataan betapa Han Ti Ong tidak mau mengambil selir.Hal ini dianggap oleh mereka Bahwa Liu Bwee menggunakan daya upaya untuk mengikat suaminya!. Apalagi karena Liu Bwee tidak mempunya anak laki-laki, maka kebencian mereka makin bertambah. Sudah tentu saja, yang merasa paling benci adalah mereka yang mengharap agar Han Tiong pangeran calon raja itu memperistrikan puteri mereka!
Pada waktu itu, raja yang sudah tua menderita sakit dan sudah menjadi dugaan umum bahwa usianya takan bertahan lama lagi. Agaknya raja itu hanya menantikan kembalinya puteranya yang menjadi putera mahkota, yaitu pangeran Han Ti Ong untuk mewariskan singasana kepada puteranya ini. Akan tetapi, karena keadaan Han Ti Ong yang lain daripada para pangeran lain, suka merantau, isterinya orang rendah dan hanya satu, tidak punya selir, tidak punya putera, maka Liu Bwee maklum bahwa di antara keluarga raja terdapat persekutuan yang menentang diangkatnya suaminya menjadi calon raja!